Kamis, 21 Agustus 2025

Pemain Sirkus dan Kehidupannya

Kisah Pilu Mantan Pemain Sirkus OCI: Sampai Sekarang Saya Tidak Tahu Siapa Orang Tua Saya

Lisa mengungkap kisah masa kecilnya yang penuh kekerasan di lingkungan Oriental Circus Indonesia (OCI) Taman Safari Indonesia, Cisarua, Bogor. 

|
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Adi Suhendi
Tribunnews/JEPRIMA
PEMAIN SIRKUS OCI - Pemain sirkus dari Oriental Circus Indonesia (OCI) di Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (12/12/2018). Lisa mengungkap kisah masa kecilnya yang penuh kekerasan di lingkungan Oriental Circus Indonesia. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Lisa mengungkap kisah masa kecilnya yang penuh kekerasan di lingkungan Oriental Circus Indonesia (OCI) Taman Safari Indonesia, Cisarua, Bogor

Ia mengaku diambil dari keluarganya sejak kecil oleh pemilik sirkus, dipaksa hidup dalam karavan, kehilangan hak atas pendidikan, hingga tidak pernah memiliki identitas resmi.

Lisa menceritakan, peristiwa itu terjadi sekitar tahun 1976.

Saat itu, ia dijemput seseorang bernama Jansen yang juga Pemilik OCI Taman Safari Indonesia dan langsung dibawa ke lingkungan sirkus.

“Saya diambil dari keluarga oleh Pak Jansen dan istri. Saya nggak ngerti ada negosiasi seperti apa. Saya cuma tahu saya dibawa naik mobil, lalu ke sirkus. Saya takut lihat banyak anak kecil, saya menangis minta pulang, tapi nggak dikasih,” kata Lisa dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi XIII DPR RI, Rabu (23/4/2025).

Baca juga: Kuasa Hukum Eks Pemain Sirkus: Perbudakan OCI Adalah Sejarah Kelam, Harus Segera Diakhiri!

Lisa mengaku ditempatkan dalam karavan gelap dan mulai dilatih keesokan harinya.

Sejak saat itu, kekerasan menjadi bagian dari kehidupannya sehari-hari. 

Ia dipukul, ditendang, hingga dilempar sandal jika dianggap melakukan kesalahan dalam latihan.

Baca juga: Legislator PDIP Desak Penyelesaian Adil untuk Eks Pemain Sirkus OCI

Setelah bertahun-tahun tinggal di OCI, Lisa dipindahkan ke Taman Safari Indonesia sekitar usia remaja.

Alih-alih mendapatkan kehidupan lebih baik, Lisa justru mengaku mengalami penyiksaan yang lebih parah.

“Saya pikir hidup saya akan lebih baik di sana. Tapi ternyata lebih keras lagi. Saya pernah melarikan diri karena nggak tahan, tapi ditangkap security. Di jalan saya dipukuli, dikata-katain kasar seperti binatang. Sampai rumah, saya dimasukin ke kantor, lalu disetrum pakai alat setrum gajah,” ujarnya.

Lisa mengatakan penyetruman juga dilakukan di bagian tubuh sensitif, yang membuatnya jatuh lemas.

Ia sempat dipasung selama dua minggu setelah kejadian itu.

Setelah dibebaskan, Lisa kembali menjalani latihan sirkus seperti biasa. 

Ia juga berulang kali meminta bertemu keluarganya dan mendapatkan identitas, namun tak pernah diberi. 

Lisa bahkan mengaku pernah diberi tahu bahwa dirinya adalah anak yang dijual.

“Saya minta akta, KTP, tapi nggak pernah dikasih. Katanya saya anak yang dijual. Sampai sekarang saya nggak tahu siapa orang tua saya. Identitas saya pun nggak ada,” ungkap Lisa.

Selain kekerasan dan kehilangan identitas, Lisa juga menyebut dirinya tidak pernah mendapat pendidikan formal. 

Ia hanya diajari menulis dan berhitung secara terbatas karyawan sirkus.

Setiap hari, sejak usia dini, ia harus bangun pagi untuk latihan, menjalani rutinitas keras, dan tampil di pertunjukan sirkus dua kali sehari. 

Tidak ada waktu untuk bermain layaknya anak-anak pada umumnya.

“Saya keluar dari sirkus setelah umur 19 tahun. Saya minta izin baik-baik, tapi tetap tidak dikasih identitas. Dibilang, saya yang memelihara kamu, kok kamu yang ambil,” kata Lisa.

Sebelumnya, Pemilik sekaligus Direktur Taman Safari Indonesia (TSI) Group, Jansen Manansang, membantah keras tuduhan adanya penyiksaan dan pelanggaran HAM terhadap pemain Oriental Circus Indonesia (OCI) yang beroperasi di kawasan Taman Safari. 

Ia menegaskan, kasus ini sejatinya pernah diinvestigasi oleh Komnas HAM sejak tahun 1997 dan hasilnya menyatakan tidak ditemukan penyiksaan.

“Pada tahun 1997 memang terdapat adanya pelaporan Komnas HAM terkait dengan pelanggaran (HAM) anak-anak pemain sirkus, termasuk penganiayaan dan menyiksa pemain sirkus di lingkungan Oriental,” ujar Jansen dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi III DPR RI pada Senin (21/4/2025).

Menurutnya, Komnas HAM saat itu membentuk tim pencari fakta yang melakukan penyelidikan, termasuk wawancara dengan pihak pengelola, pengacara, pelapor, dan juga kunjungan langsung ke lokasi sirkus.

"Dari Komnas HAM melakukan investigasi dengan membentuk tim pencari fakta untuk menyelidiki laporan-laporan kasus tersebut,” kata Jansen.

Hasil penyelidikan itu, lanjut Jansen, kemudian dituangkan dalam rekomendasi resmi dari Komnas HAM yang menyebut tidak ada penyiksaan terhadap pemain sirkus.

“Dalam rekomendasi tersebut, yaitu tertuang bahwa tidak ada penganiayaan dan penyiksaan,” tegasnya.

Tak hanya itu, Jansen juga menyebut bahwa pihak Oriental Circus Indonesia telah melaksanakan semua rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM, termasuk soal pendidikan anak-anak pemain sirkus.

“Oriental Circus menjadikan sekolah pendidikan, karyawannya diganti dengan privat, bawa guru, bawa keliling yang berpindah-pindah supaya masuk ke sekolah normal. Itulah rekomendasi Komnas HAM,” paparnya.

Ia menegaskan bahwa investigasi ini sudah berlangsung secara menyeluruh, dan seluruh proses hukum serta pemenuhan HAM telah dilakukan sejak lama.

“Kami anggap itu sudah melakukan segala yang sudah direkomendasikan dari Komnas HAM. Adapun bahwa semua yang kejadian ini telah diperiksa dan diinvestigasikan dan ditindaklanjuti,” ujarnya.

Jansen menyampaikan bahwa dirinya telah memasuki usia 83 tahun dan meminta waktu untuk memeriksa kembali dokumen-dokumen lama terkait kasus ini.

“Saya mohon izin untuk memeriksa file-file itu. Saya meminta rekan-rekan untuk menjawab pertanyaan dan juga teman-teman dari sirkus, agar pimpinan Komisi III yang terhormat bisa mengerti,” kata Jansen.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan