Proyek Kereta Cepat
Ubedilah Ungkap 5 Sosok Ini Harus Diperiksa Buntut Dugaan Korupsi Whoosh, Jokowi hingga Erick Thohir
Menurut Ubedila Badrun, Jokowi dan timnya perlu diperiksa untuk dimintai keterangan terkait dugaan tindak pidana korupsi pada proyek Whoosh ini.
Ringkasan Berita:
- Aktivis 98 mengatakan persoalan utama dalam proyek Whoosh ini adalah soal dugaan korupsi dalam proyek Whoosh
- Negosiasi dengan China dinilai tidak akan menyelesaikan masalahÂ
- Aktivis 98 sebut Jokowi, Luhut, Rini Soemarno, Budi Karya, dan Erick Thohir harus diperiksa terkait dugaan korupsi proyek Whoosh
TRIBUNNEWS.COMÂ - Aktivis 98 sekaligus akademisi Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun, mengungkapkan lima sosok yang patut dipanggil buntut adanya isu dugaan korupsi atau mark up dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh yang dibangun pada era Presiden ke-7, Joko Widodo (Jokowi).
Menurut Ubed, persoalan utama dalam proyek Whoosh ini adalah sistem tata kelola pemerintahan yang buruk dan hal tersebut yang harus segera diungkap.
Bukan malah melakukan negosiasi ke China untuk membahas ulang jangka waktu dan suku bunga utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung itu.
"Persoalan besar dari kereta cepat itu tidak adanya good governance, itu otomatis tata kelolanya buruk gitu, itu yang harus dibongkar," katanya, dikutip dari YouTube Abraham Samad SPEAK UP, Rabu (29/10/2025).
"Jadi bukan kemudian Danantara sama KAI ya, perlu dicek tuh tim-timnya orang siapa aja yang lobi ke China untuk melakukan restrukturisasi, Luhut dan kawan-kawan ya mau merubah rentang waktu pengembalian utang itu," jelas Ubed.
"Perkaranya bukan di situ. Pertama, kalau nambahin jangka panjang, utang kita tambah banyak ya kan, panjang dan beban negara panjang begitu. Belum lagi nanti fluktuasi dolar dan lain-lain," tambahnya.
Menurut Ubed, negosiasi dengan China itu tidak akan menyelesaikan masalah karena perkara sebenarnya adalah soal dugaan korupsi dalam proyek Whoosh tersebut.
"Jadi bukan gara-gara melakukan negosiasi ulang ke China, lalu sudah selesai perkara kereta cepat, no. Perkaranya adalah ada tanda-tanda korupsi dalam proses tata kelola pembangunan kereta cepat," tegas Ubed.
Ubed lantas mengatakan bahwa Joko Widodo (Jokowi) harus dipanggil untuk diperiksa terkait dugaan tindak pidana korupsi proyek kereta cepat Jakarta-Bandung tersebut. Sebab, proyek Whoosh ini dibangun pada era Jokowi.
"Jokowi harus dipanggil. Kenapa membuat peraturan presiden yang tidak konsisten dengan peraturan sebelumnya? Itu dipanggil," kata Ubed.
Selain Jokowi, kata Ubed, pihak lainnya juga harus dipanggil, seperti Luhut yang kala itu menjabat sebagai Ketua Komite Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
Baca juga: Aktivis 98 Sebut Luhut Tak Sengaja Bilang Whoosh Busuk Sejak Awal: Luhut Mau Katakan Ini Korup
Kemudian, Menteri BUMN yang menjabat di era Jokowi, yakni Rini Soemarno (2014–2019) dan Erick Thohir (2019–2025).Â
Rini Soemarno menjabat pada periode pertama pemerintahan Jokowi, sedangkan Erick Thohir menjabat pada periode kedua.
Menteri Perhubungan era Jokowi, yakni Budi Karya, menurut Ubed juga harus turut diperiksa.
"Lalu yang kedua, berdasarkan peraturan presiden juga yang 2021 itu kan ada ketua komite-nya namanya Luhut, Luhut perlu dimintai pertanggung jawaban juga."
"Jadi Joko Widodo, Luhut Binsar Pandjaitan, kemudian tentu menteri BUMN ya, Rini Soemarno, Budi Karya Menteri Perhubungan, Kemudian Erick Thohir periode kedua jadi (menteri) BUMN ya, dimintai keteranganlah itu, karena kan waktu itu pembengkakan terjadi ya," papar Ubed.
Menurut Ubed, Jokowi dan timnya itu perlu diperiksa untuk dimintai keterangan terkait proyek Whoosh ini.
"Jadi menurut saya, orang-orang yang masuk dalam tim itu diminta pertanggung jawaban, jadi Joko Widodo sama timnya ini, Luhut dan kawan-kawan, karena itu ada sesuatu yang disembunyikan," ucapnya.
Utang WhooshÂ
Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung ini sebelumnya ramai dibicarakan karena utang Whoosh yang mencapai Rp116 triliun atau sekitar 7,2 miliar dolar AS dan diusulkan agar dibayar dengan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), tetapi Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa tidak menyetujuinya.
Adapun, investasi pembangunan kereta cepat Whoosh tersebut diketahui mencapai 7,27 miliar dolar AS atau Rp120,38 triliun.
Namun, dari seluruh investasi itu, total sebesar 75 persen dibiayai melalui utang kepada China Development Bank (CDB) dengan bunga tiap tahunnya sebesar 2 persen.
Dari segi pembayaran utang, skema besaran bunga yang disepakati yaitu bunga tetap yang selama 40 tahun pertama.
Pada pertengahan pembangunan, ternyata terjadi juga pembengkakan biaya (cost overrun) yang mencapai 1,2 miliar dolar AS atau sekitar Rp 19,54 triliun.
Karena itu, pihak KCIC kemudian menarik utang lagi dengan bunga yang lebih tinggi, yakni sebesar 3 persen.
Proyek ini memperoleh pinjaman dari CDB senilai 230,99 juta dolar AS dan 1,54 miliar renminbi, dengan total setara Rp6,98 triliun.
Adapun separuh utang untuk membiayai cost overrun itu berasal dari tambahan pinjaman CDB. Sementara sisanya dari patungan modal BUMN Indonesia dan pihak China.
Baca juga: Purbaya Setuju soal Jokowi Sebut Proyek Whoosh Bukan Hanya Untung: Ada Misi Regional Development
Duduk Perkara Munculnya Isu Dugaan Korupsi
Selain masalah utang, muncul juga adanya dugaan korupsi atau mark up dalam proyek Whoosh kebanggan Jokowi tersebut.
Dugaan korupsi tersebut mencuat setelah pernyataan mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD dalam YouTube-nya pada 14 Oktober 2025 lalu, yang mengatakan bahwa biaya pembangunan per kilometer di Indonesia mencapai 52 juta dolar AS, sementara di China hanya sekitar 17 hingga 18 juta dolar AS.
Namun, belakangan, Mahfud menegaskan bahwa bukan dirinya yang pertama kali mengungkap adanya dugaan korupsi dalam proyek Whoosh tersebut, tetapi orang lain dan dia mendapatkan informasi dari situ juga.
"Informasi bahwa ada orang yang punya informasi, saya kan bukan yang pertama kan. Saya justru karena ada informasi dari sebuah televisi dan mengundang dua narasumber yang pernah terlibat dalam hal itu," tuturnya, dikutip dari YouTube Kompas TV, Rabu.
Mahfud mengatakan dalam podcast di channel YouTube-nya, ia dengan jelas menyebut dua narasumber yang menyatakan hal itu dan di televisi apa.
"Sang saya katakan dari informasi saya di podcast itu saya sebut sumbernya loh dengan terang dari televisi ini, jam sekian, Pak Agus Pambagio bilang bahwa ada pemecatan karena tidak setuju. Bahkan Pak Agus juga yang memberi contoh, bisa saja Natuna itu diambil Cina seperti kasus Sri Lanka. Itu bukan dari saya, dari Pak Agus," ucap Mahfud.
Setelah itu, Mahfud mengatakan, dugaan mark up tersebut diungkapkan Anthony Budiawan di televisi tersebut.
Mahfud menegaskan dia hanya mengangkat isu dugaan korupsi Whoosh itu lagi karena ketika dibahas oleh dua narasumber itu tidak ada efek apa-apa.
"Nah, kemudian soal dugaan mark up itu yang bilang Pak Antoni Budiawan gitu. Jadi bukan saya yang buka, saya yang justru mengangkat. Karena ketika dua orang ini bicara kok adem-adem aja. Lalu saya angkat di tempat saya, lalu rujukannya kok seperti ke saya. Padahal di keterangan saya itu informasinya dari dua orang itu dan dari satu televisi," katanya.
Mahfud pun mengaku siap jika memang diminta KPK untuk datang memberikan keterangan terkait pernyataan soal dugaan korupsi Whoosh tersebut, karena penjelasannya sudah ada semua di dalam podcast miliknya.
"Jadi kalau saya diminta informasi, saya beritahu ini informasinya sudah ada di keterangan saya, di podcast saya bahwa ini informasinya. Kalau Anda perlu dari tangan saya ini saya tunjukkan, saya gitu aja kan," tegasnya.
Baca juga: PDIP Dukung KPK Usut Dugaan Mark Up Whoosh: Megawati Sudah Ingatkan Sejak 2015
Kata KPK
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Budi Prasetyo, mengungkapkan pihaknya sedang menyelidiki dugaan mark up proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh.
Budi mengatakan penyelidikan dugaan mark up proyek Whoosh saat ini sedang dalam proses.
Ia menyebut KPK juga fokus mencari bukti dan keterangan terkait unsur-unsur peristiwa pidana proyek era mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu.
Namun, Budi belum bisa merinci apa saja temuan KPK, sebab proses penyelidikan yang sudah dilakukan sejak awal 2025, masih berlangsung.
"Adapun penyelidikan perkara ini sudah dimulai sejak awal tahun. Jadi memang ini masih terus berprogres dalam proses penyelidikan."
"Karena memang masih di tahap penyelidikan, informasi detil terkait progres atau perkembangan perkaranya belum bisa kami sampaikan secara rinci," jelas Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (27/10/2025).
"Kami pastikan, KPK terus menelusuri melalui pihak-pihak yang diduga mengetahui, memiliki informasi, dan keterangan yang dibutuhkan untuk mengurai, memperjelas, dan membuat terang dari perkara ini," tuturnya.
Budi memastikan KPK tak menemui kendala khusus meski penyelidikan sudah berjalan hampir satu tahun.
Ia meminta publik percaya pada proses hukum yang sedang berjalan saat ini.
"Sejauh ini tidak ada kendala, jadi memang penyelidikan masih terus berprogres. Kita berikan ruang, kita berikan waktu pada proses penegakan hukum yang sedang berjalan di KPK ini," pungkasnya.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPk, Asep Guntur Rahayu, juga mengatakan kasus dugaan mark up Whoosh masuk tahap penyelidikan.
"Saat ini sudah pada tahap penyelidikan," ujarnya, Senin.
(Tribunnews.com/Rifqah/Pravitri Retno Widyastuti)Â
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.