Tunjangan DPR RI
Eks Wakapolri Sakit Hati usai Sahroni Sebut Rakyat yang Tuntut DPR Bubar 'Orang Tolol': Tak Pantas
Oegroseno menegaskan bahwa perkataan Sahroni itu tidak sepantasnya dilontarkan oleh orang yang dipilih langsung oleh rakyat.
Penulis:
Rifqah
Editor:
Sri Juliati
Dia juga menilai aksi tersebut dilakukan di tempat yang tepat dan dengan cara yang patut dihargai.
Meski begitu, Sahroni tidak menanggapi tuntutan substantif dari massa, melainkan lebih fokus pada kericuhan yang sempat terjadi.
Menurutnya, gesekan antara massa dan aparat bukan bagian dari penyampaian aspirasi, melainkan ulah oknum yang berpikiran preman.
Sahroni pun mendorong Polda Metro Jaya untuk menindak tegas pelaku kericuhan, termasuk jika mereka masih di bawah umur.
“Itu bukan bagian dari demo untuk menyalurkan aspirasi, tapi orang-orang yang berpikiran premanisme,” ucapnya.
“Saya dukung Polda Metro menangkap mereka-mereka yang anarkis, sekalipun di bawah umur,” tegasnya.
Masyarakat sebelumnya melakukan demo pada 25 Agustus 2025 di depan Gedung DPR RI, Jakarta, untuk menuntut pembubaran DPR, penolakan kenaikan gaji dan tunjangan DPR, pengesahan RUU Perampasan Aset, hingga desakan agar Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mundur.
Demo ini mencerminkan kekecewaan publik yang memuncak terhadap DPR, terutama terkait isu kesejahteraan anggota dewan yang dianggap tidak sensitif terhadap kondisi rakyat.
Meski tuntutan pembubaran DPR mengemuka, secara hukum hal tersebut tidak bisa dilakukan tanpa amandemen UUD 1945.
DPR Tak Temui Massa Aksi
Saat demo tersebut, DPR pun sama sekali tidak menemui massa aksi 'Bubarkan DPR' di depan Gedung DPR RI.
Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, mengatakan bahwa tidak terorganisirnya massa aksi yang menyampaikan aspirasi kemarin menjadi alasan besar tidak adanya perwakilan DPR yang mau menemui.
Diketahui, aksi demo 25 Agustus yang berlangsung di depan Gedung DPR itu berakhir ricuh. Massa melempar botol air mineral, membakar kardus dan sampah, serta mencoba memanjat barikade polisi.
Polisi pun menembakkan gas air mata dan mengerahkan water cannon untuk membubarkan massa, hingga beberapa demonstran tumbang dan mendapat pertolongan dari ambulans.
Dampak dari insiden itu, motor terbakar di lokasi aksi, jurnalis ANTARA menjadi korban pemukulan oleh oknum aparat saat meliput, dan KRL Tanah Abang terganggu, hanya beroperasi sampai Stasiun Kebayoran.
Cucun mengatakan, tidak ada perwakilan dari massa aksi juga untuk melakukan dialog dengan DPR.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.