Jumat, 22 Agustus 2025

Alasan MK Putuskan Pemilu Mulai 2029 Tak Lagi Serentak: Pemilu 2024 Banyak Masalah, Pemilih Jenuh

MK membeberkan alasannya sehingga memutuskan agar pemilu mulai tahun 2029 tidak lagi digelar secara serentak. Berikut alasannya.

Tribunnews/Jeprima
PEMILU TAK SERENTAK - Warga menggunakan hak pilihnya di TPS 019, Desa Bojong Koneng, Babakan Madang, Bogor, Jawa Barat, Rabu (27/11/2024). KPU menargetkan tingkat partisipasi pemilih dalam Pilkada Serentak 2024 mencapai 82 persen. MK membeberkan alasannya sehingga memutuskan agar pemilu mulai tahun 2029 tidak lagi digelar secara serentak. Berikut alasannya. Tribunnews/Jeprima 

TRIBUNNEWS.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Pemilu mulai tahun 2029 tidak lagi digelar serentak.

Dalam putusan yang dibacakan dalam sidang pada Kamis (26/6/2025), hakim mengumumkan pelaksanaan antara Pemilu dan Pilkada harus ada selisih waktu maksimal dua tahun atau 2,5 tahun.

Sehingga, MK menyatakan norma dalam Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, serta Pasal 3 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang dimaknai:

"Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan beberapa waktu setelahnya dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi/kabupaten/kota serta gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota."

Hakim juga membeberkan alasan sehingga memutuskan Pemilu mulai tahun 2029 tidak lagi digelar serentak.

Pertama, beban kerja penyelenggara pemilu yang dirasa semakin berat ketika pemilu digelar serentak sehingga turut mempengaruhi kualitas penyelenggaraannya.

Hal ini berkaca dari penyelenggaraan Pemilu 2024 sebelumnya yang digelar secara serentak.

"Pertembungan tahun penyelenggaraan demikian, dalam batas penalaran yang wajar, berakibat terjadinya impitan sejumlah tahapan dalam penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPR, anggota DPR, presiden/wakil presiden, dan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota dengan sejumlah tahapan awal dalam penyelenggaraan pemilihan gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, dan wali kota atau wakil wali kota."

"Dengan adanya fakta berimpitan sejumlah tahapan pemilihan umum tersebut, maka tidak bisa dicegah atau dihindari terjadinya tumpukan beban kerja penyelenggara pemilu, yang dalam batas penalaran yang wajar berpengaruh terhadap kualitas penyelenggaraan pemilihan umum," kata hakim anggota, Arief Hidayat, dikutip dari YouTube Mahkamah Konstitusi RI.

Baca juga: BREAKING NEWS: Pemilu dan Pilkada Tak Lagi Serentak Mulai 2029, Harus Ada Jeda 2 Tahun

Selain berpengaruh terhadap penyelenggaraannya, pemilu serentak juga berdampak terhadap partai politik (parpol) dalam mempersiapkan kadernya untuk berkontestasi.

Pasalnya, parpol seakan dipaksa untuk mempersiapkannya secara instan ribuan kadernya untuk berkompetisi di dalam pemilu serentak, yaitu dari Pileg, Pilkada, hingga Pilpres.

"Akibatnya, partai politik mudah terjebak dalam pragmatisme dibanding keinginan menjaga idealisme dan ideologi partai politik," kata Arief.

Hakim juga menganggap pemilu serentak membuat parpol tidak berdaya sehingga lebih mengedepankan politik praktis seperti memilih calon yang akan berkontestasi hanya berdasarkan popularitasnya saja serta berdasarkan keinginan pemilik modal.

Sehingga, membuat perekrutan calon-calon yang akan mengisi jabatan publik lewat pemilu hanya bersifat transaksional saja.

Pemilu Serentak Bikin Pemilih Jenuh

Tak cuma berdampak ke parpol dan penyelenggaranya, pemilu serentak menurut hakim MK juga berpengaruh terhadap masyarakat atau pemilih.

Halaman
12
Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan