RUU KUHAP
Abraham Samad Sebut RUU KUHAP Akan Mempersulit KPK Berantas Korupsi
Abraham Samad buka suara soal RUU KUHAP khususnya soal sejumlah aturan dalam penanganan kasus bagi penyidik KPK.
Penulis:
Abdi Ryanda Shakti
Editor:
Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Ketua KPK, Abraham Samad buka suara soal RUU KUHAP khususnya soal sejumlah aturan dalam penanganan kasus bagi penyidik KPK.
Salah satu yang menjadi polemik dan bertentangan dengan praktik di KPK adalah soal penyadapan dapat dilakukan sejak tahap penyelidikan tanpa memerlukan izin pengadilan, cukup dilaporkan kepada Dewan Pengawas (Dewas).
Abraham Samad menyebut nantinya kebijakan tersebut dapat membuat penyidik KPK mendapatkan kesulitan dalam rangka penegakkan hukum.
"Itu (RUU KUHAP) membuat KPK semakin sulit melakukan kerja-kerja penegakkan hukumnya," kata Abraham Samad saat ditemui di Gedung Joeang, Menteng Jakarta Pusat, Rabu (23/7/2025).
Ada 17 Poin
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara terbuka menyuarakan kekhawatirannya terhadap draf Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP).
Lembaga antirasuah tersebut telah mengidentifikasi setidaknya 17 poin krusial yang dinilai tidak sinkron dan berpotensi mengebiri kewenangan khusus yang dimiliki KPK dalam memberantas korupsi.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyatakan bahwa temuan ini merupakan hasil dari diskusi dan kajian mendalam di internal lembaga.
Catatan kritis tersebut akan segera disampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai masukan resmi dalam proses legislasi.
"Dalam perkembangan diskusi di internal KPK, setidaknya ada 17 poin yang menjadi catatan dan ini masih terus kami diskusikan," kata Budi dalam keterangannya, Kamis (17/7/2025).
Kekhawatiran utama KPK berpusat pada potensi degradasi status hukum UU KPK sebagai lex specialis (undang-undang khusus) yang seharusnya mengesampingkan hukum acara umum.
Menurut KPK, RKUHAP memuat pasal-pasal yang dapat meniadakan kekhususan tersebut, sehingga mengancam efektivitas kerja KPK mulai dari tahap penyelidikan hingga penuntutan.
Berikut adalah daftar 17 poin catatan kritis KPK terhadap RKUHAP:
1. Ancaman terhadap Asas Lex Specialis: Kewenangan khusus penyelidik dan penyidik KPK yang dijamin UU KPK dan putusan MK berpotensi dianggap bertentangan dengan RKUHAP karena adanya norma "...sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini".
2. Keberlanjutan Penanganan Perkara: Pasal peralihan RKUHAP dapat memaksa penanganan perkara korupsi oleh KPK hanya berpedoman pada KUHAP, mengabaikan hukum acara khusus dalam UU Tipikor dan UU KPK.
3. Penyelidik KPK Tidak Diakomodir: RKUHAP menyebut penyelidik hanya berasal dari Polri, menafikan kewenangan KPK untuk mengangkat penyelidiknya sendiri.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.