Abolisi dan Amnesti dari Presiden RI
Hasto Diberi Amnesti Prabowo Dinilai Tak Buat Dirinya Jadi Sekjen PDIP Lagi
Ray menganggap Hasto tidak akan bisa menjadi Sekjen PDIP meski memperoleh amnesti dari Prabowo. Namun, dia tetap memiliki peran utama di PDIP.
Penulis:
Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor:
Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Pengamat politik sekaligus Direktur Lingkar Madani, Ray Rangkuti, menilai Hasto Kristiyanto tidak lagi menjadi Sekjen PDIP setelah diberi amnesti oleh Presiden Prabowo Subianto terkait kasus suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024, Harun Masiku.
Amnesti merupakan penghapusan hukum yang diberikan kepala negara kepada seseorang atau kelompok yang telah diputus oleh pengadilan melakukan tindak pidana tertentu.
Ray menilai jabatan Sekjen PDIP yang sempat diemban Hasto selama 10 tahun sejak pertama kali menjabat pada 2015, akan diberikan ke kader lainnya.
Namun, dia menganggap Hasto tetap memiliki peran tersendiri mendampingi Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, dalam menjalankan partai berlambang banteng tersebut.
"Akankah Hasto kembali menjabat sebagai sekjen? Jawaban terbesarnya tidak. Rasanya pemberian amnesti ini membuat kans Hasto sulit menjabat lagi di posisi sekjen."
"Sekjen secara formal akan diberikan kepada nama lain. Hanya saja peran Hasto akan tetap kuat. Hasto akan mendampingi ibu mega dengan peran yang sama meski tidak dengan cara yang sama," kata Ray ketika dihubungi Tribunnews.com, Jumat (1/8/2025).
Baca juga: Menteri Hukum: Abolisi ke Tom Lembong dan Amnesti ke Hasto Sudah Melalui Uji Publik dan Verifikasi
Di sisi lain, Ray menganggap pemberian amnesti oleh Prabowo terhadap Hasto akan berimplikasi secara politis.
Dia menilai keputusan Prabowo ini membuat hubungannya dengan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) akan semakin berjarak. Sementara, hubungan Prabowo dan Megawati justru akan semakin dekat.
"Secara politik, pemberian amnesti kepada Hasto, dapat berimplikasi pada dua hali yaitu makin berjaraknya Prabowo dengan Jokowi dan makin dekatnya hubungan Mega dengan Prabowo," katanya.
Ray juga menilai PDIP tidak akan merasa sudah berhutang budi kepada Prabowo usai memberikan amnesti kepada Hasto.
Dia mengatakan PDIP akan tetap memposisikan sebagai oposisi terhadap pemerintahan Prabowo, tetapi lebih moderat ketimbang sebelumnya.
Namun, dia menduga langkah politik semacam itu setidaknya hanya akan diambil PDIP pada tahun ini.
"Pembebasan Hasto ini, tentu membuat PDIP seperti berutang budi terhadap Prabowo. Tetapi menukar sikap politik mereka gegara hal ini terlalu besar dan berisiko."
"Risikonya akan dapat membuat PDIP sendiri terjerembab. Oleh karena itu, saya melihat PDIP akan tetap di luar (pemerintahan), tapi menjadi oposisi moderat. PDIP akan lebih banyak menahan diri, tapi mungkin tidak setelahnya," jelas Ray.
Baca juga: Hasto Dapat Amnesti, Ronny Talapessy: Tak Boleh Ada Lagi Korban Kriminalisasi Politik Hukum
Terkait pengganti Hasto sebagai Sekjen PDIP, sempat beredar nama-nama elite partai yang bakal menggantikannya.
Bursa calon Sekjen PDIP pengganti Hasto sempat disampaikan oleh Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga.
Ada dua nama yang disebut Jamil layak menggantikan Hasto sebagai Sekjen PDIP yakni Ahmad Basarah dan Deddy Yevri Sitorus.
Jamil mengungkapkan mereka memiliki kriteria untuk menggantikan Hasto. Adapun kriteria yang dimaksud yakni memiliki loyalitas dengan PDIP, berintegritas, matang secara politik, dan memiliki pengalaman dalam manajerial partai.
"Beberapa diantaranya, loyalitas ke partai, integritas, kematangan politik, dan kemampuan manajerial partai," kata Jamil pada 2 Juni 2025 lalu.
"(Calon kuat pengganti Hasto)Yakni Ahmad Basarah dan Deddy Sitorus. Dua sosok ini dinilai dapat menjembatani antar faksi yang ada di PDIP," ucapnya.
Selain kriteria di atas, Jamil menganggap Basarah dan Deddy layak dipertimbangkan menjadi Sekjen PDIP selanjutnya karena masih berusia relatif muda.
Sehingga, dianggap bisa memberikan masukan kepada Megawati selaku politisi senior.
"Hal ini dapat mengimbangi Megawati yang dinilai sudah sepuh," jelas Jamil.
Jamil juga menyebut kapasistas keduanya juga tak kalah dengan Hasto. Sehingga, Megawati tidak akan kesulitan dalam mendelegasikan kepemimpinannya kepada kedua sosok tersebut.
"Keduanya juga sudah matang dalam berideologi. Termasuk juga dalam memahami Soekarnoisme. Jadi, Ahmad Basarah dan Deddy Sitorus sangat layak menjadi Sekjen. Tinggal Megawati menunjuk salah satu dari kedua kader terbaiknya," pungkas
DPR Setujui Abolisi untuk Tom Lembong dan Amnesti ke Hasto dari Prabowo
DPR resmi menyetujui dua surat Presiden Prabowo Subianto terkait pemberian abolisi dan amnesti dalam rapat konsultasi yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (31/7/2025).
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menyampaikan, surat pertama menyangkut permintaan pertimbangan abolisi untuk terpidana kasus korupsi Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong.
"Hasil rapat konsultasi tersebut DPR RI telah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap surat presiden nomor R43/Pres/072025 tanggal 30 Juli 2025 atas pertimbangan persetujuan DPR RI tentang pemberian abolisi terhadap saudara Tom Lembong,” kata Dasco.
Sementara itu, kata Dasco, DPR juga menyetujui surat presiden kedua berisi permintaan amnesti terhadap 1.116 orang.
Termasuk di antaranya, terpidana kasus suap yang juga Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto.
“Yang Kedua adalah pemberian persetujuan atas, dan pertimbangan atas surat presiden nomor 42/pres/072025 tanggal 30 juli 2025, tentang amnesti terhadap 1116 orang yang telah terpidana diberikan amnesti termasuk saudara Hasto Kristiyanto," jelasnya.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Hukum, mengungkapkan alasan Prabowo memberikan abolisi dan amnesti kepada Tom Lembong serta Hasto.
Dia mengatakan, pertimbangan utamanya yaitu demi menjaga kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjelang HUT ke-80 pada 17 Agustus 2025 mendatang.
“Pertimbangannya demi kepentingan bangsa dan negara, berpikirnya tentang NKRI. Jadi itu yang paling utama. Yang kedua adalah kondusivitas dan merajut rasa persaudaraan di antara semua anak bangsa," kata Supratman.
Suptratman juga menegaskan keputusan Prabowo tersebut demi memperkuat politik nasional.
"Langkah ini tidak hanya simbolis tetapi strategis untuk memperkuat harmoni politik nasional," tambahnya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Igman Ibrahim/Ibriza Fasti Ifhami)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.