Senin, 29 September 2025

13 Catatan Kritis Guru Besar Hukum Pidana atas Draf RUU Polri & Kelakarnya yang Banjir Tepuk Tangan

Ia memberikan setidaknya 13 poin catatan kritis terhadap draf Rancangan Undang-Undang (RUU) atas Perubahan UU Kepolisian Republik Indonesia (Polri).

Penulis: Gita Irawan
Tribunnews.com/Gita
Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Prof Harkristuti Harkrisnowo (blus cokelat) bersama Menko Polhukam Marsekal Hadi Tjahjanto dan Deputi III Kemenko Polhukam RI Sugeng Purnomo di sela acara Dengar Pendapat Publik RUU Perubahan Tentang UU TNI dan UU Polri di Hotel Borobudur Jakarta pada Kamis (11/7/2024). 

Ke-12, lanjut dia, ketentuan yang mengatur terkait kewenangan Polri untuk meminta keterangan.

Ia mengatakan rumusan ketentuan tersebut mengesankan seakan pemberian kewenangan melakukan upaya paksa dalam proses penyidikan.

"Kalau saya minta harus bisa dikasih lho. Bahkan minta ke BIN juga harus dikasih, kenapa? K/L mana saja itu bisa dimintai keterangannya. Kalau dirumuskan di sini apakah itu menjadi kewajiban bagi pihak yang memberikan? Padahal BIN itu yang menjadi fungsi utamanya intelijen," kata dia.

Ke-13, ia juga mengkritisi terkait ketentuan yang memberi kewenangan kepada polisi untuk melakukan pemeriksaan aliran dana.

Menurutnya, hal tersebut berbahaya.

"Lho PPATK dikemanain? Penggalian informasi. Yang lain bagaimana? Karena tidak ada batasannya dapat merambah ke kewenangan lembaga lain yang berpotensi menimbulkan konflik dan ketidakpastian hukum. Jadi seseorang atau satu lembaga itu bisa diperiksa oleh berbagai lembaga yang buat saya ini sangat mencemaskan masyarakat," kata dia.

"Sudah disuruh, didatangi, harus menjawab pertanyaan dari berbagai lembaga untuk isu yang sama. Nah akhirnya menimbulkan keresahan publik," sambung dia.

Namun demikian, ia juga mencatat terdapat juga kritik dari sejumlah tokoh maupun masyarakat di mana ketentuan tersebut sebenarnya telah diatur dalam UU Polri yang masih berlaku saat ini.

Ia mencontohkan di antaranya terkait kewenangan untuk pengelolaan tahanan dan barang bukti dan yang berkaitan dengan pembinaan hukum nasional.

Akan tetapi, menurutnya hal tersebut tetap perlu diselaraskan dan dijawab ke depannya.

"Dan ternyata banyak catatan teman-teman itu terutama mengenai kewenangan yang sebenarnya sudah diatur dalam UU 2/2002. Oleh karena itu, ini harus kita perhatikan. Kenapa dulu kok diam saja ya?" kata dia.

Di akhir paparannya, Prof Tuti tampak terkejut karena paparannya pada slide yang ditayangkan telah berakhir ditandai dengan slide bertuliskan Terima Kasih.

Ia pun berkelakar karena seharusnya paparannya masih ada 80 slide lagi.

Namun, karena keterbatasan waktu paparan selama 20 menit sehingga paparannya perlu dibatasi.

"Lho sudah selesai ya? Sudah terima kasih ya. Oh ternyata dipotong tadi, harusnya ada 80 slide tapi karena dikasih 20 menit jadi mohon dimaafkan, semuanya harus singkat terima kasih," kata Prof Tuti yang disambut dengan banjir tawa dan tepuk tangan dari oara peserta acara tersebut.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan