Kasus Suap Ekspor CPO
Sidang Korupsi CPO, Terungkap Ada Ancaman Dari Panitera Wahyu Gunawan Dalam Perkara Wilmar Group
Panitera muda Pengadilan Negeri Jakarta Utara Wahyu Gunawan ancam PT Wilmar Group jika ingin tetap berbisnis minyak goreng.
Penulis:
Rahmat Fajar Nugraha
Editor:
Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Panitera muda Pengadilan Negeri Jakarta Utara Wahyu Gunawan ancam PT Wilmar Group jika ingin tetap berbisnis minyak goreng.
Atas hal itu Wahyu disebut meminta dirinya yang mengurus perkara korupsi ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) korporasi PT Wilmar Group.
Adapun hal itu terungkap pada sidang lanjutan kasus dugaan suap vonis lepas korporasi, pada pengurusan perkara korupsi ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat pada Rabu (27/8/2025).
Duduk sebagai terdakwa dalam perkara tersebut yakni eks Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta, tiga mantan hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Djuyamto, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin serta panitera muda Pengadilan Negeri Jakarta Utara Wahyu Gunawan.
"Saudara Wahyu berkata sama saya, itu masih di media sosial. Kadang juga saya hubungan lewat video call melalui Medsos Instagram. Itu ada media video call-nya juga. Kemudian dia bilang, 'Lebih baik lu kasih gue aja kerjaan (Wilmar) ini. Karena pekerjaan ini pasti gue pegang bisa beres,'" kata saksi Ariyanto Bakri, suami Marcella Santoso dalam persidangan.
Baca juga: Kasus Vonis Lepas CPO, Hakim Djuyamto Cs Didakwa Terima Suap Rp 21,9 Miliar
Marcella Santoso merupakan advokat tersangka yang menyuap tiga majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat agar menjatuhkan vonis lepas terhadap 3 perusahaan CPO.
Jaksa lantas menanyakan apa yang dipahami dari kerjaan yang diungkap Wahyu Gunawan.
"Oke. Yang saudara paham apa yang dimaksudkan Wahyu kerjaan ini?" tanya jaksa.
Baca juga: Buka Sidang Perdana Suap Vonis Lepas CPO, Majelis Minta Publik Jangan Goda Hakim atau Panitera
Dikatakan Ariyanto kerajaan yang saat itu istrinya Marcella Santoso tangani yakni perkara korupsi ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) korporasi PT Wilmar Group.
"Dan dia bilang, 'Lu sampaikan deh ke klien lu. Atau sampaikan ke bini lu. Untuk pekerjaan itu saya pegang'," kata Ariyanto menirukan perkataan Wahyu.
Kemudian Ariyanto pun menanyakan soal konsekuensi perkara tersebut jika dipegang Wahyu Gunawan.
"Pokoknya lu jelasin saja ke bini lu lebih baik kerjaan itu gue yang pegang. Kalau klien lu masih mau bisnis migor, minyak goreng," jelas Ariyanto menirukan perkataan Wahyu.
Kasus suap hakim bermula saat tiga korporasi besar itu yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group yang sebelumnya dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 17,7 triliun di kasus persetujuan ekspor CPO atau minyak goreng.
Ketiga terdakwa korporasi dituntut membayar uang pengganti yang berbeda-beda.
PT Wilmar Group dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 11.880.351.802.619 atau (Rp 11,8 triliun), Permata Hijau Group dituntut membayar uang pengganti Rp 937.558.181.691,26 atau (Rp 937,5 miliar), dan Musim Mas Group dituntut membayar uang pengganti Rp Rp 4.890.938.943.794,1 atau (Rp 4,8 triliun).
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.