Abolisi dan Amnesti dari Presiden RI
Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Soal Amnesti-Abolisi: Prabowo Pegang Jarum, Dasco Benangnya
Iswandi menjelaskan, pemberian amnesti-abolisi sebetulnya agak mengejutkan. Setidaknya ada 3 konteks yang bikin abolisi dan amnesti itu mengejutkan.
Penulis:
willy Widianto
Editor:
Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru besar Ilmu Komunikasi Politik UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Iswandi Syahputra menilai keputusan Presiden Prabowo Subianto memberi abolisi untuk Tom Lembong dan amnesti pada Hasto Kristiyanto seperti jarum untuk menjahit kain.
Menusuk-nusuk, ujarnya, tetapi menyatukan yang terpisah dan mengeratkan yang berbeda.
Menurut Iswandi, kasus Lembong dan Hasto bukan saja berbeda secara hukum, tetapi juga merepresentasikan entitas politik besar yang juga berbeda.
Hasto adalah Sekjen PDI Perjuangan yang mengusung Ganjar pada Pemilihan Presiden 2024 lalu. Sementara Lembong dikenal sebagai tim kampanye Anies sebagai calon Presiden.
"Sebagai bangsa, kita selalu bangga pada perbedaan, tapi sering lupa pada persatuan. Apalagi persatuan politik yang terkadang jauh lebih penting sebagai modal persatuan di sektor lainnya," ujar Iswandi dalam keterangan persnya di Jakarta, Kamis(7/8/2025).
Itu sebabnya, ucap Iswandi, kendati abolisi dan amnesti sebagaimana diatur dalam pasal 14 ayat 2 UUD 1945, merupakan hak Presiden, namun sesuai Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954, abolisi dan amnesti harus ditegakkan atas kepentingan negara.
"Menjahit persatuan Indonesia, saya pikir itu adalah kepentingan besar negara yang sedang dilakukan Presiden Prabowo saat ini."
"Nah, dalam kasus abolisi untuk Lembong dan amnesti pada Hasto, Prabowo sepertinya sedang memegang jarum untuk menjahit persatuan Indonesia. Jarum dan gunting merupakan dua dari tiga alat vital dalam menjahit. Walau vital, tapi keduanya memiliki fungsi yang sangat berbeda. Gunting berfungsi memotong dan memisahkan, sementara jarum berfungsi menyatukan yang terpisah," papar Iswandi yang juga Staf Ahli Menteri Agama ini.
Menurutnya, satu alat vital lainnya dalam menjahit adalah benang. Menjadi benang untuk merekat persatuan ini juga vital dan tidak mudah dilakukan.
Saat ini, di mana sisa-sisa polarisasi politik masa lalu masih terasa tersisa, sulit menemukan sosok yang bisa menjadi benang untuk merekatkan persatuan Indonesia.
"Maka yang menjadi benang ini merupakan sosok yang tidak ingin tampak, tapi berdampak. Seperti karakter benang dalam jahitan, selalu tidak terlihat karena berada di balik kain yang bersatu. Sosok yang tidak ingin menonjol, tidak asing tapi tanpa ambisi ingin menjadi media darling. Sosok kecil, tapi langkahnya seperti Kancil yang selalu berhasil," ujarnya.
Jika Prabowo memegang jarum, maka menurutnya, yang menjadi benang untuk menjahit peristiwa abolisi Lembong dan amnesti Hasto adalah Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad.
Sufmi Dasco Ahmad adalah seorang politikus senior Partai Gerindra dan saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI periode 2024–2029.
Dasco dikenal sebagai orang dekat Prabowo Subianto dan merupakan salah satu tokoh kunci dalam struktur kepemimpinan Gerindra.
"Saya melihat saat ini, sosok itu melekat dalam Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad yang piawai mengendap-endap, merayap senyap untuk mengumpulkan yang terpisah, menemukan yang berbeda, dan menyatukan yang terserak," ungkap Iswandi.
Iswandi menjelaskan, pemberian amnesti-abolisi sebetulnya agak mengejutkan. Setidaknya ada tiga konteks yang bikin abolisi dan amnesti itu mengejutkan.
Pertama, momentum. Kasus Lembong dan Hasto terjadi pada waktu bersamaan, diputuskan menjelang perayaan kemerdekaan RI ke-80.
Kedua, nuansa politik yang sangat kuat aromanya.
Dalam kasus Lembong, muncul spekulasi kuat dari publik sebagai kriminalisasi karena tidak ditemukan Mens Rea (niat jahat). Muatan moral hukum untuk menegakkan keadilan sangat kuat dalam kasus Lembong.
Sementara dalam kasus Hasto, publik sebenarnya lebih berharap yang disidang adalah Harun Masiku yang hingga saat ini belum ditemukan.
Hasto sendiri mengklaim, dirinya hanya korban dari komunikasi politik anak buah.
Walau berbeda faktor kasus keduanya, tetapi spekulasi publik menduga digerakkan oleh aktor kekuasaan yang sama. Selain itu, tekanan publik politik juga berbeda karena keduanya berasal dari habitat politik pada Pilpres 2024 lalu yang berbeda.
Ketiga, menjahit keadilan demokrasi, bagi saya ini yang terpenting. Keputusan Presiden Prabowo memberi abolisi untuk Lembong dan amnesti pada Hasto adalah bentuk keadilan demokrasi.
Menurutnya, persidangan Lembong dan Hasto seperti panggung tontonan politik besar bagi publik.
Tontonan tentang bagaimana hukum, keadilan, kuasa, harapan, politik, demokrasi dan persatuan saling berelasi. Akhir dari berbagai relasi tersebut adalah putusan majelis hakim kedua persidangan.
"Putusan tersebut seolah menjelaskan kuasa sutradara di balik panggung. Hukum dan pengadilan hanya instrumen independen yang digunakan untuk menemukan keadilan oleh pihak yang menginginkan," paparnya.
Dengan pemberian amnesti-abolisi, publik yang sudah dibuat hopeless (tidak punya harapan) terhadap keadilan politik karena putusan pengadilan, mendadak muncul harapan baru yang melegakan.
"Rasa lega publik itu muncul bukan karena keberpihakan parsial dan personal pada Lembong atau Hasto. Tapi lebih pada menguatnya harapan baru tentang keadilan demokrasi untuk masa depan persatuan Indonesia," pungkasnya.
Abolisi dan Amnesti dari Presiden RI
Respons Santai Tom Lembong usai Tahu Jokowi Ngaku Beri Perintah Impor Gula |
---|
Kuasa Hukum Tanggapi soal Tudingan Abolisi dari Prabowo untuk Tom Lembong Bersifat Politis |
---|
Talkshow Overview 6 Agustus 2025: Amnesti-Abolisi, Prabowo-Jokowi Menjauh? |
---|
Tom Lembong Klaim Abolisi dari Prabowo di Luar Ekspektasi: Bersyukur, tapi Ini Solusi yang Tak Ideal |
---|
Respons soal Permintaan Hotman Paris, Kejagung Tegaskan Abolisi Hanya untuk Tom Lembong |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.