Tata Tertib DPR
DPR Banjir Kritik usai Revisi Tatib Bisa Copot Pejabat Negara, Dianggap Tak Paham Tata Negara
DPR mengalami banjir kritik usai merevisi tata tertib DPR dengan menambahkan pasal bisa mengevaluasi hingga mencopot pejabat negara.
Penulis:
Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor:
Yurika NendriNovianingsih
TRIBUNNEWS.COM - Banjir kritik dilontarkan berbagai pihak kepada DPR usai merevisi Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib (Tatib).
Kritik tersebut usai DPR menambahkan satu pasal yaitu Pasal 228A yang dinilai membuat lembaga legislatif tersebut bisa mengevaluasi pejabat negara dan memberikan rekomendasi yang bersifat mengikat.
Berbagai pihak menafsirkan ketika DPR semisal merekomendasikan pemberhentian atau pencopotan terhadap salah satu pejabat negara, maka hal tersebut harus dilakukan oleh lembaga terkait.
Adapun hal tersebut tertuang dalam Pasal 228 A ayat 2 yang berbunyi:
"Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 bersifat mengikat dan disampaikan oleh komisi yang melakukan evaluasi kepada pimpinan DPR untuk ditindaklanjuti sesuai dengan mekanisme yang berlaku," demikian bunyi dari pasal tersebut.
Di sisi lain, penambahan pasal dalam Tatib dinilai bisa merusak ketatanegaraan karena seharusnya aturan tersebut hanya mengikat dalam lingkup internal DPR.
Namun, saat ini usai ada revisi aturan tersebut, maka DPR dianggap bisa mencampuri 'dapur' lembaga negara lain.
Berbagai pihak pun kini mengkritik keras revisi aturan yang disahkan secepat kilat tersebut.
Baca juga: Pakar Hukum Tata Negara Sebut Revisi Tatib DPR Culas, Bivitri Susanti: Ini Melanggar Konstitusi
IPW Anggap DPR 'Ngaco'
Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menganggap revisi Tatib hingga membuat DPR bisa mengevaluasi pejabat negara 'ngaco'.
Menurutnya, aturan Tatib tersebut hanya mengatur internal DPR saja, alih-alih bisa digunakan untuk eksternal.
"Ini menurut IPW ngaco, ya! Kita harus melihat yurisdiksi yang disebut dengan tata tertib, kekuatan berlaku aturan tatib itu hanya berlaku untuk internal DPR RI di dalam mengatur mekanisme kerja mereka," katanya kepada Tribunnews.com, Rabu (5/2/2025).
Sugeng mengatakan memang DPR bisa untuk menyampaikan sebuah rekomendasi kepada mitranya jika dirasa ada yang salah.
Namun, imbuhnya, rekomendasi tersebut tidak bersifat mengikat terhadap mitra yang dievaluasi.
"Misalnya, ada dia (DPR) punya catatan untuk mencopot Jaksa Agung karena dinilai kinerja lemahnya. Kan, harus ada ukuran bukan penilaian politis."
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.