Kebakaran Hutan dan Lahan
Kemenhut Akui Warga Sengaja Bakar Lahan karena Tanahnya Lebih Subur dan Harga Jual Tinggi
Kemenhut mengakui masyarakat sengaja melakukan pembukaan lahan dengan cara dibakar (pembakaran lahan).
Penulis:
Danang Triatmojo
Editor:
Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mengakui masyarakat sengaja melakukan pembukaan lahan dengan cara dibakar (pembakaran lahan).
Sebab pembukaan lahan dengan cara dibakar punya tanah yang lebih subur sehingga berpengaruh pada harga jual yang lebih tinggi, ketimbang penyiapan lahan lewat cara tradisional atau manual.
Baca juga: Karhutla Ancam Danau Toba, Pimpinan Komisi VII DPR Serukan Aksi Kolektif
Anggapan ini yang membuat masyarakat kerap kali memakai praktik terlarang itu demi pundi-pundi rupiah, tanpa memikirkan dampak negatif dari perbuatannya.
"Ini juga jadi tantangan sebetulnya karena memang menurut masyarakat ketika sudah dibakar itu menjadi subur, anggapannya seperti itu. Sehingga itu naik harganya begitu," kata Kepala Sub Direktorat Penanggulangan Kebakaran Hutan Kemenhut, Israr Albar saat konferensi pers penanganan kejahatan hutan dan kebakaran lahan, di Kantor Kemenhut, Jakarta, Rabu (23/7/2025).
Selain itu berdasarkan penelitian Prof Heri Purnomo dari Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR) mengenai kebakaran hutan dan lahan di Riau, juga mendapati temuan serupa.
Dalam hasil penelitian pada kasus karhutla di Riau itu, juga didapati harga lahan berwarna hitam akibat pembakaran yang disengaja, dengan faktor ekonomi dalam hal ini harga jual yang cukup tinggi.
Baca juga: Karhutla Riau 2025: Petugas Padamkan Api di Rohil, Pelaku Pembakaran Ditangkap di Kuansing
"Saya kira juga ada penelitian dari Prof Heri Purnomo dari CIFOR, yang juga meneliti mengenai Riau, bahwa ketika masyarakat telah membakar lalu ini dijual, ini lebih tinggi (harga lahan). Itu ada penelitian yang bisa dicek nanti dari Prof Heri Purnomo," katanya.
Israr mengatakan, berdasarkan temuan di lapangan juga, kerap didapati kemunculan tiba-tiba spanduk berisi nomor telepon dengan tulisan ‘dijual’ pada lahan-lahan yang telah terbakar.
Hal ini kembali menguatkan bahwa praktik pembukaan lahan dengan cara dibakar adalah cara masyarakat mendapatkan nilai ekonomi yang lebih tinggi.
"Ketika sudah terjadi kebakaran, di daerahnya kan sudah hitam ya. Jadi tanahnya itu kan sudah hitam, lalu di situ biasanya akan muncul adalah nomor HP, dijual," jelas dia.
Kemenhut menegaskan praktik semacam ini tidak bisa dibenarkan karena tindakan membakar lahan sama saja melenyapkan semua biodiversitas yang ada di dalam tanah.
Selain itu pembakaran juga berdampak pada hilangnya tangkapan air tanah, dan meniadakan evapotranspirasi atau siklus air pada tanah dan tanaman.
"Ini nggak benar karena ketika misalnya dibakar berarti semua vegetasi kemudian semua biodiversitas yang ada di tanah itu kan hilang. Dampak kebakaran terhadap tanah itu menghilangkan evapotranspirasi. Untuk apa? Penangkapan air dari tanah itu juga berkurang. Jadi sebetulnya kalau menurut kami pengalaman di lapangan begitu. Ini juga tidak baik sebetulnya, Tapi itulah," pungkas dia.
Manusia Dalang Utama Karhutla
Sekretaris Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan Kemenhut, Lukita Awang mengungkap faktor kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di Indonesia sebagian besar akibat ulah tangan manusia, ditambah faktor cuaca panas ekstrem.
"Faktor kebakaran hutan itu memang faktor manusia. Ditambah cuaca yang sangat panas," kata Lukita.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.