Jumat, 22 Agustus 2025

Polisi Tembak Polisi

Rekam Jejak Kapolda Sumbar Suharyono: Dikritik di Kasus Afif, Didesak Dicopot Imbas Kasus Tambang

Kapolda Sumbar Suharyono kerap menjadi perbincangan publik dalam kasus yang menjadi sorotan. Setelah kasus Afif, kini di kasus polisi tembak polisi.

Dok. Polres Pasaman
Kapolda Sumbar Suharyono kerap menjadi perbincangan publik dalam kasus yang menjadi sorotan. Setelah kasus Afif, kini di kasus polisi tembak polisi. 

Pernyataan Suharyono itu pun berbuntut kritik keras dari berbagai pihak yaitu Komnas HAM, Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso, dan pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel.

Komisioner Komnas HAM, Hari Kurniawan mengungkapkan pernyataan Suharyono yang akan mencari orang yang memviralkan Afif tewas karena disiksa polisi adalah intimidatif.

"Ya ini bentuk intimidasi," katanya dalam konferensi pers di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat pada 25 Juni 2024 lalu, dikutip dari Kompas.com.

Hari mengatakan langkah Polda Sumbar tersebut membuat keluarga korban ketakutan, termasuk 18 korban penganiayaan lainnya yang masih hidup.

Layar menampilkan foto Afif Maulana saat update temuan dan proses advokasi terkait penyiksaan berujung kematian anak berstatus pelajar, Afif Maulana di Kantor YLBHI, Jakarta, Selasa (2/7/2024). Dalam keterangannya, keluarga akan melakukan ekshumasi terhadap jenazah korban Afif Maulana dan pihak keluarga merasa hasil forensik tidak sesuai dengan kesimpulan yang disampaikan Kapolda Sumatera Barat Irjen Pol Suharyono bahwa Afif meninggal dunia karena melompat, jatuh, atau terpeleset dari Jembatan Kuranji. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Layar menampilkan foto Afif Maulana saat update temuan dan proses advokasi terkait penyiksaan berujung kematian anak berstatus pelajar, Afif Maulana di Kantor YLBHI, Jakarta, Selasa (2/7/2024). (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Dia mengungkapkan keluarga korban bakal merasa takut karena anaknya kemungkinan akan diproses hukum lantaran dianggap mendiskreditkan citra kepolisian.

Selain itu, Hari juga menambahkan adanya intimidasi itu bakal memengaruhi psikologi para korban.

Hal ini, imbuhnya, turut memengaruhi keterangan dari para korban karena merasa ketakutan.

"Bahkan (akibat intimidasi) bisa jadi nanti keterangan A jadi berubah jadi B. Ini yang kita minta upaya kami supaya segera mungkin untuk memberikan surat perlindungan bagi korban," kata dia.

Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso meminta agar Polda Sumbar tidak resisten atau menentang kritik masyarakat terkait adanya dugaan tewasnya Afif karena disiksa polisi.

Sugeng mengatakan narasi adanya dugaan polisi menyiksa AM menjadi bentuk kritik agar kepolisian bekerja sesuai dengan aturan.

"Polisi tidak boleh resisten terhadap kritik masyarakat seperti yang disampaikan di medsos bahwa diduga korban mati karena dianiaya polisi, itu adalah salah satu bentuk kritik kepada Polri agar aparaturnya bekerja menurut aturan undang-undang dan HAM," katanya kepada Tribunnews.com, Senin (24/6/2024).

"Jadi jangan diserang orang yang mengkritik lewat medsos," sambungnya.

Sementara, pakar psikologi forensik, Reza Indragiri mengungkapkan pernyataan Suharyono itu dianggapnya bisa memunculkan persepsi upaya menutup-nutupi kesalahan anak buahnya.

"Kapolda juga perlu ekstra hati-hati dalam mengeluarkan pernyataan. Pernyataan yang terkesan defensif akan sangat berisiko dinilai sebagai cara menutup-nutupi kesalahan sejawat atau silence wall atau curtain code," katanya dalam keterangan tertulis pada 24 Juni 2024.

Reza mengatakan seharusnya Polda Sumbar menginisiasi dilakukannya eksiminasi dengan melibatkan masyarakat guna menjembatani komunikasi dengan publik.

Baca juga: Penampakan Pistol yang Digunakan AKP Dadang Iskandar Tembak AKP Ryanto Ulil dan Rumah Dinas Kapolres

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan