Penulisan Ulang Sejarah RI
Kala Tangisan 2 Anggota DPR Tak Cukup Buat Fadli Zon Akui Ada Pemerkosaan Massal pada Mei 1998
Tangisan dua anggota DPR ternyata tidak membuat Fadli Zon mengakui adanya pemerkosaan massal saat tragedi Mei 1998.
Penulis:
Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor:
Nuryanti
"Bu Mercy (anggota fraksi PDIP), saya minta maaf kalau ini dianggap insensitif. Tapi saya, sekali lagi, dalam posisi yang mengutuk dan mengecam itu juga," ujar Fadli di ruang rapat DPR.
Fadli menjelaskan bahwa keraguannya tertuju pada pemakaian diksi "massal" dalam narasi publik.
Ia menyebut, sebagai sejarawan, perbedaan pandangan dalam penafsiran sejarah adalah hal yang wajar dan perlu disikapi secara ilmiah.
"Kalau ada sedikit perbedaan pendapat terkait dengan diksi itu, yang menurut saya itu pendapat pribadi, ya. Yang mungkin kita bisa dokumentasikan secara lebih teliti lagi ke depan," katanya.
Ia juga menegaskan bahwa keraguannya tidak dimaksudkan untuk meremehkan atau mereduksi tragedi yang terjadi. Fadli meminta agar publik tidak salah menafsirkan sikapnya.
"Saya kira, tidak ada maksud-maksud lain dan tidak ada kepentingan sebenarnya dalam hal ini untuk mereduksi, kalau itu sudah menjadi sebuah kenyataan-kenyataan," tegasnya.
Terkait dengan kemungkinan keterlibatan aktor tertentu, Fadli juga menyinggung potensi manipulasi narasi yang bisa dimanfaatkan oleh kekuatan asing untuk memecah belah bangsa.
"Jangan sampai kita masuk dalam narasi adu domba dari kekuatan asing. Misalnya, sebelum melakukan perkosaan massal meneriakkan 'Allahu Akbar'. Itu ditulis, dan juga disebut pelakunya berambut cepak, diarahkan ke militer. Ini narasi yang harus diteliti lebih dalam," tandasnya.
Fadli menyatakan, bila memang ada bukti hukum, maka para pelaku kekerasan seharusnya ditelusuri dan diproses secara hukum. Namun menurutnya, hingga kini belum ada fakta hukum yang kuat.
"Kalau misalnya memang bisa ditelusuri kelompoknya, pelakunya. Kan masalahnya itu belum menjadi sebuah fakta hukum, kira-kira begitu. Jadi tidak ada maksud-maksud lain," ucapnya.
Ia mengakhiri pernyataan dengan menegaskan bahwa tidak ada upaya dari pemerintah untuk menegasikan penderitaan para korban.
"Dan tidak sama sekali mengucilkan atau mereduksi, apalagi menegasikannya. Terima kasih," tutup Fadli.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Chaerul Umam)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.