Hendri Satrio Sebut Tiga Beban Pemerintahan Prabowo: Ijazah Gibran hingga Kasus Silfester Matutina
Analis politik Hendri Satrio menyebut ketiga isu itu sebagai “hantu” yang membayangi pemerintahan Prabowo.
Penggugat empersoalkan keabsahan riwayat pendidikan Gibran, khususnya ijazah SMA/setara, serta menuding adanya perubahan data riwayat pendidikan di situs KPU. Sampai saat ini proses hukumnya masih berlangsung.
"Tentang ijazah Jokowi itu bisa menunggu nanti selesai polemiknya lewat pengadilan atau apalah gitu. Karena Pak Jokowinya sudah tidak lagi menjabat. Nah, yang menurut saya perlu segera diselesaikan itu justru polemik ijazahnya Mas Gibran sebagai wakil presiden. Kenapa? Karena dia masih menjabat dan sedang menjabat."
"Jadi kalau Mas Gibran menurut saya ada keharusan untuk dia tampil ke publik menjelaskan, oh iya saya selesai di, kita enggak usah ngomong universitas tapi bicara tentang SMA aja. Oh iya saya selesai di SMA sekian sekian sekian, tahun berapa tahun berapa tahun berapa gitu."
"Kenapa saya nyebutnya tahun berapa tahun berapa tahun berapa karena kan ada kabarnya dia sekolah di Australia, ada kabarnya dia sekolah di Singapura. Nah, maksud saya diclearkan aja dan dia harus tampil tuh untuk menyelesaikan polemik ini," papar Hendri.
Kasus Silfester
Menurut Hendri, hantu pemerintahan Prabowo yang kedua adalah Silfester Matutina.
Seperti diketahui, Silfester, yang dikenal sebagai relawan Jokowi itu, sudah divonis 1,5 tahun penjara pada kasus fitnah terhadap Wapres ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK) pada 2019, namun hingga kini belum ditahan.
Kasusnya bermula pada 2017, Silfester berorasi menuding JK sebagai pemecah belah bangsa dengan ambisi politiknya. Silfester juga menyebut JK korupsi hingga mengakibatkan masyarakat miskin.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 287 K/Pid/2019 untuk Silfester dibacakan tanggal 20 Mei 2019 oleh Hakim Ketua H Andi Abu Ayyub Saleh, Hakim Anggota H Eddy Army dan Gazalba Saleh. Dalam Putusan MA ini disebutkan bahwa Silfester dikenakan dakwaan pertama Pasal 311 Ayat 1 KUHP dan dakwaan kedua Pasal 310 Ayat 1 KUHP.
Pembiaran terhadap Silfester yang tidak kunjung dieksekusi hukumannya, menjadi gambaran buruknya wajah hukum di bawah pemerintahan Prabowo.
"Karena banyak sekali yang beranggapan bahwa penegakan hukum di era Pak Prabowo ini tidak lebih baik dari pemerintahan sebelumnya karena Silfester," ujar Hendri.
Bahkan, Hendri melihat prestasi Kejaksaan yang sukses mengembalikan kerugian negara sebesar sekitar Rp 13,25 triliun dari kasus korupsi Crude Palm Oil (CPO) tertutupi kasus Silfester yang belum dieksekusi.
"Dengan hadirnya uang triliunan itu harusnya luar biasa dampaknya. Tapi ternyata banyak juga masyarakat yang bertanya, 'Loh, tapi kenapa kemudian Silverster tidak eh dieksekusi juga?' Nah, menurut saya ini harus diperjelas Silferster ini. Apakah Bang Silferster memang sudah selesai ya, tidak perlu lagi diungkit-ungkit hukumnya atau memang harus dieksekusi," papar Hendri.
Utang KA Cepat Whoosh
Beban ketiga yang membayangi pemerintahan Prabowo adalah utang jumbo Whoosh.
| 5 Poin Pernyataan Jokowi soal Proyek Whoosh, Sebut Bukan Cari Laba hingga Soroti Dampak Kereta Cepat |
|
|---|
| Zainul Arifin Ajukan Banding Administratif Minta Prabowo Tinjau Ulang SK Kepengurusan PPP Mardiono |
|
|---|
| Purbaya vs Hasan Nasbi, Menkeu: Saya Koboi Itu Perintah Presiden, Saya Nggak Berani Gerak Sendiri |
|
|---|
| Banding Administratif, Pengurus PPP Minta Presiden Tinjau Ulang SK Kepengurusan Mardiono |
|
|---|
| Wakil Menteri Haji: Presiden Minta Ongkos Haji Harus Turun, Tapi Kualitas Jangan Turun |
|
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.