Rabu, 29 Oktober 2025

Proyek Kereta Cepat

Whoosh dan Utang Rp116 Triliun, Pakar Yakin KPK Sedang Selidiki Dugaan Korupsi, Jokowi Terseret?

Pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar meyakini, KPK diam-diam sedang adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek Whoosh.

/Sekretaris Presiden RI
POLEMIK WHOOSH - Dalam foto: Presiden RI Prabowo Subianto menggunakan kereta cepat "Whoosh" dari Stasiun Halim, Jakarta, bertolak menuju Bandung, Jawa Barat, Rabu. (6/8/2025). Pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar meyakini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pasti tengah menyelidiki adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh. (Tribunnews/Sekretaris Presiden RI/HO) 

Sebagai informasi, proyek kereta cepat merupakan gagasan dari Jepang yang muncul pada era Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada periode 2014-2015.

Saat itu, melalui JICA (Japan International Cooperation Agency), Jepang sudah melakukan studi kelayakan atau feasibility study meski belum diputuskan pemerintah Indonesia.

JICA pun rela menggelontorkan modal sebesar 3,5 juta dollar AS sejak 2014 untuk mendanai studi kelayakan yang dilakukan bersama Kementerian Perhubungan dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (kini BRIN).

Namun, pada 2015, saat pemerintahan RI sudah beralih dari SBY ke Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi), diputuskan akan dibuat proyek kereta cepat untuk rute Jakarta-Bandung.

Proyek ini pun seolah menjadi rebutan, karena tak hanya Jepang yang sudah berminat terlebih dahulu, tetapi China juga muncul sebagai tandingan.

Pada 26 Agustus 2015, Jepang menawarkan investasi sebesar 6,2 miliar dollar AS, dengan pinjaman proyek berbunga rendah 0,1 persen per tahun dengan tenor 40 tahun (tenggang 10 tahun), memakai skema Government-to-Government (G2G).  

Jepang juga menawarkan jaminan pembiayaan dari pemerintah Jepang dan meningkatkan tingkat komponen produk dalam negeri Indonesia.

Di sisi lain, China datang dengan tawaran nilai investasi yang lebih murah dari Jepang, yakni sebesar 5,5 miliar dollar AS dengan skema investasi 40 persen kepemilikan China dan 60 persen kepemilikan lokal, yang berasal dari konsorsium BUMN.

Dari estimasi investasi ini, sekitar 25 persen akan didanai menggunakan modal bersama dan sisanya berasal dari pinjaman dengan tenor 40 tahun dan bunga 2 persen per tahun.

Selain itu, ada perbedaan yang dinilai krusial antara tawaran Jepang dan China selain besaran nilai investasi proyek tersebut.

Pertama, berbeda dengan tawaran Jepang, China menjamin pembangunan KCJB ini tak menguras dana APBN Indonesia.

Kedua, tawaran China berbeda dari proposal Jepang karena diklaim akan terbuka soal transfer teknologi kepada Indonesia.

Akhirnya, pemerintah Indonesia pun akhirnya berpaling dan memilih proposal yang ditawarkan China, meski hal itu menimbulkan kekecewaan pemerintah Jepang.

Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh lantas ditetapkan sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 3 Tahun 2016.

Pengelola Whoosh adalah PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), yang merupakan perusahaan patungan antara konsorsium Indonesia (PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia/PSBI) dengan 60 persen saham dan konsorsium China melalui Beijing Yawan HSR Co Ltd (40 persen saham).

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved