Selasa, 26 Agustus 2025

Revisi UU Mahkamah Konstitusi

Cawe-cawe Politik Lewat Revisi UU MK Dinilai Bisa Runtuhkan Independensi Mahkamah Konstitusi

Apabila dilihat dari level hukum, kata dia, maka MK didesain untuk melindungi dan menegakkan norma-norma konstitusi. 

Penulis: Gita Irawan
unpad.ac.id
Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad), Susi Dwi Harijanti. 

Untuk itu, ia meminta pembentuk undang-undang untuk menghentikan upaya politisasi terhadap MK agar independensi MK dapat kembali seperti semula.

Namun perkembangan independensi pengadilan, kata dia, merupakan fenomena multi-dimensi yang tergantung pada sejumlah kondisi.

Kondisi-kondisi tersebut antara lain tipe rezim yang berkuasa, level kompetisi politik dapam rezim yang berkuasa, dan potensi kepercaan antar kelompok masyarakat secara keseluruhan.

"Sebagai penutup, saya akan mengatakan hentikan politisasi untuk memgembalikan independensi MK," kata dia.

Fenomena Hakim Konstitusi Aswanto

Diberitkan sebelumnya, mantan Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) ad hoc, Jimly Asshiddiqie pernah menyinggung soal pencopotan hakim Aswanto oleh DPR RI dan menggantikannya dengan Guntur Hamzah.

Ia awalnya mengatakan, MK dibentuk untuk memastikan terselenggaranya kedaulatan rakyat.

Jimly menjelaskan MK berisikan 9 hakim, dengan komposisi hakim 3 orang diajukan pemerintah, 3 diajukan DPR RI, dan 3 diajukan Mahkamah Agung (MA).

DPR, pemerintah, dan MA, kata dia, hanya bertugas untuk menyeleksi orang untuk diajukan menjadi hakim MK.

Sehingga, kata dia, hakim konstitusi bukan berasal atau dari lembaga tersebut, melainkan diajukan setelah melalui proses seleksi.

Meski demikian, kata dia, hal tersebut justru disalahartikan oleh DPR. 

Sehingga, lanjut dia, DPR menganggap berhak mencopot hakim konstitusi Aswanto dan menggantinya dengan M Guntur Hamzah.

Hal itu disampaikan Jimly, dalam sidang pemeriksaan laporan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim, di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Jumat (3/11/2023).

"Di-recall. Tidak ada dalam sejarah dunia hakim di-recall. tidak ada. kalau itu dibenarkan, maka presiden juga berhak me-recall, Mahkamah Agung juga berhak me-recall, itu kasus Prof Aswanto (dicopot oleh DPR) itu," sambungnya.

Baca juga: PDIP Minta Revisi UU Kementerian Bukan untuk Bagi-bagi Kekuasaan

Langkah DPR RI mencopot Aswanto sebagai hakim konstitusi sebelumnya dinilai kontroversial dan dianggap melanggar Pasal 23 ayat 4 UU 7 Tahun 2020 tentang MK.

Dalam pasal tersebut diterangkan, pemberhentian hakim MK hanya dapat dilakukan melalui Keputusan Presiden atas permintaan Ketua MK. 

Halaman
1234
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan