Rabu, 27 Agustus 2025

Tunjangan DPR RI

Ketua PBHI Sebut Gaji dan Tunjangan Fantastis DPR RI Isu Sensitif: Tidak Adil dan Tidak Patut

Menurut Ketua PBHI Julius Ibrani, besaran gaji dan tunjangan DPR RI yang fantastis adalah isu sensitif jika mempertimbangkan rasa keadilan.

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
GAJI DAN TUNJANGAN DPR RI - Dalam foto: Sejumlah Anggota DPR memgikuti Rapat Paripurna ke-4 DPR RI Masa Sidang I Tahun Sidang 2025-2026 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/8/2025). Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani menyebut besaran gaji dan tunjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menjadi isu sensitif.  TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Menurutnya, rumah dinas yang sudah ada, tetapi diklaim sudah tidak layak, direnovasi saja dan tetap dipakai.

Atau, ia menilai, lebih baik rumah dinas anggota dewan dijual untuk mengganti besaran tunjangan rumah yang diberikan.

"Kalau memang rumah Kalibata dan Ulujami belum layak, renovasi. Kalau memang mau ada tunjangan, maka rumah-rumah itu dijual untuk mengganti tunjangan itu agar tidak di Ciputat, tapi lebih dekat lagi. [Tetapi,] wacana ini tidak ada," jelasnya.

Kemudian, Julius menegaskan bagaimana besaran tunjangan dan gaji anggota DPR dinilai sebagai isu sensitif dengan dikaitkan pada Pasal 3 Ayat 1 UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang menyoroti soal keadilan dan kepantasan pengelolaan keuangan negara.

Ia menilai, besarnya tunjangan dan gaji DPR RI terasa tidak adil, apalagi mengingat sulitnya kondisi ekonomi masyarakat kecil.

"Nah, kalau kita ngomong sensitivitas, oh itu personal. Ada yang enggak sensitif, jangan dipaksain," jelasnya.

"Makanya, saya tegaskan baca Pasal 3 Undang-Undang 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, di mana di situ ada wajib untuk memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan," tutur Julius.

"Ini harus saya tegaskan, tidak adil dan tidak patut. Tidak adilnya karena situasi seperti ini, tidak patutnya karena pembahasan yang tidak terbuka, publikasi yang tidak memadai," imbuhnya.

"Sehingga menciptakan apa? Menciptakan opini di publik, menciptakan asumsi bahwa mereka menerima kemewahan, kami menghadapi kesusahan," tandasnya.

Sekilas tentang PBHI

PBHI merupakan perkumpulan yang berbasis anggota individual dan bersifat non-profit, serta didirikan pada 5 November 1996.

Adapun sejumlah pendiri PBHI merupakan pegiat HAM, seperti Hendardi, Luhut MP Pangaribuan, Rocky Gerung, Soendjati, Maria Pakpahan, dan lainnya.

Tujuan pemajuan dan pembelaan hak asasi manusia baik melalui penanganan kasus, pendampingan dan pembelaan korban pelanggaran hak asasi manusia, pemberdayaan komunitas korban, penelitian dan pengembangan HAM maupun advokasi kebijakan nasional dan internasional.

PBHI bekerja bersama PBHI wilayah di 10 provinsi di Indonesia, yakni Sumatera Utara, Sumatera Barat, Lampung, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Bali, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan.

Dalam Kongres VI PBHI yang diselenggarakan pada 5-7 November 2021, terpilihlah Julius Ibrani sebagai Ketua Badan Pengurus Nasional PBHI.

Halaman
1234
Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan