Selasa, 28 Oktober 2025

Kasus Suap Ekspor CPO

Momen Hakim Non Aktif Djuyamto Menangis di Sidang, Menyesal Abaikan Nasihat Istri hingga Pimpinan MA

Dengan suara bergetar dan membasuh air matanya, terdakwa Djuyamto mengakui kesalahannya tersebut.

Tribunnews.com/Rahmat Nugraha
TERDAKWA MENANGIS - Sidang kasus dugaan suap pengurusan perkara korupsi ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) vonis lepas korporasi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (22/10/2025). Terdakwa Djuyamto menangis di persidangan. 

"Saya juga teringat, gara-gara saya tidak mendengar nasihat istri saya yang kemarin menjadi saksi di sini. Sering mengingatkan saya, agar jangan main-main dengan perkara ini," kata Djuyamto dengan suara terisak.

Baca juga: Sidang Suap Vonis CPO, NU Kartasura Akan Kembalikan Uang Rp 5,5 Miliar dari Djuyamto ke Jaksa

Terangnya ia tidak pernah bercerita tentang penerimaan uang dari perkara yang saat itu ia tangani. Djuyamto menyebut istirnya marah kepadanya.

"Sejak saya menerima (Valas) yang pertama, saya sudah merasa bersalah sebagai seorang hakim, menerima uang ketika sedang menangani perkara, saya sadar betul yang mulia," imbuhnya.

Kemudian di persidangan Djuyamto menyebut, kira-kira dua bulan sebelum perkara tersebut ia putus.

Dirinya pernah ditelepon oleh salah seorang pimpinan Mahkamah Agung, tetapi karena ia sedang memimpin persidangan, tak terangkat.

"Kemudian beliau WA ke saya, 'Pak Dju' kalau ada perkara yang mengatasnamakan pimpinan, siapapun itu jangan dipercaya'" kata Djuyamto.

"Dan barangkali inilah juga kesalahan saya yang mulia, tidak menengarkan apa yang disampaikan pimpinan. Maka saya bertanggung jawab atas semua ini," tandasnya.

Sebagai informasi, tiga korporasi besar yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group yang sebelumnya dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 17,7 triliun di kasus persetujuan ekspor CPO atau minyak goreng.

Baca juga: Istri Djuyamto Mengaku Hanya Bisa Pasrah Ketika Suaminya Terlibat Perkara Dugaan Suap

Ketiga terdakwa korporasi dituntut membayar uang pengganti yang berbeda-beda. 

PT Wilmar Group dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 11.880.351.802.619 atau (Rp 11,8 triliun), Permata Hijau Group dituntut membayar uang pengganti Rp 937.558.181.691,26 atau (Rp 937,5 miliar), dan Musim Mas Group dituntut membayar uang pengganti Rp Rp 4.890.938.943.794,1 atau (Rp 4,8 triliun).

Uang pengganti itu dituntut oleh Jaksa agar dibayarkan oleh ketiga korporasi lantaran dalam kasus korupsi CPO negara mengalami kerugian sebesar Rp 17,7 triliun.

Tapi bukannya divonis bersalah, majelis hakim yang terdiri dari Djuyamto, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin justru memutus 3 terdakwa korporasi dengan vonis lepas atau ontslag pada Maret 2025 lalu.

Tak puas dengan putusan ini, Kejagung langsung mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

Sejalan dengan upaya hukum itu, Kejagung juga melakukan rangkaian penyelidikan pasca adanya vonis lepas yang diputus ketiga hakim tersebut. 

Hasilnya Kejagung menangkap tiga majelis hakim PN Jakpus tersebut dan menetapkannya sebagai tersangka kasus suap vonis lepas.

Kemudian eks Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta dan Panitera Muda Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Wahyu Gunawan turut jadi tersangka. Semua tersangka saat ini tengah duduk sebagai terdakwa diadili di persidangan.

 

 

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved