Jumat, 15 Agustus 2025

Dede Yusuf Ingatkan Pemerintah Tidak Gegabah Sikapi Usulan Solo Jadi Daerah Istimewa

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf, menegaskan bahwa usulan status daerah istimewa maupun pemekaran wilayah harus dipertimbangkan secara matang.

Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Adi Suhendi
Tribunnews.com/ chaerul Umam
DAERAH ISTIMEWA - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/3/2024). Ia menegaskan bahwa usulan status daerah istimewa maupun pemekaran wilayah harus dipertimbangkan secara matang. 

Dede Yusuf menilai pemerintah perlu mengevaluasi secara menyeluruh dampak pemekaran terdahulu seperti di Papua

Evaluasi itu, lanjut dia, penting sebelum memutuskan apakah moratorium akan dicabut atau tetap diberlakukan.

“Kita evaluasi setiap setahun, dua tahun. Contohnya Papua, ada DOB luar biasa. Kita lihat, apakah terjadi peningkatan kesejahteraan, ekonominya tumbuh, ASN-nya berjalan baik. Itu semua harus jadi pelajaran,” katanya.

Sebelumnya, wacana menjadikan Solo sebagai Daerah Istimewa mencuat di rapat Komisi II DPR RI bersama Kementerian Dalam Negeri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/4/2025).

Dirjen Otonomi Daerah, Akmal Malik, menyebut ada enam wilayah yang mengajukan diri menjadi daerah istimewa, salah satunya Surakarta.

Akmal membeberkan tumpukan usulan yang masuk ke Kemendagri, termasuk 42 pengajuan pembentukan provinsi, 252 kabupaten, 36 kota, hingga permintaan status khusus dan istimewa.

“Per April 2025, ada enam wilayah yang meminta status daerah istimewa dan lima wilayah minta status daerah khusus. Ini PR besar yang harus dibicarakan bersama DPR karena menyangkut amanat undang-undang,” kata Akmal.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Aria Bima, mengakui adanya dorongan dari sejumlah pihak untuk menjadikan Solo sebagai Daerah Istimewa Surakarta. 

Namun, hal tersebut perlu pertimbangan yang sangat matang.

“Usulan Solo jadi daerah istimewa itu memang ada. Tapi kita harus hati-hati. Jangan sampai pemberian status keistimewaan malah menimbulkan rasa ketidakadilan bagi daerah lain,” jelasnya.

Aria mengingatkan bahwa setiap pemberian status khusus atau istimewa harus berdiri di atas dasar historis, administratif, dan kebudayaan yang kuat. 

Namun, juga tidak menyinggung rasa keadilan antar wilayah.

“Memang Solo punya rekam jejak historis, dari zaman perjuangan melawan penjajah sampai kekayaan budayanya. Tapi relevansinya untuk saat ini apa? Solo sekarang sudah jadi kota dagang, kota industri, kota pendidikan. Solo sama aja dengan Papua atau daerah lain,” tegasnya.

Menurut Aria, Komisi II belum melihat urgensi untuk membahas usulan status istimewa sebagai prioritas legislatif.

“Komisi II sejauh ini tidak terlalu tertarik membahas status daerah istimewa sebagai sesuatu yang penting atau mendesak. Fokus kita masih pada hal-hal yang lebih substansial,” pungkasnya.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan