Selasa, 28 Oktober 2025

Sosok 9 Penggugat Aturan Pensiun Seumur Hidup DPR ke MK, Dokter Lita Gading Tambah Pasukan

Mulanya jumlah penggugat pensiunan seumur hidup DPR ada dua orang yakni Lita Gading dan Syamsul Jahidin, kini total berjmlah 9 orang

YouTube Mahkamah Konstitusi RI
PEMOHON PENSIUNAN DPR - Jumlah pemohon uji materiil aturan pensiunan seumur hidup anggota DPR menjadi total 9 orang. dr. Lita Gading tambah pasukan penggugat 

Ringkasan Berita:
  • Jumlah penggugat aturan pensiun seumur hidup DPR ke MK bertambah jadi 9 orang
  • Selain dr. Lita Gading dan Syamsul Jahidin, ada tujuh termasuk satu di antaranya adalah dokter
  • Mereka menyuarakan ketidakadilan dalam pemberian pensiun seumur hidup anggota DPR yang hanya menjabat lima tahun

TRIBUNNEWS.COM - Gugatan terhadap aturan tunjangan pensiun seumur hidup anggota DPR RI ke Mahkamah Konstitusi (MK), menjadi semakin panas lantaran pemohon dalam permohonan uji materiil terhadap UU Nomor 12 Tahun 1980 bertambah.

Permohonan uji materiil terhadap UU No 12 Tahun 1980 adalah tentang Hak Keuangan/Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara.

Para pemohon ini mengajukan uji materiil terhadap Pasal 1 Huruf B, Pasal 1 Huruf F, dan Pasal 12 Ayat 1 UU No. 12 Tahun 1980, yang dinilai bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28C ayat (2), dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Mereka menilai bahwa pemberian pensiun kepada anggota DPR yang hanya menjabat lima tahun tidak adil dan membebani keuangan negara.

Adapun mulanya jumlah penggugat ada dua orang yakni Lita Linggayani Gading atau dr. Lita Gading dan Syamsul Jahidin, kini bertambah menjadi sembilan orang pemohon.

Mereka berasal dari berbagai latar belakang profesi dan daerah, bersatu menyuarakan ketidakadilan dalam pemberian pensiun seumur hidup kepada anggota DPR yang hanya menjabat lima tahun.

Baca juga: Dukung Gugatan Tunjangan Pensiun Seumur Hidup DPR ke MK, Salsa Erwina: Gunakan Uang untuk Rakyat!

Berikut sosok kesembilan pemohon yang kini menjadi garda depan dalam gugatan ini:

  1. Dr. Lita Linggayati Gading, M.Psi – Psikiater/Psikolog Sebagai Pemohon I, Dr. Lita adalah seorang profesional di bidang kesehatan mental yang berdomisili di Gading Serpong, Tangerang. Ia menjadi salah satu inisiator gugatan ini, menyuarakan keresahan masyarakat terhadap ketimpangan sistem pensiun DPR. Lita dikenal aktif dalam isu-isu sosial dan keadilan publik.
  2. Syamsul Jahidin, S.I.Kom., S.H., M.I.Kom., M.H.Mil. – Mahasiswa dan Advokat Pemohon II ini berasal dari Mataram, NTB. Selain berprofesi sebagai advokat, Syamsul juga masih aktif sebagai mahasiswa. Ia menjadi salah satu penggugat awal bersama Dr. Lita. Dengan latar belakang hukum dan komunikasi, Syamsul menyuarakan pentingnya keadilan fiskal dan akuntabilitas wakil rakyat.
  3. dr. Ria Merryanti A.P., M.H. – ASN (Aparatur Sipil Negara) Pemohon III adalah seorang dokter sekaligus ASN yang berdomisili di Pontianak. Ia membawa perspektif birokrasi dan pelayanan publik dalam gugatan ini, menyoroti ketimpangan antara hak pensiun ASN dan anggota DPR.
  4. H. Edy Rudianto, S.H., M.H. – Advokat Sebagai Pemohon IV, Edy berasal dari Sidoarjo dan memiliki latar belakang hukum yang kuat. Ia dikenal aktif dalam advokasi hukum dan turut memperkuat argumen konstitusional dalam permohonan ini.
  5. Yosephine Chrisan Ecclesia Tamba, S.H. – Karyawan BUMN dan Advokat Pemohon V berasal dari Sekadau, Kalimantan Barat. Dengan pengalaman di sektor BUMN dan profesi advokat, Yosephine menyoroti beban fiskal negara akibat pensiun DPR yang dinilai tidak proporsional.
  6. Meilani Mindasari, S.H. – Advokat Pemohon VI berdomisili di Jakarta Timur. Sebagai praktisi hukum, Meilani turut memperkuat gugatan dengan pendekatan yuridis terhadap ketentuan yang dinilai diskriminatif terhadap profesi lain yang tidak mendapat pensiun seumur hidup.
  7. Ida Haerani, S.H., M.H. – Dosen dan Advokat Pemohon VII berasal dari Bekasi. Sebagai akademisi dan praktisi hukum, Ida membawa perspektif pendidikan hukum dan keadilan sosial dalam gugatan ini. Ia menekankan pentingnya reformasi kebijakan keuangan negara yang lebih adil.
  8. H. Evaningsih, S.H. – Advokat Pemohon VIII berdomisili di Tambun Selatan. Ia menyoroti aspek keadilan sosial dan keberpihakan negara terhadap rakyat kecil dalam sistem pensiun pejabat negara.
  9. Andrean Winoto Wijaya, S.H., M.H. – Advokat Pemohon IX berasal dari Pontianak. Andrean aktif dalam isu-isu hukum tata negara dan menilai bahwa pemberian pensiun seumur hidup kepada anggota DPR bertentangan dengan prinsip keadilan dan efisiensi anggaran negara.

MK kembali mengadakan persidangan untuk menguji Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 mengenai Hak Keuangan/Administratif bagi Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara serta Mantan Pimpinan dan Mantan Anggota Lembaga Tinggi Negara (UU 12/1980) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945). 

Sidang ini membahas perbaikan permohonan yang diajukan oleh Lita Linggayani Gading dan Syamsul Jahidin sebagai Pemohon dalam Perkara Nomor 176/PUU-XXIII/2025., merupakan lanjutan dari sidang sidang pendahuluan pada Jumat (10/10/2025).

Persidangan yang berlangsung di Ruang Sidang Pleno MK pada Kamis (23/10/2025) dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo, didampingi oleh Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah.

Dalam kasus ini, para Pemohon—Lita yang bekerja sebagai psikolog serta Syamsul yang merupakan mahasiswa dan juga advokat—mengajukan uji terhadap Pasal 1 huruf a, Pasal 1 huruf f, dan Pasal 12 ayat (1) UU 12/1980.

Menurut mereka, ketentuan-ketentuan itu dianggap melanggar prinsip keadilan dan kesamaan di depan hukum seperti yang dijamin oleh UUD NRI 1945.

Saat menyampaikan perbaikan permohonan, Syamsul Jahidin menjelaskan bahwa jumlah Pemohon dalam perkara ini meningkat dari awalnya dua orang menjadi sembilan orang.

“Selain itu, di halaman 6 poin 4 kami menegaskan bahwa perkara ini bukan nebis in idem, karena sebelumnya ada pengujian undang-undang serupa dengan Nomor Perkara 41/PUU-XI/2013,” kata Syamsul di depan Majelis Hakim, dikutip dari laman MK.

Syamsul juga menerangkan bahwa para Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) sebagai warga negara Indonesia yang hak konstitusionalnya berpotensi terganggu oleh penerapan norma-norma dalam pasal-pasal yang diuji.

Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved