Tata Tertib DPR
DPR Banjir Kritik usai Revisi Tatib Bisa Copot Pejabat Negara, Dianggap Tak Paham Tata Negara
DPR mengalami banjir kritik usai merevisi tata tertib DPR dengan menambahkan pasal bisa mengevaluasi hingga mencopot pejabat negara.
Penulis:
Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor:
Yurika NendriNovianingsih
"Atau, ada ukuran pelanggaran hukum. Kalau pelanggaran kinerja kan debatable dan ukurannya jelas," tegas Sugeng.
Sugeng juga menegaskan bahwa jika memang semisal DPR merekomendasikan ada pejabat tinggi negara perlu dicopot seperti Jaksa Agung atau Kapolri, maka hal tersebut dilaporkan kepada Presiden dan bukannya melakukannya sendiri.
Dia menilai ketika aturan ini akhirnya dipraktekan, maka evaluasi atau penilaian terhadap pejabat tinggi negara lebih bersifat politis alih-alih obyektif.
Selain itu, aturan revisi Tatib ini dianggap bakal merusak konstitusi.
"Ini permainan politik. Keputusan-keputusan politik menjadi lebih kuat daripada norma hukum itu sendiri. Ini bisa rusak negara ke depan kalau seperti ini."
"Bisa semau-maunya keputusan politik seakan-akan menjadi hukum yang mengikat dan bahkan melebihi konstitusi," tuturnya.
Lebih lanjut, Sugeng berharap DPR tetap bijaksana dalam menggunakan aturan revisi Tatib tersebut ke depannya.
Dia tidak ingin aturan itu digunakan seenaknya dan semakin banyak muncul keputusan-keputusan politis yang tidak bersifat obyektif dan bukan untuk kepentingan rakyat.
"Kita harus menguatkan kembali jiwa daripada konstitusi tentang Indonesia adalah negara hukum dan bukannya negara kekuasaan."
"Sehingga, ketika politik menjadi panglima, maka akan mengarah menjadi negara kekuasaan yang mengatur sedemikian rupa. Padahal, ada norma-norma yang mengikat yaitu norma hukum yang diutamakan dalam praktek ketatanegaraan kita," tuturnya.
Pakar HTN Sebut Revisi Tatib Salah secara Konseptual
Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti menganggap revisi aturan ini akan berdampak secara lebih jauh.
Dia menilai tidak hanya akan berdampak kepada pemilihan pimpinan lembaga tinggi negara sesuai keinginan DPR, tetapi secara konsep, revisi yang dilakukan sudah salah.
"Buat saya (revisi tatib DPR) bukan sekedar like and dislike. Secara konseptual ini salah," katanya ketika dihubungi, Rabu malam.
Bivitri lantas mencontohkan ketika seorang hakim atau komisioner sudah dipilih, maka yang bersangkutan mengikuti aturan dari lembaga tinggi negara yang dipimpinnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.