Jumat, 22 Agustus 2025

Rizki Briandana: Nasionalisme Harus Dikelola dengan Pendekatan Komunikasi yang Relevan dengan Zaman

Guru Besar Bidang Ilmu Media dan Komunikasi UMB, Prof Rizki Briandana MComm PhD menekankan pentingnya 'membayangkan ulang bangsa'

Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Wahyu Aji
tangkap layar  YouTube Mercu TV Official
PENGUKUHAN GURU BESAR - Prof Rizki Briandana MComm PhD  saat orasi ilmiah pengukuhan sebagai Guru Besar di Kampus UMB Meruya, Jakarta Barat, Selasa (19/8/2025). Ia menekankan pentingnya 'membayangkan ulang bangsa' sebagai upaya menjaga keberlanjutan identitas nasional. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Bidang Ilmu Media dan Komunikasi Universitas Mercu Buana (UMB), Prof Rizki Briandana MComm PhD menekankan pentingnya 'membayangkan ulang bangsa' sebagai upaya menjaga keberlanjutan identitas nasional.

Rizki menggarisbawahi bahwa bangsa tidak sekadar hadir dalam dokumen resmi melainkan hidup melalui percakapan, cerita dan interaksi.

“Bangsa ini tidak hanya hidup dalam dokumen resmi atau peta, melainkan dalam percakapan, cerita, dan ruang komunikasi yang kita bangun bersama. Itulah api imajinasi bangsa yang harus terus dijaga,” ujar Rizki dalam orasi ilmiah pengukuhan sebagai Guru Besar di Kampus UMB Meruya, Jakarta Barat, Selasa (19/8/2025).

Selain Rizki Briandana, UMB juga mengukuhkan empat guru besar lainnya, yakni: Prof. Dr. Indra Siswanti, M.Si. (Ilmu Manajemen), Prof. Dr. Ratna Mappanyukki, M.Si. (Ilmu Audit), Prof. Dr. Dewi Nusraningrum, M.Si. (Ilmu Manajemen), dan Prof. Dr. Herry Agung Prabowo, M.MSc., Ph.D. (Ilmu Lean Manufacturing).

Acara juga dihadiri Ketua LLDIKTI III, Dr. Henri Togar Hasiholan Tambunan, S.E., M.A., pengurus Yayasan Menara Bhakti, senat, serta sivitas akademika UMB.

Dalam orasi ilmiahnya berjudul Reimagining the Nation: Etnografi Komunikasi dan Networked Nationalism untuk Keberlanjutan Ruang Batas Indonesia,  Rizki memaparkan hasil penelitiannya di wilayah perbatasan Sebatik, Kalimantan Utara, yang memperlihatkan warga lebih akrab dengan informasi dari Johor, Malaysia, dibandingkan dari Jakarta.

Menurutnya, fenomena ini menunjukkan masih rapuhnya komunikasi identitas nasional, terutama di daerah perbatasan.

“Ruang batas bukan sekadar garis geopolitik, melainkan medan sosial yang harus dikelola dengan adil, inklusif, dan berorientasi pada komunikasi yang mengikat kebangsaan,” kata dia.

Ia menegaskan, di tengah derasnya arus digitalisasi dan jejaring global, nasionalisme harus dikelola melalui pendekatan komunikasi yang relevan dengan zaman. 

"Media sosial, narasi digital, hingga jaringan komunitas, berperan penting dalam menjaga keterhubungan warga negara dengan identitas nasional," jatanya.

Guru Besar sebagai Penunjuk Arah

Sementara Rektor UMB, Prof Dr Ir Andi Adriansyah, M.Eng., menegaskan bahwa pengukuhan guru besar merupakan puncak pencapaian akademik, namun bukan akhir perjalanan, melainkan awal tanggung jawab yang lebih besar bagi ilmu pengetahuan, masyarakat, dan bangsa.

“Ilmu pengetahuan tidak boleh berhenti di menara gading, tetapi harus memberi manfaat nyata, termasuk menjawab tantangan global seperti perubahan iklim, keberlanjutan sumber daya, dan kesenjangan sosial,” ujarnya.

Guru besar, kata dia, harus menjadi mercu suar yang menerangi jalan di tengah samudra luas perkembangan ilmu pengetahuan.

Lebih jauh, guru besar juga dituntut berperan sebagai penunjuk arah—seperti GPS—bagi generasi penerus, masyarakat, dan bangsa.

Halaman
12
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan