Jumat, 22 Agustus 2025

PLN Diusulkan Terbitkan Green Bonds untuk Percepat Transisi Energi

Aryo Djojohadikusumo mendorong PLN menerbitkan green bonds sebagai solusi pendanaan pembangunan jaringan transmisi listrik berbasis EBT

Editor: Dodi Esvandi
HANDOUT
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Aryo Djojohadikusumo, mendorong Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk menerbitkan green bonds sebagai solusi pendanaan pembangunan jaringan transmisi listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Aryo Djojohadikusumo, mendorong Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk menerbitkan green bonds sebagai solusi pendanaan pembangunan jaringan transmisi listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT). 

Usulan ini disampaikan dalam forum diskusi Energy Insights Forum bertajuk “The Energy We Share” yang digelar oleh KADIN Bidang ESDM bersama Katadata di Jakarta, Rabu (20/8/2025) malam.

Menurut Aryo, tantangan utama dalam pengembangan EBT di Indonesia bukan terletak pada sumber daya, melainkan pada investasi infrastruktur transmisi yang menghubungkan pembangkit dengan pusat konsumsi listrik. 
“Internal rate of return (IRR) transmisi saat ini hanya sekitar enam persen. Angka itu terlalu rendah bagi investor swasta, sehingga pembangunan jaringan harus ditangani langsung oleh PLN,” ujarnya.

Di sinilah, lanjut Aryo, green bonds berperan penting. 

Instrumen keuangan ini memungkinkan PLN memperoleh pendanaan yang cukup untuk membangun jaringan transmisi EBT sekaligus memperluas bauran energi hijau nasional. 

“Indonesia punya potensi energi bersih yang besar. Tantangannya adalah bagaimana menjembatani potensi itu dengan kebutuhan listrik yang terus meningkat,” tambahnya.

Green bonds sendiri merupakan obligasi yang secara khusus diterbitkan untuk membiayai proyek-proyek ramah lingkungan, seperti pembangkit energi terbarukan, penguatan transmisi hijau, dan sistem penyimpanan energi. 

Keunggulannya, dana yang terkumpul hanya digunakan untuk proyek hijau, sehingga menarik minat investor global yang kini semakin selektif dalam menyalurkan pendanaan.

Baca juga: Kerjasama Pertamina Geothermal-PLN IP Dorong Capaian Target Kapasitas Panas Bumi 3 Gigawatt

Dengan kebutuhan investasi pembangkit dan transmisi yang diperkirakan mencapai Rp3.000 triliun, green bonds dinilai sebagai instrumen strategis untuk memperkuat kredibilitas transisi energi Indonesia di mata dunia.

Pandangan Aryo mendapat dukungan dari SEVP Hukum, Regulasi, dan Kepatuhan PLN, Nurlely Aman. 

Ia menegaskan bahwa PLN tidak bisa bekerja sendiri dalam mewujudkan target Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034, yang menetapkan 76 persen tambahan kapasitas berasal dari energi terbarukan, termasuk sistem penyimpanan energi.

“Pertanyaannya bukan lagi apa yang harus dilakukan, tetapi bagaimana mengeksekusinya bersama-sama. PLN butuh dukungan aktif dari sektor swasta,” ujar Nurlely.

RUPTL terbaru menempatkan Independent Power Producer (IPP) sebagai penyumbang lebih dari 70 persen pendanaan. Untuk merealisasikannya, PLN mengandalkan kolaborasi internasional dan skema pembiayaan hijau, termasuk transition financing yang tengah disiapkan.

Dari sisi pelaku usaha, CEO Bosowa Corporindo, Subhan Aksa, menyoroti kebutuhan energi rendah emisi di kawasan Indonesia timur. 

Ia mencatat, pertumbuhan konsumsi energi di Sulawesi Selatan mencapai sembilan persen per tahun. 

Halaman
12
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan