Selasa, 19 Agustus 2025

Kabar Revisi UU TNI Akan Dibahas DPR Pekan Depan, Anggota Komisi I DPR Membantah

Beredar kabar DPR RI rencananya akan menggelar rapat membahas revisi Undang-Undang nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) pekan

Penulis: Gita Irawan
Editor: Wahyu Aji
KOMPAS/RIZA FATHONI
ILUSTRASI Atraksi Beladiri Militer TNI AD Prajurit TNI AD menunjukkan ketangkasan beladiri militer yang meliputi taekwondo, yongmodo, boxer, karate, merpati putih dan pencak silat di lapangan Monas, Jakarta, Jumat (21/6/2013). 

Secara umum, usulan tersebut dikritik karena dinilai problematik, tidak efisien, dan berpotensi melemahkan capaian reformasi TNI termasuk mengganggu relasi Kementerian Pertahanan-TNI.

Awalnya, beredar bahan presentasi pembahasan revisi UU Nomor 34/2004 tentang TNI pada bulan Mei 2023 lalu.

Dokumen tersebut merupakan pembahasan internal terkait rencana perubahan sejumlah regulasi dalam UU TNI.

Dalam bahan presentasi tersebut dijelaskan sejumlah pasal yang diusulkan internal TNI untuk diubah.

Sejumlah usulan pasal tersebut kemudian dikritisi oleh kelompok masyarakat sipil di antaranya yang menyangkut kedudukan TNI, perpanjangan usia pensiun, penambahan pos jabatan sipil yang dapat diduduki prajurit aktif, hubungan kelembagaan Kementerian Pertahanan-TNI hingga kewenangan anggaran. 

Terkait dengan kedudukan TNI, dalam draf tersebut diusulkan TNI tidak hanya menjadi alat negara di bidang Pertahanan melainkan juga keamanan.

Padahal UU No 3/2002 tentang Pertahanan Negara yang menjadi basis dari keberadaan UU TNI tidak mengenal istilah pertahanan dan keamanan negara.

Diusulkan juga dalam paparan tersebut penghilangan narasi Pasal 3 ayat 1 UU TNI yang menjelaskan tentang posisi TNI di bawah presiden saat pengerahan dan penggunaan kekuatan militer.

Penghilangan garis komando tersebut dinilai berpotensi membuka ruang terjadinya insubordinasi militer terhadap pemimpin sipil. 

Selain itu, ketentuan pelaksanaan operasi militer baik perang dan non perang mensyaratkan kebijakan dan keputusan politik negara (presiden dan DPR).

Dalam paparan tersebut, ide untuk memperkuat otonomi TNI juga dinilai semakin terang-terangan dilihat dari adanya keinginan untuk mengatur dan mengelola anggaran pertahanan secara lebih leluasa. 

Tidak hanya itu, keinginan untuk mendapatkan anggaran non pertahanan dari APBN juga tertuang secara eksplisit dalam materi tersebut dengan didropnya frasa 'anggaran pertahanan negara' yang tertuang dalam Pasal 66 ayat 1 UU TNI,".

Pasal tersebut berbunyi 'TNI dibiayai dari anggaran pertahanan negara yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Hal yang juga dinilai jadi masalah dalam materi paparan tersebut adalah terkait perluasan jabatan sipil yang dapat diduduki perwira aktif karena dinilai berpotensi mengganggu pembinaan karir Aparatur Sipil Negara. 

Usulan dalam paparan tersebut juga dinilai menyiptakan inefisiensi pengelolaan institusi angkatan bersenjata yang dapat dilihat dari adanya ide pelembagaan Wakil Panglima TNI dan ide penambahan usia pensiun jenderal menjadi 60 tahun dan Bintara-Tamtama menjadi 58 tahun. 

Halaman
123
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan