Royalti Musik
Menteri Ekonomi Kreatif Sebut Pemilik Kafe Tetap Harus Bayar Royalti Jika Putar Lagu Musisi
Menteri Ekraf Riefky Harsya menegaskan pelaku usaha, termasuk kafe, restoran, hingga tempat hiburan, wajib membayar royalti jika pakai lagu.
Penulis:
Igman Ibrahim
Editor:
Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Ekonomi Kreatif (Menekraf) Teuku Riefky Harsya menegaskan pelaku usaha, termasuk kafe, restoran, hingga tempat hiburan, wajib membayar royalti jika menggunakan lagu milik musisi dalam operasional mereka.
Pernyataan itu disampaikan di tengah kekhawatiran sejumlah pemilik usaha kecil yang takut dikenai tagihan royalti saat memutar lagu.
Padahal, para pemilik usaha kecil tersebut belum memahami prosedur dan lembaga yang berwenang menarik pembayaran tersebut.
“Sebetulnya kalau kita memang menggunakan ya sebaiknya kita bayarkan,” kata Riefky di Kompleks Istana Negara, Jakarta, Rabu (6/8/2025).
Riefky menekankan bahwa kewajiban membayar royalti adalah bentuk penghargaan atas karya pencipta lagu dan musisi.
Baca juga: Ramai Polemik Royalti Musik di Kafe, Ahmad Dhani Gratiskan Lagu Dewa 19 Featuring Virzha & Ello
Namun, ia juga mengakui, sistem penarikan royalti yang dijalankan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dan LMK Nasional (LMKN) masih perlu dibenahi agar transparan dan akuntabel.
“Yang harus dipastikan adalah akuntabilitas dari kolektifnya sehingga nyampe kepada para yang berhak,” ucapnya.
Ia menyebut saat ini pemerintah bersama DPR tengah menyiapkan revisi Undang-Undang Hak Cipta untuk memperjelas mekanisme distribusi royalti, serta mengatur ulang tata kelola lembaga kolektif agar tidak merugikan pengguna maupun pencipta karya.
Baca juga: Semua Audio yang Diputar di Restoran dan Kafe Kena Royalti, Termasuk Suara Kicauan Burung
Menurutnya, revisi UU Hak Cipta ini akan menyoroti khusus peran Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), yang selama ini menjadi pintu pengumpulan dan penyaluran royalti.
Banyak pihak mempertanyakan akuntabilitas dan transparansi dua entitas tersebut.
“Yang banyak mungkin masih ditata ulang adalah tentang kolektifnya, LMK dan LMKN-nya. Nah untuk itu, saat ini kan ada inisiatif DPR yang rencananya akan juga merevisi Undang-Undang Hak Cipta,” ucapnya.
Kementerian Hukum menegaskan setiap pelaku usaha yang memutar musik di ruang publik seperti restoran, kafe, toko, pusat kebugaran, hingga hotel, wajib membayar royalti kepada pencipta dan pemilik hak terkait.
Kewajiban ini tetap berlaku meskipun pelaku usaha telah berlangganan layanan streaming musik seperti Spotify, YouTube Premium, Apple Music, dan sejenisnya.
Direktur Hak Cipta dan Desain Industri DJKI, Agung Damarsasongko menjelaskan layanan streaming tersebut bersifat personal dan tidak mencakup izin untuk penggunaan komersial.
"Layanan streaming bersifat personal. Ketika musik diperdengarkan kepada publik di ruang usaha, itu sudah masuk kategori penggunaan komersial, sehingga dibutuhkan lisensi tambahan melalui mekanisme yang sah," kata Agung di Kantor DJKI, Jakarta Selatan, baru-baru ini.
Pembayaran royalti dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.
Melalui LMKN, pelaku usaha tak perlu mengurus izin langsung dari setiap pencipta lagu, karena lembaga ini bertugas menghimpun dan mendistribusikan royalti kepada para pemilik hak secara kolektif.
Skema ini juga dianggap lebih adil dan transparan bagi semua pihak yang terlibat dalam industri musik.
DJKI menekankan pelaku usaha yang ingin memutar musik secara legal dapat mendaftarkan usahanya melalui sistem digital LMKN dan membayar royalti sesuai klasifikasi usaha dan ukuran ruang pemutaran musik.
Agung menambahkan, kewajiban ini bukan untuk menambah beban pelaku usaha, melainkan sebagai bentuk penghargaan terhadap hak ekonomi para pencipta lagu yang telah memberikan nilai tambah dalam suasana bisnis.
"Pelindungan hak cipta bukan semata soal kewajiban hukum, tapi bentuk penghargaan nyata terhadap kerja keras para pencipta yang memberi nilai tambah pada pengalaman usaha Anda," jelas Agung.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.