Rabu, 27 Agustus 2025

Hasto Kristiyanto dan Kasusnya

Mantan Hakim MK: Pasal Perintangan Penyidikan Tak Bisa Diterapkan pada Tahap Penyelidikan

Maruarar Siahaan menjelaskan bahwa pasal tentang perintangan penyidikan tidak bisa diterapkan dalam tahap penyelidikan.

Tribunnews.com/Fahmi
SIDANG HASTO: Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi Maruarar Siahaan dihadirkan sebagai ahli oleh tim penasihat hukum Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dalam Sidang Kasus Harun Masiku di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (19/6/2025). Maruarar menyatakan bahwa pasal 21 tentang perintangan tidak bisa diterapkan pada tahap penyelidikan. (Fahmi Ramadhan/Tribunnews.com) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan menjelaskan bahwa pasal tentang perintangan penyidikan tidak bisa diterapkan dalam tahap penyelidikan.

Hal itu dikatakan Maruarar saat dihadirkan tim penasihat hukum Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sebagai ahli dalam sidang dugaan suap pada pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI Harun Masiku dan dugaan perintangan penyidikan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (19/6/2025).

Awalnya, Kuasa Hukum Hasto, Maqdir Ismail mempertanyakan soal pasal 21 pada undang-undang tindak pidana korupsi (Tipikor) soal perintangan penyidikan.

“Nah pertanyaan saya, ketika ada orang lain yang menafsirkan bahwa pasal ini, dalam pasal ini juga mengandung penyelidikan juga masuk dalam kategori yang dilarang oleh pasal 21 ini," kata Maqdir.

"Pertanyaan saya kepada saudara ahli, ketika di dalam original intent seperti tadi, tidak ada pembicaraan tentang itu, dan kemudian ketika dituangkan di dalam rumusan pasal, juga tidak menyebut penyelidikan. Apakah boleh ditafsirkan bahwa penyelidikan itu masuk dalam apa yang dimaksud oleh Pasal 21 ini?," sebut Maqdir melanjutkan.

Menjawab itu, Maruarar menjelaskan ada tiga karakteristik dalam hukum pidana, yaitu lex stricta atau harus tegas, lex serta atau pasti, dan lex scripta atau hukum tertulis.

Menurut dia, hukum pidana adalah suatu hal yang tidak memperkenankan penafsiran sendiri secara ekstensif atau analogis.

“Oleh karena itu, kalau tegas sudah ditulis norma itu, tidak ada interpretasi yang kita bisa cari untuk membenarkan bisa diperluas atau dia bisa dipersingkat, tetapi lex serta harus menjadi suatu kepastian sehingga secara stricta atau ketat Itu mencegah suatu tafsir yang menghendaki keadaan seperti itu,” ujar Maruarar.

Dia menjelaskan bahwa pasal yang ditafsir tentang penyidikan dan penyelidikan dipisahkan secara tegas.

Lantas ia pun menjelaskan bahwa Mahkamah Agung (MA) telah memberi contoh soal larangan upaya cegah tangkal seseorang ke luar negeri jika kasusnya masih dalam tahap penyelidikan karena dalam aturannya, cegah tangkal harusnya dilakukan pada tahap penyidikan.

“Oleh karena itu, penyelidikan menjadi sesuatu yang tegas dikatakan terpisah, tafsir-tafsir yang memperterangkan itu, itu tidak sesuai karakter daripada hukum pidana sebagai suatu lex stricta, tafsir itu tidak diperkenankan,” ucap Maruarar.

“Jadi tegasnya adalah bahwa pasal 21 ini menurut saudara ahli, tidak bisa ditafsirkan bahwa pada proses penyelidikan, orang bisa dipidana karena melanggar pasal 21 ini?,” tanya Maqdir.

“Ya saya kira kalau ditafsirkan menjadi, yang ditentukan disini adalah penyidikan, tetapi diterapkan untuk penyelidikan, ini merupakan suatu perluasan yang tadi dikatakan penafsiran ekstensif seperti itu, bertentangan dengan karakteristik hukum pidana sebagai suatu lex stricta, lex stricta dan apa yang tertulis atau lex scripta, saya kira tidak diperkenankan,” ucap Maruarar.

Kasus Hasto

Seperti diketahui Sekertaris Jenderal (Sekjen) PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dalam kepengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku.

Halaman
123
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan