Jimly Asshiddiqie Usul Bentuk Mahkamah Etika Nasional Agar Komisi Yudisial Lebih Berguna
Guru Besar Hukum Tata Negara sekaligus mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie mengusulkan pembentukan Mahkamah Etika Nasional (MEN)
Penulis:
Mario Christian Sumampow
Editor:
Adi Suhendi
TRIBUNNWES.COM, JAKARTA - Guru Besar Hukum Tata Negara sekaligus mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie mengusulkan pembentukan Mahkamah Etika Nasional (MEN) sebagai puncak sistem etika nasional.
Menurutnya, lembaga itu penting untuk memperkuat peran Komisi Yudisial (KY) agar tidak hanya menjadi institusi pelengkap dalam proses seleksi hakim agung.
“Kita perlu membangun sistem etika terpadu, berpuncak pada Mahkamah Etika Nasional sekaligus memperbaiki kedudukan Komisi Yudisial supaya berguna,” kata Jimly dalam diskusi daring Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Rabu (11/6/2025).
Jimly menilai, fungsi KY saat ini terlalu sempit jika hanya terbatas pada pengusulan hakim agung dan pengawasan etik hakim.
Ia menyayangkan anggaran negara yang besar untuk KY namun tak berbanding lurus dengan fungsi strategisnya.
Baca juga: Jimly Asshiddiqie Dukung Perluas Kewenangan DKPP: Tangani Etik Peserta Pemilu
“Kalau sekadar rutin pekerjaannya mengusulkan pengangkatan hakim agung, waduh sayang itu negara membuat komisi yang namanya KY,” ujar Ketua MK periode pertama itu.
Dalam usulannya, Jimly menyebut KY seharusnya diberi tugas lebih luas.
Bukan hanya menegakkan kehormatan dan perilaku hakim, tetapi juga martabat dan perilaku seluruh pejabat negara.
Baca juga: Jimly Asshiddiqie Sebut Prabowo Akan Lindungi Gibran dari Upaya Pemakzulan, Ini Alasannya
“Jadi semua pejabat negara harus ditangani oleh KY. Tapi dia tidak memutus. Yang memutus final dan mengikat pada tingkat terakhir adalah MEN,” katanya.
Jimly menyebut DKPP menjadi pelopor gagasan pembentukan Mahkamah Etika Nasional.
Ia mengatakan DKPP telah menggagas kerja sama dengan KY dan MPR dalam menyelenggarakan Konvensi Nasional Etika Berbangsa yang sudah dilakukan tiga kali.
“Saya harapkan ini diteruskan. Saya sudah bilang sama pimpinan MPR yang lama dan yang sekarang pun. Bila perlu, anggaran duitnya banyak di MPR sana, untuk menghidupkan terus semangat menata sistem etika berbangsa dan bernegara,” ucap Jimly.
Ia menambahkan, ide ini bukan bagian dari kepentingan politik jangka pendek, melainkan agenda peradaban jangka panjang yang layak didorong terus-menerus oleh semua pemangku kepentingan.
“Ini tidak ada kaitannya dengan politik jangka pendek. Maka mungkin sekali para pemimpin, tokoh-tokoh yang sedang duduk di singgasana tidak terlalu tertarik. Tapi ini menyangkut jangka panjang, membenahi peradaban bangsa,” tegasnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.