Kasus Dugaan Korupsi di Kemendikbud
MAKI Ultimatum Kejagung Tangkap Jurist Tan dalam 3 Bulan, Bakal Gugat Praperadilan jika Gagal
Boyamin bakal melakukan gugatan praperadilan jika gagal menangkap Jurist Tan dalam waktu tiga bulan. Dia menyebut Jurist ada di Australia.
Penulis:
Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor:
Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, mendesak agar Kejaksaan Agung (Kejagung) segera menangkap staf khusus Nadiem Makarim saat masih menjadi Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Jurist Tan, yang menjadi buronan dalam kasus dugaan korupsi laptop Chromebook 2020-2022.
Boyamin mendesak Kejagung bisa menangkap Jurist Tan maksimal dalam waktu tiga bulan.
Dia menjelaskan mengultimatum dengan batas waktu tersebut karena ditakutkan Jurist Tan akan semakin sulit dicari jika tidak segera ditangkap.
"(Target waktu penangkapan) Tiga bulan. Kalau kelamaan takut (pemberitaan kasusnya) menguap dan hilang orangnya," kata Boyamin kepada Tribunnews.com, Rabu (16/7/2025).
Dia menegaskan akan melakukan gugatan praperadilan jika Kejagung gagal menangkap Jurist Tan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan olehnya.
"Jika tidak serius, maka juga saya akan gugat Praperadilan," tegasnya.
Baca juga: Selain Chromebook, Kemendikbud juga Kerja Sama dengan Google dalam Program Bangkit, Gandeng Gojek
Di sisi lain, Boyamin mengaku memperoleh informasi, Jurist Tan pernah terdeteksi di Australia dan tinggal dalam waktu dua bulan.
"Kami telah melakukan penelusuran keberadaan Jurist Tan dan diperoleh informasi, dia telah tinggal di negara Australia dalam kurun waktu sekitar dua bulan terakhir."
"Jurist Tan diduga pernah terlihat di Kota Sydney Australia dan terdapat jejak di sekitar kota pedalaman Alice Spring," bebernya.
Dengan temuan tersebut, Boyamin juga mendesak agar Kejagung segera memasukkan Jurist Tan ke dalam daftar red notice Interpol.
Dia mengatakan hal itu demi Kejagung bisa dibantu oleh penegak hukum di negara lain untuk menangkap Jurist Tan.
"Dengan masuknya Jurist Tan dalam red notice Interpol, maka menjadi kewajiban polisi negara manapun termasuk Australia untuk menangkap dan memulangkan Jurist Tan ke Indonesia.
Tak cuma itu, Boyamin juga mendesak Kejagung untuk mengembangkan kasus ini agar tersangka lain bisa ditetapkan.
Dia mengungkapkan desakan ini muncul setelah Kejagung memeriksa Nadiem selama sembilan jam sebelum penetapan tersangka dalam kasus ini pada Selasa kemarin malam.
"Kami mendesak Kejagung untuk mengembangkan menambah tersangka perkara dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook Kemendikbudristek termasuk tidak terlepas dugaan keterlibatan Nadiem Makarim untuk digali dan jika ditemukan alat bukti cukup minimal dua alat bukti, maka semestinya Kejagung menetapkannya sebagai tersangka," ujarnya.
Peran Jurist Tan: Perencana Awal hingga Temui Google
Jurist Tan memiliki beberapa peran dalam kasus pengadaan laptop Chromebook yang merugikan negara sebesar Rp1,9 triliun tersebut.
Dia menjadi perencana proyek ini sejak sebelum Nadiem ditunjuk menjadi Mendikbudristek, tepatnya pada Agustus 2019 lalu.
Ia juga merupakan pembuat grup WhatsApp bernama 'Mas Menteri Core Team' yang digunakan untuk membicarakan pengadaan proyek tersebut.
"Pada bulan Agustus 2019, bersama-sama dengan NAM (Nadiem) membentuk WhatsApp bernama 'Mas Menteri Core Team' yang sudah membahas mengenai program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek dan apabila nantinya NAM diangkat sebagai Menteri Kemendikbudristek."
"Kemudian pada tanggal 19 Oktober 2019, NAM diangkat sebagai menteri di Kemendikbudristek," kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta, pada Selasa (15/7/2025).
Dia juga menjadi sosok yang berperan dalam penunjukkan Ibrahim Arief menjadi konsultan pada Pusat Studi Pendidikan Kebijakan (PSPK).
Padahal, Qohar mengatakan Jurist tidak memiliki wewenang apapun terkait perencanaan pengadaan proyek laptop Chromebook tersebut.
Ia menjelaskan Jurist juga menjadi sosok yang bertemu dengan perwakilan dari Google yaitu Kepala Kebijakan Publik dan Hubungan Pemerintah Google Indonesia, Putri Ratu Alam serta seseorang bernama William pada Februari dan April 2020.
Pertemuan itu terjadi setelah adanya perintah dari Nadiem. Lalu, pertemuan tersebut membahas soal perencanaan pengadaan laptop Chromebook.
"Kemudian membicarakan teknis pengadaan TIK di Kemendikbudristek dengan menggunakan Chrome OS di antaranya juga saat itu dibahas adanya co-Investment sebanyak 30 persen dari Google untuk Kemendikbudristek," ujar Qohar.
Meski Kejagung sudah menyebut Julist tidak memiliki wewenang, dia masih tetap dilibatkan oleh Nadiem pada rapat-rapat pembahasan terkait proyek ini.
Contohnya, dalam rapat daring yang digelar pada 6 Mei 2020, yang dihadiri oleh Nadiem, Jurist, Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek, Sri Wahyuningsih; Direktur SMP Kemendikbudristek Mulyatsyah; dan konsultan PSPK, Ibrahim Arief.
Dalam rapat itu, Nadiem sudah memerintahkan agar proyek laptop Chromebook segera direalisasikan. Padahal, kata Qohar, belum ada lelang untuk memilih vendor terkait proyek tersebut.
Selanjutnya, deretan kajian teknis hingga pelaksanaannya terkait pengadaan laptop Chromebook untuk guru dan siswa semasa pandemi Covid-19 tidak berjalan mulus karena masih belum meratanya jaringan internet di Indonesia, khususnya di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
"Pengadan TIK di Kemendikbudristek tahun 2020 sampai dengan 2022 yang bersumber dari dana APBN Satuan Pendidikan Kemendikbudristek dan dana DAK yang seluruhnya berjumlah Rp9.307.645.245.000 dengan jumlah sebanyak 1,2 juta unit Chromebook yang semuanya diperintahkan oleh NAM menggunakan pengadaan lengkap dengan software Chrome OS."
"Namun Chrome OS tersebut dalam penggunaannya untuk guru dan siswa tidak dapat digunakan secara optimal karena Chrome OS sulit digunakan khususnya bagi guru dan siswa," pungkasnya.
Selain Jurist, Kejagung juga menetapkan tersangka terhadap tiga orang lainnya yaitu Sri Wahyuningsih, Mulyatsyah, dan Ibrahim Arief.
Akibat perbuatannya, seluruh tersangka dijerat Pasal 2 atau Pasal 3 juncto Pasla 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.