Sabtu, 6 September 2025

MK Tolak Permohonan Gugat Rangkap Jabatan Wamen karena Pemohon Telah Meninggal Dunia

Permohonan pengujian Undang-Undang Kementerian Negara terkait rangkap jabatan wakil menteri (wamen) tidak diterima MK

mkri.id
Permohonan pengujian Undang-Undang Kementerian Negara terkait rangkap jabatan wakil menteri (wamen) tidak diterima Mahkamah Konstitusi (MK). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Permohonan pengujian Undang-Undang Kementerian Negara terkait rangkap jabatan wakil menteri (wamen) tidak diterima Mahkamah Konstitusi (MK).

Pasalnya, Direktur Eksekutif Indonesia Law & Democracy Studies (ILDES) Juhaidy Rizaldy Roringkon yang merupakan pemohon, telah meninggal dunia.

"Perkara Nomor 21 tahun 2025, berkenaan dengan kedudukan hukum para pemohon, Mahkamah mendapatkan bukti bahwa pemohon Juhaidy Rizaldy Roringkon telah meninggal dunia," kata hakim Saldi Isra dalam sidang di ruang sidang MK, Jakarta, Kamis (17/7/2025),

Oleh karena itu, menurut mahkamah, berkenaan dengan kedudukan hukum pemohon yang telah meninggal dunia tidak dapat dipertimbangkan lebih lanjut.

Sebab syarat anggapan kerugian hak konstitusional yang dimiliki oleh pemohon dalam permohonan pengujian undang-undang di MK harus relevan dan berkesinambungan dengan keberadaan pemohon.

"Mengingat syarat lain yang juga harus dipenuhi untuk dapat diberikan kedudukan hukum bagi pemohon adalah apabila permohonan dikabulkan maka anggapan kerugian hak konstitusional yang dialami oleh pemohon tidak lagi terjadi atau tidak akan terjadi," tegas Saldi.

Baca juga: Wartawan Jadi Saksi Uji Formil UU BUMN di MK, Sebut Proses Revisi Ngebut karena Terkait Danantara

Dengan demikian dikarenakan pemohon telah meninggal dunia, maka seluruh syarat anggapan kerugian yang didalilkan pemohon dalam menjelaskan kedudukan hukum yang bersifat kumulatif tidak terpenuhi oleh pemohon.

Sebelumnya, dalam perkara Nomor 21/PUU-XXIII/2025, Juhaidy menguji menguji konstitusionalitas Pasal 23 UU Kementerian Negara yang berbunyi:

“Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai: a. pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; b. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau c. pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah”.

Menurut Pemohon, pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 1 Ayat 3, Pasal 17, Pasal 27 Ayat (1), dan Pasal 28D Ayat (3) UUD NRI 1945.

Pemohon merasa dirugikan karena tidak adanya larangan bagi wakil menteri untuk merangkap jabatan.

Hal ini menyebabkan praktik rangkap jabatan kian dipandang sebagai hal lumrah dalam penyelenggaraan pemerintah kekinian. 

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan