Rabu, 27 Agustus 2025

Hasto Kristiyanto dan Kasusnya

Eks Hakim MK di Sidang Hasto: Perkara yang Telah Berkekuatan Hukum Tetap Tak Bisa Dipersoalkan Lagi

Eks hakim MK di sidang Hasto Kristiyanto perkara yang telah berkekuatan hukum tetap tak bisa dipersoalkan lagi.

Penulis: Fahmi Ramadhan
Editor: Endra Kurniawan
Tribunnews.com/ Fahmi Ramadhan
SIDANG HASTO - Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi Maruarar Siahaan dihadirkan sebagai ahli oleh tim kuasa hukum Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dalam Sidang Kasus suap dan perintangan penyidikan perkara Harun Masiku di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (19/6/2025). Dalam sidang, Maruarar Siahaan mengatakan perkara yang telah berkekuatan hukum tetap tak bisa dipersoalkan lagi. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Maruarar Siahaan menyebut semua hal yang tertera pada putusan peradilan yang telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah merupakan suatu kebenaran dan harus ditindaklanjuti.

Selain itu kata dia, karena putusan suatu perkara itu sudah berkekuatan hukum tetap maka hal itu sudah tidak bisa lagi dipersoalkan di kemudian hari.

Pernyataan tersebut disampaikan Maruarar saat dihadirkan sebagai ahli oleh kubu Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dalam sidang kasus dugaan suap pengurusan pergantian antara waktu (PAW) DPR periode 2019-2024 dan perintangan penyidikan Harun Masiku di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (19/6/2025).

Awalnya kuasa hukum Hasto, Ronny Talapessy menyinggung soal asas kepastian hukum. Kemudian, meminta Maruarar Siahaan menjelaskan mengenai asas Res Judicata Pro Veritate Habetur.

"Saudara ahli, bahwa saya ingin menanyakan dari pandangan ahli, bahwa mengenai Asas Res Judicata Pro Veritate Habetur, putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dianggap benar dan mengikat. Bisa saudara ahli sedikit jelaskan kepada kita?," tanya Ronny di ruang sidang.

"Res Judicata artinya bahwa putusan yang sudah berkekuatan, Asas Res Judicata Pro Veritate Habetur, itu putusan isinya itu adalah dianggap kebenaran," jawab Maruarar.

Kemudian ucap Maruarar, pada asas tersebut semua isi yang ada pada putusan putusan inkrah dapat disebut sebagai kebenaran. Sehingga tak diperbolehkan dipermasalahkan di kemudian hari.

Baca juga: Mantan Hakim MK di Sidang Hasto: SOP Lembaga Tak Boleh Lebih Tinggi dari Peraturan Undang-Undang

"Sejauh mana putusan itu dianggap kebenaran? Tentu menyangkut semua isi yang ada di situ, menyangkut juga semua diktumnya, tapi juga menyangkut fakta-fakta yang ada di dalam putusan itu," sebutnya.

"Dia menjadi suatu dianggap kebenaran, tidak boleh lagi dipersoalkan ketika ada di kemudian hari, ada sesuatu masalah yang menyebabkan itu akan diangkat kembali," sambung Maruarar.

Asas Res Judicata itu juga mengikat kepada seluruh pihak yang disebutkan dalam perkara yang telah berkekuatan hukum tetap. Contohnya dalam putusan pidana, yakni terdakwa, penyidik, penuntut umum, penyelidik, hingga negara.

"Saya kira akan mengikat, dan res judicata termasuk atau seluruh isinya, diktumnya, data-data nya itu harus diterima sebagai kebenaran. Itu yang saya pahami tentang res judicata yang juga dipegang teguh dalam yurisprudensi Mahkamah HAM eropa juga," pungkasnya.

Dakwaan Hasto Kristiyanto

Seperti diketahui Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dalam kepengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku.

Adapun hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan berkas dakwaan Hasto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (14/3/2025).

"Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu," kata Jaksa KPK Wawan Yunarwanto.

Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa bersama-sama dengan orang kepercayaannya, yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 ribu Dollar Singapura (SGD) kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

Uang tersebut diberikan kepada Wahyu agar KPU bisa mengupayakan menyetujui pergantian calon anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

Baca juga: Jadi Ahli di Sidang Hasto, Mantan Hakim MK Ibaratkan Alat Bukti Tak Sah Layaknya Pohon Beracun

SIDANG HASTO - Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto saat ditemui disela-sela sidang kasus suap dan perintangan penyidikan PAW Harun Masiku di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (12/6/2025).
SIDANG HASTO - Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto saat ditemui disela-sela sidang kasus suap dan perintangan penyidikan PAW Harun Masiku di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (12/6/2025). (Tribunnews.com/ Fahmi Ramadhan)

"Yang bertentangan dengan kewajiban Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI yang termasuk penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme," ucap Jaksa.

Jaksa mengatakan, peristiwa itu bermula pada 22 Juni 2019 dilaksanakan rapat pleno DPP PDIP untuk membahas perolehan suara Nazarudin Kiemas calon anggota legislatif dapil Sumatera Selatan 1 yang telah meninggal dunia.

Adapun dalam pemilu 2019, Nazarudin dinyatakan memperoleh 34.276 suara, disusul Riezky Aprilia 44.402 suara, Darmadi Djufri 26.103 suara, Doddy Julianto Siahaan 19.776 suara, Diana Oktasari 13.310 suara.

Kemudian di urutan kelima ada Harun Masiku dengan perolehan suara 5.878 suara, Suharti 5.669 suara dan Irwan Tongari 4.240 suara.

Lalu berdasarkan hasil rapat pleno tersebut, Hasto selaku Sekjen memerintahkan Tim Hukum PDIP, Donny Tri Istiqomah menjadi pengacara partai untuk menggugat materi Pasal 54 ayat (5) huruf k tentang peraturan KPU nomor 3 tahun 2019 ke Mahkamah Agung (MA).

Setelah itu Hasto memanggil Donny dan Saeful Bahri ke rumah aspirasi di Jakarta Pusat untuk memberi perintah agar membantu Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR RI.

"Dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku kepada Terdakwa," ujar Jaksa.

Setelah itu selang satu bulan yakni Juli 2019, DPP PDIP kembali menggelar rapat pleno dengan keputusan menetapkan Harun Masiku sebagai caleg mengganti posisi Nazarudin Kiemas.

Atas keputusan itu Hasto pun memberitahu kepada Donny Tri untuk mengajukan surat permohonan kepada KPU.

Kemudian DPP PDIP bersurat kepada KPU yang pada pokoknya meminta agar perolehan suara Nazarudin Kiemas dialihkan kepada Harun Masiku.

"Menindaklanjuti surat dari DPP PDIP tersebut yang pada pokoknya KPU RI tidak dapat memenuhi permohonan DPP PDI-P karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku," sebutnya.

Baca juga: Ahli Bahasa UI Sebut Hasil Analisa Kasus Hasto Kristiyanto Hanya Berdasarkan Ilustrasi Penyidik KPK

Setelah tidak bisa memenuhi permintaan DPP PDIP, KPU pun menetapkan Riezky Aprilia sebagai calon anggota DPR RI terpilih berdasarkan rapat pleno terbuka pada 31 Agustus 2019.

Akan tetapi operasi pengajuan Hasto sebagai anggota DPR masih berlanjut.

Dimana Hasto meminta fatwa dari MA hingga menyuap Wahyu Setiawan sebesar 57.350 SGD atau setara Rp 600 juta.

Atas perbuatan tersebut, Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan