Revisi KUHP dan KUHAP
Kompolnas Sebut Revisi KUHAP Harus Berlandaskan Prinsip HAM
Choirul Anam menyampaikan, revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) harus berlandaskan prinsip-prinsip HAM.
Penulis:
Ibriza Fasti Ifhami
Editor:
Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner Kompolnas, Choirul Anam, menyampaikan, revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) harus berlandaskan prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM).
Hal ini disampaikan eks Komisioner Komnas HAM itu, dalam diskusi publik yang digelar Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) bertajuk 'Revisi KUHAP dan Ancaman Pidana: Ruang Baru Abuse of Power?', di Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (2/5/2025).
“Saya tidak hanya bicara sebagai Kompolnas, tapi juga sebagai mantan Komisioner Komnas HAM, karena KUHAP itu napasnya harus napas hak asasi manusia,” ucap Anam, Jumat malam.
Anam menilai, sejak awal, hukum acara pidana dirancang untuk memastikan agar proses penegakan hukum tidak dilakukan semena-mena.
Selain itu, aturan acara pidana tersebut juga harus tetap melindungi hak-hak semua pihak, baik korban, saksi, maupun tersangka.
Hal ini, katanya, mengingat kewenangan lembaga penegak hukum yang dapat merampas hak individu.
“Karena esensinya penggunaan kewenangan penegakan hukum itu bisa merampas hak orang, maka harus ada kontrol yang ketat,” jelasnya.
Baca juga: Abdul Chair Ramadhan Sebut Perubahan KUHAP Harus Segera Dilakukan, Ini Alasannya
Ia kemudian menyoroti sejumlah klausul dalam draft revisi KUHAP yang dinilainya cukup positif dari sudut pandang HAM.
Beberapa di antaranya, yakni soal pengaturan khusus bagi kelompok rentan seperti perempuan, penyandang disabilitas, dan lansia yang sebelumnya belum diakomodasi dalam KUHAP lama.
“Misalnya soal bagaimana menghadapi perempuan sebagai saksi atau tersangka, itu ada. Teman-teman disabilitas juga diatur, walaupun tidak rigid,” tutur Anam.
“Lansia juga demikian. Ini lumayan, meski masih perlu diperkuat," tambahnya.
Selanjutnya, Anam menyoroti perubahan aturan terkait mekanisme gelar perkara, yang saat ini melibatkan penuntut umum dan jaksa pengawas sejak tahap awal.
Ia menilai, hal itu penting untuk memastikan proses yang cepat dan akuntabel.
“Prinsip utama dalam hukum pidana itu harus cepat, karena bersinggungan langsung dengan hak kebebasan seseorang,” ujarnya.
Baca juga: Soal Revisi KUHAP, IAW Kritik Penghapusan Kewenangan Kejaksaan Sidik Perkara Korupsi
Dia menekankan, keterlambatan dalam proses penanganan perkara bisa berakibat fatal terhadap reputasi maupun kebebasan individu.
Lebih lanjut, ia mengingatkan dalam praktiknya, perubahan sistem belum tentu langsung berdampak, namun aturan yang menjunjung prinsip-prinsip HAM harus tetap diutamakan.
“Nah soal nanti praktiknya, enggak cepat-cepat ya itu soal praktik. Tapi dalam sistem memang harus cepat, karena itu akan merampas hak orang," imbuh Anam.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.