MK Kabulkan Permohonan Pengujian Batas Usia Panitera Mahkamah Konstitusi
(MK) mengabulkan permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang MK
Penulis:
Ibriza Fasti Ifhami
Editor:
Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Kontitusi (MK) mengabulkan permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK).
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," kata Hakim Konstitusi Anwar Usman, dalam sidang Pengucapan Putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, pada Selasa (27/6/2023).
Kemudian, Hakim Konstitusi Anwar Usman juga mengatakan, Pasal 7A ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
"Menyatakan Pasal 7A ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 216, Tambahan Lembaga Negara Nomor 6554) yang menyatakan, "Kepaniteraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 merupakan jabatan fungional yang menjalankan tugas teknis administratif peradilan Mahkamah Konstitusi dengan usia pensiun 62 (enam puluh dua) tahun bagi panitera, panitera muda, dan panitera pengganti" bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai "Kepaniteraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 merupakan jabatan fungsional keahlian yang menjalankan tugas administratif peradilan Mahkamah Konstitusi yang meliputi Panitera Konstitusi Ahli Utama, Panitera Konstitusi Ahli Madya, Panitera Konstitusi Ahli Muda, Panitera Konstitusi Ahli Pertama dengan usia pensiun bagi panitera, panitera muda, dan panitera pengganti adalah maksimal 65 (enam puluh lima) tahun sesuai dengan batas usia pensiun pada jenjang jabatan fungsional keahlian sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang aparatur sipil negara," ucap Hakim Konstitusi.
Permohonan yang teregistrasi dengan nomor Perkara 121/PUU-XX/2022 ini diajukan oleh Syamsudin Noer sebagai Pemohon I dan Triyono Edy Budhiarto
sebagai Pemohon II.
Kedua Pemohon yang merupakan pegawai negeri sipil (PNS) yang bertugas sebagai Pengadministrasi Registrasi Perkara dan Panitera Muda di Mahkamah Konstitusi ini mempersoalkan Pasal 7A ayat (1).
Para Pemohon memandang adanya norma a quo telah menimbulkan diskriminasi yang nyata dimana norma a quo telah membedakan usia pensiun Panitera, Panitera Muda dan Panitera Pengganti di MK yakni 62 tahun dengan ketentuan usia pensiun di Mahkamah Agung (MA).
Untuk itu, MK diminta para Pemohon menyatakan Pasal 7A ayat (1) UU MK tidak bertentangan dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai usia pensiun 67 tahun bagi Panitera dan Panitera Muda serta usia pensiun 65 tahun bagi Panitera Pengganti.
Terhadap permohonan ini, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih meminta agar para Pemohon memperkuat kerugian konstitusional yang dialami. Utamanya soal pengisian jabatan Panitera di MA sebagai perbandingan adanya
ketidakpastian dan diskriminasi.
Kemudian, Hakim Konstitusi Suhartoyo menyarankan pada bagian legal standing para Pemohon untuk dijelaskan secara rinci apakah aktual, potensial ataukah seperti apa.
Sebelumnya, pada sidang Rabu (15/2/2023) lalu, anggota Komisi III Taufik Basari menyatakan, meski memiliki kedudukan yang sama sebagai pelaku kekuasaan kehakiman, namun terdapat perbedaan pengisian jabatan Panitera di MK dengan MA.
Menurutnya, proses pengisian jabatan kepaniteraan di MA berasal dari jabatan hakim sebagaimana diatur dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung.
Baca juga: MK Tolak Uji Materiil UU Soal Pembatasan Masa Jabatan Pimpinan Parpol
Sedangkan, jabatan kepaniteraan di MK merujuk pada Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 3 Perpres 49 Tahun 2012 yang menyatakan bahwa jabatan di kepaniteraan MK merupakan jabatan fungsional yang dinilai melalui angka kredit.
Dalam sidang yang sama, Hakim Konstitusi Saldi Isra mengatakan, baik UU MA maupun UU MK dinilainya tidak mempedulikan mengenai persoalan kepaniteraan di lingkungan kekuasaan kehakiman.
Adanya proses revisi UU MK saat ini, menurutnya, bisa mempertimbangkan hal-hal yang saat ini sedang disidangkan.
Soal Pemisahan Pemilu, MPR RI Ingatkan Putusan MK Harus Selaras dengan Prinsip Sistem Pemerintahan |
![]() |
---|
Putusan MK Soal Pemilu Dipisah Kembali Digugat, Enny Nurbaningsih: Kami Proses Sesuai Hak Acara |
![]() |
---|
Putri Gus Dur Serahkan Hasil Kesimpulan Uji Formil Revisi UU TNI ke MK |
![]() |
---|
Cerita Sri Tempuh Perjalanan Semarang-Jakarta Demi Perjuangkan Hak Guru, Tapi Sidang di MK Ditunda |
![]() |
---|
Pemohon Pengujian UU TNI Diteror Nomor Tidak Dikenal, Dimaki pakai Kata-kata Kotor |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.