Rabu, 13 Agustus 2025

Ketua MK Suhartoyo ‘No Comment’ soal Revisi UU Mahkamah Konstitusi

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo tidak banyak berkomentar banyak terkait wacana revisi Undang-Undang MK.

Tribunnews.com/Mario Christian Sumampow
HUT MK - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo saat diwawancari di kawasan Gedung MK usai mengikuti Upacara HUT MK di Gedung MK, Jakarta, Rabu (13/8/2025). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo tidak banyak berkomentar banyak terkait wacana revisi Undang-Undang MK.

“Kita no comment,” kata Suhartoyo saat ditemui di kawasan Gedung MK  Jalan Merdeka Barat Nomor 6 Jakarta, Rabu (13/8/2025).

Revisi UU disebut Suhartoyo merupakan kewenangan pemerintah dan DPR selaku pembentuk UU.

Tak menanggapi lebih banyak, hakim yang diusul oleh Mahkamah Agung itu mempersilakan proses revisi dilakukan.

"Silakan saja, karena itu kewenangan pembentuk UU," ujar Suhartoyo usai mengikuti Upacara Peringatan HUT ke-22 MK.

Berusia 22 Tahun

MK merupakan lembaga peradilan di Indonesia yang berfungsi untuk menguji konstitusionalitas  undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar.

Didirikan pada tahun 2003, MK memiliki kewenangan yang diatur dalam Pasal 24C UUD 1945 dan UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK yang kemudian diperbarui dengan UU Nomor 8 Tahun 2011.

Suhartoyo  mulai menjabat sebagai ketua MK sejak 9 November 2023.

Ia menggantikan Anwar Usman yang dihentikan dari jabatan ketua oleh Majelis Kehormatan MK karena pelanggaran etik berat terkait konflik kepentingan dalam putusan perkara batas usia capres-cawapres.

Sebelum menjabat Ketua MK, Suhartoyo hakim di Pengadilan Tinggi Bali, Hakim Agung di MA, dan Hakim Konstitusi sejak 2015.

Tidak Masuk Prolegnas

Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Hinca Panjaitan, menyatakan belum ada agenda revisi untuk UU MK menyusul polemik putusan MK yang memerintahkan pemisahan pemilu lokal dan nasional

Dia menjelaskan revisi UU MK tidak masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2025.

“Tidak ada jadwal untuk mengubah (Undang-Undang) MK itu, karena harus ada di Prolegnas, atau putusan Mahkamah Konstitusi sendiri untuk diajukan. Sampai kemarin belum ada,” kata Hinca kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (28/7/2025).

Meski begitu, politisi Partai Demokrat ini menekankan bahwa DPR memiliki hak dan kewenangan untuk menjalankan fungsi pengawasan dan evaluasi terhadap MK.

Itu guna memastikan lembaga tersebut tetap menjalankan tugas pokok dan fungsinya secara konstitusional.

 

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan