Senin, 22 September 2025

Kasus Korupsi Minyak Mentah

Sudirman Said Soroti Wakil Kepala BPKP Rangkap Komisaris Pertamina Patra Niaga: Enggak Boleh Terjadi

Sudirman Said menyoroti adanya Wakil Kepala BPKP yang merangkap jabatan sebagai komisaris Pertamina Patra Niaga. Dia mengatakan harusnya tak terjadi.

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
SUDIRMAN SAID - Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menjawan pertanyaan saat wawancara khusus dengan Tribunnews di Kantor Tribun Network, Jakarta, Selasa (11/6/2024). Sudirman Said menyoroti adanya Wakil Kepala BPKP yang merangkap jabatan sebagai komisaris Pertamina Patra Niaga. Dia mengatakan harusnya tak terjadi. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Said mengungkapkan praktek korupsi semacam ini akan hilang jika adanya kepemimpinan yang baik dari pihak-pihak terkait yang berkecimpung di dunia migas.

Bahkan, kepemimpinan yang baik itu juga harus dimiliki oleh Presiden Prabowo Subianto untuk memberantas mafia migas.

"Kuncinya di clean leadership atau kepemimpinan yang bersih dan tidak ada interest yang kemudian menggunakan seluruh kekuatannya untuk melakukan pembersihan atau reform," pungkasnya.

"Bicara kepemimpinan itu berlapis-lapis. Dari anak perusahaan yang mengerjakan itu di induk perusahaannya. Di Kementerian BUMN, ESDM, dan sampai ke Kantor Presiden," sambung Said.

Ada 9 Tersangka Kasus Korupsi Minyak Mentah, Ini Perannya

TERSANGKA KORUPSI PERTAMAX - (Kiri ke kanan atas) Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya; VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne; dan Dirut PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan. (Kiri ke kanan bawah) Direktur Optimasi Feedstock & Produk PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin; VP Feedstock PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono; dan Dirut PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi. Keenam petinggi Pertamina ini telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi tata kelola minyak mentah di Pertamina periode 2018-2023. Akibat perbuatan mereka, negara merugi hingga Rp193,7 triliun.
TERSANGKA KORUPSI PERTAMAX - (Kiri ke kanan atas) Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya; VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne; dan Dirut PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan. (Kiri ke kanan bawah) Direktur Optimasi Feedstock & Produk PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin; VP Feedstock PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono; dan Dirut PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi. Keenam petinggi Pertamina ini telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi tata kelola minyak mentah di Pertamina periode 2018-2023. Akibat perbuatan mereka, negara merugi hingga Rp193,7 triliun. (Kolase Tribunnews.com: Dok. Pertamina)

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus mega korupsi ini.

Adapun perannya adalah Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga, Riva bersama Direktur Feedstock and Product Optimization PT Pertamina International, Sani Dinar Saifuddin, dan Vice President (VP) Feedstock Management PT Kilang Pertamina International, Agus Purwono, memenangkan DMUT/broker minyak mentah dan produk kilang yang diduga dilakukan secara melawan hukum.

Sementara itu, tersangka DW dan GRJ melakukan komunikasi dengan tersangka Agus untuk memperoleh harga tinggi (spot) pada saat syarat belum terpenuhi dan mendapatkan persetujuan dari SDS untuk impor produk kilang.

Adapun DW atau Dimas Werhaspati adalah Komisaris PT Navigator Katulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim.

Sementara, GRJ atau Gading Ramadhan Joedoe selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Riva kemudian melakukan pembelian untuk produk Pertamax (RON 92). 

Namun, sebenarnya, hanya membeli Pertalite (RON 90) atau lebih rendah. Kemudian, Pertalite tersebut di-blending di Storage/Depo untuk menjadi RON 92. 

Padahal, hal tersebut tidak diperbolehkan. 

Selanjutnya, pada saat telah dilakukan pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang, diperoleh fakta adanya mark up kontrak shipping yang dilakukan Yoki Firnandi selaku Dirut PT Pertamina International Shipping.

"Pada saat kebutuhan minyak dalam negeri mayoritas diperoleh dari produk impor secara melawan hukum, maka komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan HIP (Harga Indeks Pasar) Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk dijual kepada masyarakat menjadi mahal/tinggi."

"Sehingga dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun dari APBN."

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan