Revisi UU TNI
Koalisi Masyarakat Sipil Bakal Ajukan Uji Materi UU TNI ke Mahkamah Konstitusi
Revisi UU TNI di DPR dan JR UU TNI di MK Oleh Prajurit TNI: Legalisasi Arus Balik Reformasi Militer
Editor:
Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menyampaikan beberapa sikap terkait pengesahan Revisi UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI), di sidang Paripurna DPR RI, Kamis (20/3/2025).
UU TNI menjadi sorotan luas karena memicu penolakan dari berbagai elemen masyarakat.
Proses pengesahan ini dianggap menambah daftar panjang preseden buruk dalam proses legislasi di Indonesia, yang dianggap terburu-buru dan tidak melibatkan partisipasi publik yang memadai.
Koalisi yang terdiri dari berbagai organisasi dan elemen masyarakat sipil menilai bahwa pengesahan revisi UU TNI tersebut mengabaikan prinsip-prinsip yang seharusnya dijadikan dasar dalam penyusunan undang-undang.
Koalisi juga menilai terdapat banyak masalah substantif dalam isi perubahan undang-undang tersebut.
Penolakan terhadap revisi ini bahkan menggema di berbagai kota di Indonesia, meskipun respons yang diterima oleh masyarakat adalah tindakan represif dari aparat keamanan.
Ada beberapa poin penting yang disampaikan Koalisi terkait revisi UU TNI ini:
Pertama, revisi UU TNI dinilai bermasalah secara formil. Pembahasannya dilakukan dengan sangat cepat dan terburu-buru, tanpa memberi ruang yang cukup bagi masyarakat untuk berpartisipasi secara signifikan.
Dialog dengan berbagai elemen masyarakat, seperti akademisi dan organisasi sipil, seharusnya menjadi kesempatan untuk membuka ruang diskusi lebih luas.
Namun, pembahasan revisi ini justru dilakukan secara tertutup, di hotel, dan bahkan di hari libur.
Hal ini menunjukkan rendahnya komitmen DPR RI terhadap transparansi dan keterbukaan, serta mengabaikan partisipasi publik dalam proses penyusunan regulasi yang sangat berdampak pada tata kelola pertahanan negara.
Kedua, revisi UU TNI ini dinilai tidak fokus pada isu-isu krusial yang seharusnya menjadi perhatian dalam mendorong transformasi TNI menuju organisasi yang lebih profesional.
Sebagai contoh, revisi ini tidak menyentuh agenda-agenda penting, seperti reformasi peradilan militer, penyusunan RUU Tugas Perbantuan Militer, modernisasi alat utama sistem senjata (Alutsista), kesejahteraan prajurit, dan masalah transparansi serta akuntabilitas dalam TNI.
Sebaliknya, revisi ini justru memperluas peran TNI di bidang sipil, dengan mengatur penempatan TNI di jabatan sipil, serta memperlebar kewenangan OMSP (Operasi Militer Selain Perang) yang dianggap terlalu luas dan kabur.
Koalisi juga mengungkapkan kekhawatiran terhadap upaya memperluas peran TNI di ranah sipil melalui judicial review (JR) terhadap UU TNI yang diajukan oleh Kolonel Sus Prof. Dr. Mhd. Halkis, M.H., yang juga seorang pengajar di Universitas Pertahanan.
Meskipun hak untuk mengajukan JR adalah hak konstitusional warga negara, namun permohonan tersebut berpotensi menjadi langkah mundur dalam reformasi militer di Indonesia.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penegakan Hukum
judicial review
UU TNI
Mahkamah Konstitusi
revisi UU TNI
TNI
sipil
Revisi UU TNI
Ketua MK Tegur DPR Sebab Terlambat Menyampaikan Informasi Ahli dalam Sidang Uji Formil UU TNI |
---|
MK Minta Risalah Rapat DPR saat Bahas RUU TNI, Hakim: Kami Ingin Membaca Apa yang Diperdebatkan |
---|
Cerita Mahasiswa UI Penggugat UU TNI: Dicari Babinsa Hingga Medsos Diserang |
---|
Pakar Tegaskan Mahasiswa hingga Ibu Rumah Tangga Punya Legal Standing untuk Gugat UU TNI |
---|
Bivitri Susanti Soroti Tekanan Terhadap Mahasiswa Pemohon Uji Formil UU TNI: Kemunduruan Demokrasi |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.