Kamis, 7 Agustus 2025

Revisi UU TNI

Bivitri Susanti Soroti Tekanan Terhadap Mahasiswa Pemohon Uji Formil UU TNI: Kemunduruan Demokrasi

Padahal, menurutnya, selain lembaga yudikatif, mahasiswa dan publik merupakan salah satu pilar penting dalam sistem pengawasan terhadap kekuasaan.

Tribunnews.com/Rahmat Fajar Nugraha
REVISI UU TNI - Pakar Hukum Tata Negara dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti. Bivitri Susanti menyoroti adanya tekanan terhadap mahasiswa yang menjadi pemohon dalam pengujian formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) di Mahkamah Konstitusi (MK). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menyoroti adanya tekanan terhadap mahasiswa yang menjadi pemohon dalam pengujian formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) di Mahkamah Konstitusi (MK).

Hal itu ia sampaikan dalam kapasitasnya sebagai ahli yang dihadirkan pemohon pada sidang lanjutan di MK, Selasa (1/7/2025).

Baca juga: Hakim MK Minta Pemerintah dan DPR Buktikan Partisipasi Masyarakat dalam Proses Revisi UU TNI

Bivitri menyebut tekanan terhadap para pemohon dari kalangan mahasiswa merupakan gejala mengkhawatirkan dalam konteks kemunduran demokrasi.

Padahal, menurutnya, selain lembaga yudikatif, mahasiswa dan publik merupakan salah satu pilar penting dalam sistem pengawasan terhadap kekuasaan.

"Tapi dalam sebuah negara yang mengalami kemunduran demokrasi, kekuatan pengawasan publik pun dikerdilkan, mulai dari adanya tekanan pada adik-adik kita mahasiswa yang menjadi pemohon," kata Bivitri.

Menurutnya, dalam negara demokratis, warga negara memiliki hak untuk mengawasi dan mengoreksi jalannya proses legislasi. Namun, dalam kasus revisi UU TNI, ruang tersebut justru dipersempit dengan delegitimasi terhadap suara-suara kritis dari publik, termasuk mahasiswa.

Baca juga: Hakim MK Minta Pemerintah dan DPR Buktikan Partisipasi Masyarakat dalam Proses Revisi UU TNI

Ia juga menyoroti adanya paradoks dari narasi pembentuk undang-undang. 

Ketika muncul kritik dari masyarakat, narasi yang dibangun adalah agar publik membawa persoalan ke Mahkamah Konstitusi. Namun, ketika MK menjalankan fungsinya dan membatalkan undang-undang, muncul pula keluhan dari DPR.

“Terlihat ada pola pikir bahwa pembuat undang-undang tak ingin diawasi. Ini adalah salah satu penanda kuat karakter otoritarianisme, karena demokrasi mensyaratkan akuntabilitas kepada warga pemilik republik ini,” tegasnya.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan