Kamis, 7 Agustus 2025

Abolisi dan Amnesti dari Presiden RI

Daftar Kasus Terkait Jokowi yang Dianggap Politis, Berujung Peroleh Amnesti dari Prabowo

Dua orang ini diberi amnesti Prabowo setelah dipenjara karena berurusan dengan Jokowi. Bahkan, kasus yang mereka hadapi bernuansa politis.

Kolase Tribunnews.com
AMNESTI - Yulianus Paonganan alias Ongen (kiri) dan Sugi Nur Raharja alias Gus Nur memperoleh amnesti dari Presiden Prabowo Subianto. Mereka sempat dijebloskan ke penjara karena 'berurusan' dengan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi). 

TRIBUNNEWS.COM - Presiden Prabowo Subianto menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Pemberian Amnesti yang diteken olehnya pada 1 Agustus 2025 lalu.

Dalam Keppres tersebut, ada 1.178 narapidana (napi) yang diberikan amnesti oleh Prabowo.

Adapun amnesti merupakan penghapusan hukuman yang diberikan kepala negara kepada seseorang atau kelompok yang telah diputus oleh pengadilan melakukan tindak pidana tertentu

Dari ribuan orang yang memperoleh amnesti, ada napi yang diberi pengampunan oleh Prabowo karena tersandung kasus yang berkaitan dengan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).

Mayoritas napi tersebut dijebloskan ke penjara karena dianggap menghina Jokowi saat masih menjabat sebagai orang nomor satu di Indonesia.

Baca juga: Nasib Bambang Tri Mulyono Usai Gus Nur Dapat Amnesti Prabowo di Kasus Tuduhan Ijazah Palsu Jokowi

1. Yulianus Paonganan atau Ongen

DAPAT AMNESTI - Yulian Paonganan, salah satu narapidana yang mendapatkan hak amnesti dari Presiden  Prabowo Subianto. Amnesti itu dia dapatkan setelah hampir satu dekade kasus tersebut menjeratnya yaitu terkait penghinaan terhadap Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) dengan mengedit foto bersama artis, Nikita Mirzani.
DAPAT AMNESTI - Yulian Paonganan, salah satu narapidana yang mendapatkan hak amnesti dari Presiden Prabowo Subianto. Amnesti itu dia dapatkan setelah hampir satu dekade kasus tersebut menjeratnya yaitu terkait penghinaan terhadap Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) dengan mengedit foto bersama artis, Nikita Mirzani. (Istimewa)

Yulianus Paonganan atau Ongen merupakan terpidana kasus penghinaan terhadap Jokowi pada tahun 2015 lalu.

Dia dianggap menghina Jokowi setelah menyandingkan foto mantan Wali Kota Solo itu dengan aktris, Nikita Mirzani dan diunggah di akun Facebook dan Twitter (kini X) pribadinya.

Selain itu, dia menambahkan tagar #papadoyanl***e dalam unggahannya tersebut.

Kemudian, Bareskrim Polri pun menetapkan Ongen sebagai tersangka dan menjeratnya dengan Pasal 4 ayat (1) huruf a dan e UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.

Dia juga dijerat Pasal 27 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik.

Lalu, dalam sidang ketiga pada 10 Mei 2016, Ongen diputus bebas oleh hakim dari Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Saat itu, hakim menerima keberatan dari kuasa hukum Ongen.

"Mengadili, menerima keberatan penasihat hukum terdakwa. Menyatakan surat dakwaan penuntut umum batal demi hukum. Memerintahkan agar persidangan perkara pidana atas nama terdakwa Yulianus Paonangan dibebaskan dari tahanan," ujar hakim Nursiyam saat itu.

Namun, saat itu, Ongen hanya dinyatakan terlepas dari perbuatan sebagaimana yang didakwaan jaksa.

Pasalnya, dalam sidang tersebut, belum masuk pada substansi perkara.

"Pemeriksaan perkara belum masuk pada substansi materi perkara yang perlu dibuktikan apakah terdakwa terbukti bersalah sesuai perbuatan sebagaimana yang didakwakan oleh penuntut umum, atau sebaliknya," jelas Nursiyam.

Sementara, anggota tim kuasa hukum Ongen, Bagindo Fahmi mengungkapkan, ada tiga hal yang membuat hakim akhirnya memutus bebas kliennya.

Pertama, terkait surat dakwaan JPU yang tidak disertai tanggal pembuatannya.

Fahmi mengatakan dengan tidak adanya hal tersebut, dakwaan jaksa terhadap Ongen tidak jelas karena tidak diketahui tempus delicti-nya atau waktu kejadian serta pebuatannya.

Kedua, penyampaian surat dakwaan seharusnya juga dilakukan bersamaan dengan pelimpahan perkara berdasarkan Pasal 143 ayat (4) KUHAP.

"Ini enggak disampaikan. Sampai sekarang pun surat pelimpahan kita belum dapat," jelasnya saat itu.

Terakhir, perpanjangan masa penahanan yang dilakukan jaksa tidak dilakukan berdasarkan putusan hakim.

"Jadi tidak pernah dilaksanakan perpanjangan penahanan dari hakim. Kemudian ada beberapa asumsi yang disampaikan penuntut umum itu tidak masuk dalam hukum positif," katanya.

Setelah putusan hakim itu, jaksa mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.

Namun, putusan tersebut justru diperkuat oleh hakim PT DKI Jakarta dalam nomor putusan 157/PID/2016.PT DKI tertanggal 23 Juni 2016.

"Menerima permintaan perlawan yang diajukan terdakwa. Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 345/Pid.Sus/2016/PN.JKT.SEL tanggal 10 Mei 2016 yang dimintakan banding tersebut," demikian bunyi putusan hakim PT DKI Jakarta, dikutip dari Direktori Mahkamah Agung (MA), Selasa (5/8/2025).

Baca juga: Pengamat Duga Ada Barter Politik Antara Prabowo dan PDIP di Balik Amnesti Hasto Kristiyanto

Hanya saja, jaksa kemudian menyerahkan surat dakwaan baru ke PN Jakarta Selatan setelah putusan banding tersebut dibacakan.

Namun, dalam sidang kali ini, Ongen dinyatakan bersalah dan divonis satu tahun penjara dan denda Rp500 juta subsidair tiga bulan kurungan.

"Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan denda sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah), dengan ketentuan jika denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan," demikian amar putusan hakim dengan nomor putusan 518/Pid.Sus/2016/PN JKT.SEL tertanggal 10 Januari 2019.

Lalu, Ongen pun mengajukan banding ke PT DKI Jakarta dan berujung ditolak berdasarkan putusan Nomor 157/PID/2016/PT DKI tertanggal 23 Juni 2019.

Selanjutnya, pihak Ongen mengajukan kasasi dan tetap berujung ditolak oleh MA berdasarkan putusan Nomor 3265 K/Pid.Sus/2019 tertanggal 31 Oktober 2019.

"Menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi/Terdakwa Dr Yulianus Paonganan, S.Si., M.Si.," demikian bunyi dari putusan kasasi.

Kini, dia sudah memperoleh amnesti dan mengucapkan terimakasih kepada Prabowo.

Ongen mengungkapkan pemberian pengampunan terhadapnya adalah hak yang begitu berarti.

"Kami sekeluarga mengucapkan terima kasih yang tulus dan mendalam kepada Presiden Prabowo Subianto atas pemberian amnesti terhadap kasus UU ITE yang menimpa saya sejak akhir 2015. Ini merupakan momen yang sangat berarti bagi saya dan keluarga," kata Ongen pada Sabtu (2/8/2025) lalu.

Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra, mengatakan kasus yang menjerat Ongen memang bermuatan politis.

Hal inilah yang membuat Ongen memperoleh amnesti dari Prabowo.

“Memang itu (kasus Ongen) kan tindak pidana terkait politik ya, seperti kita ketahui pidana seperti itu memang menjadi subjek amnesti dan abolisi,” kata Yusril usai menghadiri Rakor Manajemen Kementerian Imipas, di Shangri La Hotel, Jakarta, Senin (4/8/2025).

Yusril, yang sempat menjadi kuasa hukum Ongen, menyebut eks kliennya itu sudah divonis tetapi tidak kunjung dieksekusi.

“Jadi Pak Ongen itu sudah divonis tetapi sekian lama tidak dieksekusi putusannya,” ujar

2. Sugi Nur Raharja alias Gus Nur

Dalam foto: Gus Nur atau Sugi Nur Raharja dalam salah satu persidangan.
Dalam foto: Gus Nur atau Sugi Nur Raharja dalam salah satu persidangan. (Handout via TribunMedan.com)

Gus Nur terjerat kasus ujaran kebencian, ITE, dan penistaan agama setelah podcast dirinya bersama narasumber Bambang Tri Mulyono di kanal YouTube Gus Nur 13 Official dianggap membuat keonaran dan penistaan agama.

Ia pun ditetapkan menjadi tersangka pada Oktober 2022 lalu bersama dengan Bambang Tri.

Akibatnya, Gus Nur dan Bambang Tri Mulyono dijerat Pasal 156a KUHP (penistaan agama), Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) UU ITE, serta Pasal 14 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1946 tentang berita bohong.

Selanjutnya, Gus Nur pun dijatuhi hukuman enam tahun penjara oleh hakim PN Surakarta pada 18 April 2023.

Tak terima, dia pun mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Semarang pada 10 Mei 2023 dan diterima.

Hukumannya pun dikurangi dari enam tahun menjadi empat tahun penjara.

Meski banding diterima, Gus Nur tetap mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung pada September 2023, tetapi berujung ditolak.

Baca juga: Ketua KPK: Status Terbukti Bersalah Hasto Tetap Melekat Meski Dianugerahi Amnesti oleh Presiden

Belum genap menjalani empat tahun hukuman, Gus Nur dinyatakan bebas bersyarat pada 27 April 2025 lalu.

Selanjutnya, dia memperoleh amnesti dari Prabowo pada 1 Agustus 2025 lalu bersama ribuan narapidana lainnya.

Di sisi lain, Gus Nur mengaku sudah mendengar bakal memperoleh amnesti dari Prabowo sejak masih mendekam di penjara.

"Saya dapat kabar saya bebas murni. Jadi turun amnesti. Dulu saat saya masih di dalam (penjara) memang sempat ada kabar ada amnesti dari Presiden Prabowo," ungkap Gus Nur, dikutip dari YouTube Gus Nur 13.

Dia mengeklaim penahanan terhadapnya karena dirinya berseberangan secara politik dengan Jokowi sehingga menurutnya berujung dikriminalisasi.

"Mudah-mudahan ini jadi pembelajaran hukum di Indonesia. Selama ini hukum jadi alat penguasa untuk gebug, nangkap orang-orang yang berbeda dengan penguasa, yang kritis dengan penguasa. Dia digebug dengan UU ITE," kata Gus Nur.

Gus Nur pun berharap di era kepemimpinan Prabowo, tidak ada kriminalisasi seperti yang dialami olehnya.

"Mudah-mudahan tidak adalagi kriminalisasi, tidak ada lagi upaya memberangus orang-orang yang berbeda pikiran. Saat rezim Jokowi berkuasa, saya berjuangan sendiri tanpa lelah," katanya.

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Erik S/Rizkianingtyas Tiarasari/Theresia Fellisiani/Rizki Sandi Saputra)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan