Sabtu, 13 September 2025

RUU KUHAP

Pasal Krusial yang Dibahas dalam RUU KUHAP oleh Komisi III: Penghinaan Presiden hingga soal Advokat

Berikut beberapa pasal krusial yang dibahas dalam RUU KUHAP oleh Komisi III DPR dalam rapat pada Senin kemarin. Salah satunya soal penghinaan presiden

Tribunnews.com/ Chaerul Umam
REVISI KUHAP - Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia Suara Advokat Indonesia (Peradi SAI) Juniver Girsang, mengusulkan larangan publikasi atau liputan langsung terhadap proses persidangan di ruang sidang pengadilan.  Hal itu disampaikannya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (24/3/2025). Berikut beberapa pasal krusial yang dibahas dalam RUU KUHAP oleh Komisi III DPR dalam rapat pada Senin kemarin. Salah satunya soal tindak pidana penghinaan presiden yang bisa diselesaikan melalui restorative justice. 

4.Tersangka Diperiksa Penyidik Tak Wajib Direkam CCTV

RDPU yang digelar kemarin turut membahas terkait Pasal 31 ayat 2 RUU KUHAP yang mengatur penggunaan kamera pengawas atau CCTV saat penyidik melakukan pemeriksaan terhadap tersangka.

Namun, dalam klausul dari draf tersebut, tidak ada ketentuan yang mewajibkan penggunaan CCTV saat pemeriksaan terhadap tersangka.

"Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat direkam dengan menggunakan kamera pengawas selama pemeriksaan berlangsung," bunyi pasal tersebut.

Namun, Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur mengkritik terkait klausul tersebut.

Isnur mengatakan permasalahan lain juga terjadi ketika perekaman tidak diwajibkan ketika pemeriksaan tersangka yaitu tidak terwujudnya prinsip check and balance.

Dia menegaskan seharusnya rekaman CCTV dikelola oleh lembaga yang tidak terlibat perkara.

"Sebab rekaman tersebut merupakan bukti yang harus bisa diakses baik oleh penuntut umum maupun tersangka jika membutuhkan. Yang jelas, jangan sampai rekamannya dikuasai hanya oleh penyidik, dan tanpa pengawasan," katanya pada Minggu (23/3/2025), dikutip dari Kompas.com.

Isnur juga menyoroti masih adanya masalah penyiksaan dan kekerasan harus dicegah secara sistemik melalui checks and balances sejak awal penangkapan dan penahanan. 
Isnur menyebutkan, sistem tersebut harus dilakukan oleh lembaga yang independen dan imparsial, yakni pengadilan. 

"Sedangkan, dalam RUU KUHAP masih belum ada mekanisme yang mengatur kewajiban untuk menghadirkan orang yang ditangkap agar secara otomatis dibawa ke hadapan hakim setelah misalnya 48 jam ditangkap, untuk ditinjau proses penangkapan yang telah dilakukan dan kemudian ditentukan perlu tidaknya penahanan," pungkasnya.

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Fahmi Ramadhan)(Kompas.com/Rahel Narda Chaterine/Nicholas Ryan Aditya)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan