Proyek Kereta Cepat
KPK Disebut Takut Usut Proyek Whoosh, Saut Situmorang: Cermin Prinsip yang Rusak Sejak Revisi UU KPK
Dari dugaan Mahfud MD bahwa KPK takut mengusut proyek Whoosh, Saut Situmorang menyebut, 9 prinsip antikorupsi sudah rusak setelah revisi UU KPK.
Ringkasan Berita:
- Dugaan korupsi mencuat setelah proyek Whoosh disinyalir mengalami markup atau penggelembungan nilai anggaran hingga beberapa kali.
- Mantan Menkopolhukam RI Mahfud MD menyebut, KPK seolah takut mengusut kasus dugaan korupsi proyek Whoosh.
- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019, Saut Situmorang, menilai dugaan KPK takut mengusut proyek Whoosh mencerminkan rusaknya sembilan prinsip antikorupsi dalam KPK karena Revisi UU KPK.
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019, Saut Situmorang, menanggapi dugaan bahwa lembaga anti-rasuah tersebut takut mengusut dugaan korupsi dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) alias Whoosh.
Adapun Whoosh saat ini menuai sorotan lantaran memunculkan beban utang hingga lebih dari Rp100 triliun, dengan bunga yang cukup tinggi, apalagi proyek tersebut juga mengalami pembengkakan biaya (cost overrun).
Dugaan korupsi mencuat setelah proyek Whoosh disinyalir mengalami markup atau penggelembungan nilai anggaran hingga beberapa kali.
Selain itu, Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM RI (Menkopolhukam) Mahfud MD menyebut, KPK seolah takut mengusut kasus dugaan korupsi proyek Whoosh.
Namun, ia tidak menyebut, kepada siapa lembaga itu merasa takut.
“Dugaan saya [KPK] takut. Entah takut pada siapa,” kata Mahfud MD dalam program acara Kompas Petang, sebagaimana dikutip pada Rabu (29/10/2025).
Dari dugaan bahwa KPK takut menurut pernyataan Mahfud MD ini, Saut Situmorang menilai, itu artinya sembilan prinsip antikorupsi dalam KPK sudah rusak setelah adanya revisi Undang-undang KPK.
Dikutip dari laman aclc.kpk.go.id, kesembilan prinsip tersebut adalah jujur, peduli, mandiri, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, berani, dan adil.
Adapun revisi UU KPK yang disahkan pada September 2019 lalu melalui UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 memang dinilai telah melemahkan kewenangan KPK dalam memberantas korupsi.
Revisi UU KPK ini membuat KPK lebih lambat, kurang mandiri, dan rentan intervensi, sehingga efektivitas pemberantasan korupsi menurun.
Misalnya, KPK kesulitan menggeledah kantor atau lembaga negara karena harus melalui Dewan Pengawas KPK serta sering terhambat birokrasi.
Baca juga: Mahfud MD: KPK Bisa Mulai Selidiki Dugaan Korupsi Whoosh soal Pindahnya Kontrak dari Jepang ke China
"Saya pikir memang nilai-nilai [KPK] kan dirusak ketika Undang-Undang KPK diganti kemarin," kata Saut, dikutip dari tayangan Kompas Petang yang diunggah di kanal YouTube KompasTV, Selasa (28/10/2025).
"Sembilan nilai di KPK yang dikenal itu doktrin pertama orang masuk KPK, nilai jujur, peduli, mandiri, disiplin, tanggung jawab, berani, sederhana, adil, dan seterusnya. Itu nilai sudah enggak ada di sana. Lantas Anda mau mengharap apa?"
Saut pun mempertanyakan integritas KPK dalam menerapkan nilai-nilai tersebut di tengah ramainya polemik kereta cepat Whoosh yang berbuntut utang fantastis dan diduga dicoreng oleh adanya korupsi.
"Ada sembilan nilai, Anda harus jujur, peduli, mandiri, disiplin, kerja keras, berani, adil, tanggung jawab. Ada enggak sekarang, sembilan nilai itu di kepala mereka setelah publik pusing bicara-bicara seperti ini? Jangan-jangan, mereka nggak paham nilai-nilai itu?" serunya.
Saut lantas mengamini bahwa KPK dinilai tidak serius dalam mengusut proyek Whoosh.
Ia menyinggung banyak pihak yang sudah dijerat hukum, dengan acuan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Namun, Saut memandang, seolah ada perkecualian pada proyek Whoosh ini.
"Oh iya [KPK tidak serius], kan ada istilah disiplin, tanggung jawab, kerja, kerja keras, berani, sederhana, dan terakhir, adil. Kan banyak orang sudah dipenjara karena terkenakan pasal 2 dan 3. Terus, kenapa kasus ini dikecualikan?" ujar Saut.
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 2
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Pasal 3
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Ada Anomali dalam Pindah Kerjasama Proyek Whoosh dari Jepang ke China
Saut juga memandang, meski ada asas praduga tak bersalah, ia menegaskan banyak anomali pada proyek Whoosh, sehingga perlu diusut potensi adanya tindak pidana berdasarkan mens rea (niat jahat) dan actus reus (perbuatan bersalah).
Terutama tentang perpindahan mitra kerjasama Whoosh dari Jepang ke China.
"Soal praduga tidak bersalah itu itu hal yang sangat umum. Tapi sesuatu terjadi, karena banyak anomali di sini. Anda bisa bayangkan, Jepang sudah meneliti lebih dari 4 tahun. Kemudian, Anda serahkan proyek ke China," papar Saut.
"Empat tahun menggambar titik-titik yang rawan, titik-titik yang diperlukan penekanan geodesi dan seterusnya. Kemudian itu selesai dalam tempo empat bulan. Sementara, konsultannya dari Amerika itu hanya memberikan tiga lembar rekomendasi gitu."
"Itu anomali-anomali yang menurut saya, ketika Anda bicara tindak pidana, itu namanya actus reus dan mens rea. Itu yang paling penting."
Rincian utang Kereta Cepat Whoosh
Dilansir KOMPAS.com, jumlah investasi pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh menembus sekitar 7,27 miliar dollar AS atau Rp 120,38 triliun (kurs Rp 16.500).
Dari total investasi tersebut, sekitar 75 persen dibiayai melalui pinjaman dari China Development Bank (CDB), dengan bunga sebesar 2 persen per tahun.
Utang pembangunan Whoosh dilakukan dengan skema bunga tetap (fixed) selama 40 tahun pertama.
Perlu dicatat, bunga utang KCJB ini jauh lebih tinggi dari proposal Jepang yang pada 2015 lalu menawarkan bunga 0,1 persen per tahun.
Namun dalam perjalanannya, PT KCIC kewalahan membayar besarnya utang pokok dan bunga tersebut.
Danantara dan CDB pun kini tengah melakukan negosiasi restrukturisasi supaya cicilan lebih rendah.
Beberapa opsi muncul, salah satunya tenor utang lebih lama yakni 60 tahun.
Sebagian besar pembiayaan proyek Whoosh memang ditopang dari pinjaman CDB, ditambah penyertaan modal pemerintah lewat APBN, serta kontribusi ekuitas konsorsium BUMN Indonesia dan perusahaan China sesuai porsi sahamnya masing-masing di KCIC.
Selain itu, total investasi tersebut sudah menghitung tambahan biaya akibat pembengkakan biaya (cost overrun) yang mencapai 1,2 miliar dollar AS, di mana 60 persen tambahan biaya untuk menutup cost overrun ditutup dari utang baru.
Sisanya berasal dari patungan modal BUMN Indonesia dan pihak China yang menggarap proyek ini.
Namun, untuk bunga utang tambahan lebih tinggi, yakni di atas 3 persen per tahun.
Sementara sisa cost overrun itu ditanggung oleh kedua belah pihak, di mana 60 persen ditanggung oleh konsorsium Indonesia dan 40 persen ditanggung oleh konsorsium perusahaan China yang terlibat di proyek KCJB.
(Tribunnews.com/Rizki A.)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.