RUU KUHAP
Dukung Pengesahan RUU KUHAP, HAPI Dorong Penguatan Perlindungan Hukum dan Standarisasi Advokat di RI
Ketua Himpunan Advokat/Pengacara Indonesia (HAPI), Dr. (c) Enita Adyalaksmita menyatakan dukungan penuh terhadap pengesahan RUU KUHAP.
Penulis:
Muhammad Zulfikar
Editor:
Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Himpunan Advokat/Pengacara Indonesia (HAPI), Dr. (c) Enita Adyalaksmita menyatakan dukungan penuh terhadap pengesahan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).
HAPI sebuah organisasi profesi advokat yang didirikan pada 10 Februari 1993 di Jakarta. HAPI merupakan salah satu dari 8 organisasi advokat yang diakui dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam wawancara dengan awak media usai menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi III DPR RI yang berlangsung di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (21/7/2025).
Doktor Ilmu Hukum dari Universitas Borobudur itu menjelaskan bahwa kehadiran HAPI bersama sejumlah organisasi advokat lain dalam forum tersebut bertujuan memberikan masukan konstruktif demi penyempurnaan RUU KUHAP.
Menurutnya, meskipun secara umum pihaknya mendukung penuh RUU ini untuk segera disahkan, ada beberapa usulan dan penyempurnaan teknis yang sudah disampaikan agar dapat diakomodasi dalam proses legislasi.
“Kami memberikan apresiasi tinggi kepada Komisi III DPR RI yang telah melakukan banyak perubahan substansial, terutama yang memberikan perlindungan lebih baik kepada advokat dan masyarakat dalam mencari keadilan,” tuturnya.
Dalam penjelasannya, Dr. Enita menyoroti sejumlah hal krusial yang menjadi perhatian HAPI, di antaranya terkait status saksi yang selama ini belum menjadi tersangka sehingga belum berhak didampingi oleh penasihat hukum. Hal ini menurutnya perlu mendapat perhatian serius dalam RUU KUHAP.
Selain itu, mengenai mekanisme praperadilan, organisasi advokat juga memberikan masukan untuk memperkuat ketentuan agar berjalan lebih efektif dan adil. Namun, satu poin yang mendapat penekanan khusus adalah pasal mengenai penyadapan dan penyamaran yang tercantum dalam RUU.
Advokat adalah seorang profesional hukum yang memberikan jasa hukum kepada klien, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Di Indonesia, definisi ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
“Kami mendorong agar pasal tersebut tidak dihapus, melainkan diperketat penjabaran dan pengaturannya. Karena penyamaran, khususnya terkait kasus narkotika, seringkali berpotensi melemahkan posisi tersangka yang belum berstatus tersangka resmi. Oleh sebab itu, mekanisme penyamaran harus diperjelas agar tidak menimbulkan kerancuan hukum dan tetap melindungi kepentingan masyarakat luas,” jelas Dr. Enita.
HAPI sebagai salah satu organisasi advokat yang diatur secara resmi berdasarkan Undang-Undang Advokat Nomor 18 Tahun 2003 menegaskan pentingnya keseragaman standar dan integritas dalam dunia advokat.
Dr. Enita yang juga aktif meneliti dan mengembangkan model rekrutmen berintegritas dalam disertasinya menyoroti maraknya organisasi advokat yang tumbuh tanpa standar kualitas yang jelas.
“Tidak ada keseragaman dalam pelaksanaan ujian maupun kurikulum pelatihan advokat saat ini. Ini menjadi tantangan besar bagi profesi kita, sebab berpotensi menurunkan kualitas advokat yang melayani masyarakat,” kata Dr. Enita.
Untuk itu, ia mengusulkan pembentukan badan pelatihan khusus yang independen dan memiliki standar nasional yang jelas. Hal ini diharapkan dapat menjembatani kualitas pelatihan dan sertifikasi advokat, sehingga profesionalisme dan integritas bisa terus dijaga.
“Dalam disertasi saya, saya mengusulkan model yang memberi peran pemerintah sebagai pengawas dan fasilitator dalam pembentukan badan pelatihan tersebut, agar profesi advokat semakin kokoh dan berdaya saing,” tuturnya.
Dalam kesempatan tersebut, Dr. Enita juga mengapresiasi kehadiran sejumlah pengurus organisasi advokat dari berbagai wilayah seperti Banten, Bandung, dan Semarang yang turut aktif memberikan masukan dalam forum tersebut.
Sebagai penutup, Ketua Umum HAPI ini mengajak seluruh organisasi advokat di Indonesia untuk bersinergi mendukung pembaruan hukum yang berorientasi pada keadilan dan perlindungan hak-hak warga negara.
“Kami percaya DPR RI akan mengakomodasi kepentingan berbagai pihak demi terciptanya hukum yang adil dan berintegritas. Harapan kami, RUU KUHAP ini bisa segera disahkan dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat dan penegakan hukum di Indonesia,” ujar Dr. Enita.
Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau RUU KUHAP sedang dibahas oleh DPR dan pemerintah Indonesia untuk menggantikan UU No. 8 Tahun 1981 yang sudah berlaku selama lebih dari 40 tahun.
Tujuan Utama RUU KUHAP
Menyesuaikan hukum acara pidana dengan perkembangan teknologi, sistem ketatanegaraan, dan konvensi internasional
Mewujudkan sistem peradilan pidana yang terpadu, adil, dan berbasis HAM
Baca juga: Undang YLBHI, Komisi III DPR Pastikan Tidak Ada yang Ditutup-tutupi Dalam Pembahasan RUU KUHAP
Menyelaraskan dengan KUHP baru yang akan berlaku mulai Januari 2026.
RUU KUHAP
Dasco Minta Komisi III DPR Segera Bahas RUU KUHAP dengan KPK |
---|
KPK Sampaikan 17 Poin Kritis RKUHAP, Komisi III DPR Bantah Upaya Lemahkan KPK |
---|
Abraham Samad Sebut RUU KUHAP Akan Mempersulit KPK Berantas Korupsi |
---|
Mahupiki Usul Revisi RUU KUHAP Atur Penyidikan Tambahan Oleh Jaksa Hingga 60 Hari |
---|
Koalisi Sipil: RUU KUHAP Seolah Memberi Solusi, Namun Dibuat Setengah Hati |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.