Sabtu, 6 September 2025

Kasus di PT Sritex

Pemerintah Tegaskan Komitmen Pemerintah dalam Pemberantasan Kasus Korupsi Sritex

Menteri Sekretaris Negara minta Kejagung tak pandang bulu dalam menangani kasus dugaan korupsi yang melibatkan PT Sritex.

Penulis: Rifqah
Editor: timtribunsolo
dok. Kompas.id
KORUPSI SRITEX - Suasana kompleks PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis (24/10/2024). Menteri Sekretaris Negara minta Kejagung tak pandang bulu dalam menangani kasus dugaan korupsi yang melibatkan PT Sritex. 

TRIBUNNEWS.COM - Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menegaskan pentingnya Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk tidak pandang bulu dalam menangani kasus dugaan korupsi yang melibatkan PT Sritex.

Pernyataan ini disampaikan di Kompleks Istana Presiden Jakarta, menegaskan komitmen pemerintah di bawah Presiden Prabowo Subianto dalam memberantas korupsi.

Komitmen Pemerintah dalam Pemberantasan Korupsi

Prasetyo menekankan bahwa kasus Sritex adalah indikasi nyata dari upaya pemerintah untuk menegakkan hukum.

“Masalah Sritex tentu itu yang pertama adalah membuktikan, bahwa kita betul-betul sekali lagi bekerja keras untuk menegakkan pemberantasan terhadap tindak-tindak pidana, terutama salah satunya tindak pidana korupsi,” kata Prasetyo, di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Jumat (23/5/2025), dilansir KompasTV.

“Dalam kasus Sritex itulah yang membuktikan bahwa siapapun itu, tidak memandang bulu teman-teman Kejaksaan, kalau buktinya kuat ya ditindak,” ujarnya.

Ia juga menyoroti dampak negatif dari penyelewengan yang terjadi, yang merugikan hampir 10.000 karyawan Sritex.

“Akibat ekonominya juga ini banyak, industri tekstil kita dianggap sedang bermasalah dan seterusnya, padahal ternyata ada faktor juga dari sisi manajemen pemiliknya yang seperti ini,” ujar Prasetyo. 

“Yang kedua juga ini menjadi alarm juga bagi kita, bahwa kita mendapatkan fakta ternyata banyak juga, dalam tanda kutip ya, oknum-oknum dari perbankan kita yang menyalahgunakan kewenangannya dengan memberikan kredit ke perusahaan yang tidak seharusnya,” ucapnya.

Tindakan Kejagung terhadap Tersangka

Kejagung telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini, yaitu Iwan Setiawan Lukminto selaku Komisaris Utama PT Sritex, serta dua mantan petinggi bank BUMD, Zainuddin Mappa dan Dicky Syahbandina.

Mereka dijerat dengan Pasal ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Negara diduga mengalami kerugian keuangan sebesar Rp692.987.592.188,00 dari total nilai outstanding atau tagihan yang belum dilunasi sebesar Rp3.588.650.880.028,57.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menyatakan bahwa saat ini penyidik sedang mendalami keterkaitan antara aliran kredit yang disalahgunakan dengan kepailitan perusahaan. 

“(Masih didalami) apakah berkaitan antara penggunaan-penggunaan uang yang tidak sebagaimana mestinya, termasuk dari pemberian kredit yang sudah diberikan berbagai bank."

"Karena tidak dipergunakan sebagaimana mestinya, akhirnya mengakibatkan perusahaan tidak sehat dan melakukan PHK,” ujar Harli Siregar, saat ditemui di Kejaksaan Agung, Jumat (23/5/2025), dilansir Kompas.com.

Diketahui bahwa kredit yang diberikan oleh bank justru disalahgunakan oleh Iwan Setiawan Lukminto

Penyidik pun masih mendalami terkait aliran kredit sebesar Rp692 miliar yang disalahgunakan oleh Iwan Setiawan Lukminto, yang pada saat itu masih menjabat sebagai Direktur Utama Sritex.

Hingga saat ini, Sritex tidak dapat melakukan pembayaran karena sudah dinyatakan pailit sejak Oktober 2024 lalu. 

Penyalahgunaan Dana Kredit

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa Iwan Setiawan diduga menyalahgunakan dana kredit bank untuk membayar utang dan membeli aset tidak produktif, bukan untuk modal kerja Sritex.

Padahal, dalam perjanjiannya, dana kredit itu semestinya diperuntukkan untuk modal kerja di PT Sritex.

Sehingga, penggunaan dana kredit itu tidak sesuai akad atau perjanjian dengan pihak bank.

"Tetapi berdasarkan hasil penyidikan hang tersebut tidak digunakan untuk modal kerja, tapi digunakan untuk membayar utang dan membeli aset yang tidak produktif," jelas Qohar.

"Ada di beberapa tempat, ada yang di Jogja, ada yang di Solo. Jadi nanti pasti akan kita sampaikan semuanya," imbuhnya.

Kejagung mencatat bahwa kredit macet dari Sritex telah mencapai Rp3,58 triliun, dengan dua bank daerah terlibat dalam pemberian kredit yang melanggar hukum.

"Penyidik memperoleh alat bukti yang cukup telah terjadi tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit dari beberapa bank pemerintah kepada PT Sritex Rejeki Isman Tbk, dengan nilai total tagihan yang belum dilunasi hingga Oktober 2024 Rp3.588.650.808.28,57," kata Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Kejagung, Rabu (21/5/2025).

Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah (Bank Jateng) diketahui memberikan kredit sebesar Rp395.663.215.800.

Sementara itu, Himpunan Bank Negara (Himbara) yang terdiri dari tiga bank BUMN, juga memberikan kredit dengan total keseluruhan kredit mencapai Rp2,5 triliun. 

Adapun, status kedua bank tersebut masih sebatas saksi. 

Berbeda dengan dua bank daerah yang sudah ditemukan ada tindakan melawan hukumnya.

Kejagung menyebutkan, dua bank daerah itu telah memberikan kredit hingga senilai Rp692.980.592.188. 

Rinciannya, bank daerah pertama memberikan kredit sebesar Rp543.980.507.170. Sementara, dari bank daerah kedua memberikan kredit sebesar Rp149.007.085.018,57.

Angka pinjaman Rp692 miliar inilah yang ditetapkan sebagai kerugian keuangan negara karena macet pembayaran. 

Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan