Hasto Kristiyanto dan Kasusnya
Tuntutan Jaksa ke Hasto Tertuang dalam 1.300 Halaman, Tegaskan Proses Hukum Sekjen PDIP Bukan Dendam
Jaksa menuangkan tuntutannya dalam surat setebal 1.300 halaman. Jaksa menegaskan jerat hukum kepada Hasto bukanlah dendam.
Penulis:
Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor:
Febri Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM - Tuntutan kepada Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dalam dugaan suap dan perintangan penyidikan atau obstruction justice terhadap Harun Masiku tertuang dalam surat setebal 1.300 halaman.
Hal ini diketahui ketika jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Wawan Yunarwanto ditanya oleh Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Rios Rahmanto, soal mekanisme pembacaan tuntutan.
Wawan menjawab bahwa tuntutan tidak dibaca seluruhnya karena tebalnya surat.
Dia mengatakan hanya akan membaca bagian pokok dari tuntutan jaksa terhadap Hasto.
"Karena surat tuntutan kami sebanyak 1.300 halaman, mohon izin nanti kami tidak bacakan semuanya, hanya pokok-pokoknya yang dibacakan dan telah dianggap dibacakan," kata Wawan dalam sidang pembacaan tuntutan, Kamis (3/7/2025).
Saat memulai pembacaan, Wawan menegaskan dijeratnya Hasto dalam kasus ini bukanlah wujud dendam terhadapnya.
Dia mengibaratkan proses hukum terhadap politikus asal Yogyakarta itu sebagai wujud pembayaran "utang kebenaran".
"Tuntutan pidana ini bukanlah merupakan sarana balas dendam, melainkan suatu pembelajaran agar kesalahan-kesalahan serupa tidak terulang di kemudian hari," ujar Wawan.
Baca juga: Jalani Sidang Tuntutan KPK Hari Ini, Hasto: Saya Jawab dengan Moralitas dan Keadilan Hukum
Hasto Percaya Diri Tidak Bersalah
Sebelum sidang dimulai, Hasto meyakini bahwa dirinya tidak bersalah dalam kasus Harun Masiku tersebut.
Dia menganggap selama persidangan digelar, banyak kejanggalan dalam proses hukum terhadapnya.
“Karena itulah hari ini saya juga dengan penuh keyakinan untuk mengikuti persidangan dengan agenda mendengarkan tuntutan dari jaksa penuntut umum,” kata dia.
Hasto lantas menjelaskan salah satu kejanggalan adalah dibukanya kembali putusan persidangan sebelumnya yang sudah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
“Karena di dalam fakta-fakta persidangan ini telah terungkap bahwa proses dari ulang yang dilakukan terhadap putusan yang sudah inkrah pada tahun 2020 ternyata begitu banyak rekayasa hukum. Tidak ada suatu fakta-fakta hukum yang mengarahkan kepada dakwaan dari JPU,” ucap dia.
Di sisi lain, Hasto mengaku pleidoi telah selesai dibuatnya meski pembacaan tuntutan oleh jaksa baru dimulai hari ini.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.