Selasa, 4 November 2025

Soal Kereta Cepat Whoosh Disebut Investasi Sosial, Anggota DPR Bilang Begini

Menurut dia, sejak awal proyek Whoosh merupakan proyek bisnis yang dikelola oleh BUMN, bukan pemerintah secara langsung.

|
Ist
SOROTI PERNYATAAN JOKOWI - Anggota Komisi VI DPR RI, Herman Khaeron. Ia mempertanyakan pernyataan Presiden ke-7 RI Joko Widodo atau Jokowi yang menyebut proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh) sebagai investasi sosial untuk mengatasi kerugian akibat kemacetan, bukan semata proyek komersial yang berorientasi pada laba. 
Ringkasan Berita:
  • Herman Khaeron, Anggota Komisi VI DPR RI, mempertanyakan pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyebut proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung sebagai investasi sosial, bukan proyek komersial.
  • Ia menyoroti perlunya kejelasan tanggung jawab jika konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) atau badan usaha milik negara (BUMN) mengalami kerugian.
  • Herman menegaskan bahwa sejak awal proyek Whoosh merupakan proyek bisnis yang dikelola oleh BUMN, bukan langsung oleh pemerintah.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI, Herman Khaeron, mempertanyakan pernyataan Presiden ke-7 RI Joko Widodo atau Jokowi yang menyebut proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh) sebagai investasi sosial untuk mengatasi kerugian akibat kemacetan, bukan semata proyek komersial yang berorientasi pada laba.

Herman mengatakan, jika proyek tersebut dikategorikan sebagai investasi sosial, maka perlu kejelasan mengenai pihak yang bertanggung jawab apabila konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) maupun badan usaha milik negara (BUMN) mengalami kerugian.

"Kalau investasi sosial lantas siapa yang bertanggungjawab atas kerugian KCIC dan konsosrsium BUMN?" kata Herman kepada wartawan, Selasa (28/10/2025). 

Menurut dia, sejak awal proyek Whoosh merupakan proyek bisnis yang dikelola oleh BUMN, bukan pemerintah secara langsung.

"Sejak awal proyek KCJB ini adalah bisnis dan dikelola BUMN, bukan dikelola pemerintah," ujar Herman. 

Herman memastikan bahwa Komisi VI DPR akan tetap memantau perkembangan proyek tersebut melalui BPI Danantara.

"Komisi VI akan membicarakan solusi (masalah Whoosh) dengan Danantara," imbuhnya. 

Berikut Pernyataan Jokowi soal Whoosh

1. Singgung Masalah DKI Jakarta 

Dalam pernyataannya pada Senin (27/10/2025) kemarin, Jokowi menyinggung soal permasalahan DKI Jakarta dan sekitarnya yang menghadapi kemacetan selama puluhan tahun.

“Kita harus tahu dulu masalahnya. Di Jakarta, kemacetan sudah parah, bahkan sejak 30–40 tahun lalu."

"Jabodetabek, termasuk Bandung juga menghadapi kemacetan yang sangat parah,” ucapnya di Solo, Jawa Tengah.

Dari faktor kemacetan tersebut, Jokowi merinci kerugian yang ditanggung negara.

“Dari kemacetan itu, negara rugi secara hitung-hitungan. Di Jakarta saja kira-kira Rp65 triliun per tahun. Kalau Jabodetabek plus Bandung, kira-kira di atas Rp100 triliun per tahun,” ungkap Mantan Wali Kota Solo itu. 

2. Kereta Cepat Jadi Solusi Urai Kemacetan

Menurut Jokowi, transportasi umum termasuk kereta cepat menjadi salah satu solusi mengurai kemacetan tersebut. 

“Untuk mengatasi itu, dibangun MRT, LRT, Kereta Cepat, sebelumnya lagi KRL dan Kereta Bandara."

"Tujuannya agar masyarakat beralih dari kendaraan pribadi seperti mobil atau sepeda motor ke transportasi massal (MRT, LRT, Kereta Cepat), sehingga kerugian akibat kemacetan bisa dikurangi,” jelas Jokowi

3. Whoosh Bukan untuk Cari Laba

Oleh sebab itu, Jokowi menegaskan, proyek kereta cepat Whoosh tak semata-mata bertujuan mencari laba, melainkan untuk mengatasi masalah kemacetan di ibu kota.

“Prinsip dasar transportasi massal atau transportasi umum adalah layanan publik, bukan mencari laba,” tutur ayahanda dari Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka itu. 

4. Ada Keuntungan Sosial dari Proyek Whoosh

Meski dinilai merugi, menurut Jokowi, terdapat keuntungan sosial yang dirasakan masyarakat.

“Transportasi massal atau transportasi umum tidak diukur dari laba, tapi dari keuntungan sosial, social return on investment."

"Pengurangan emisi karbon, peningkatan produktivitas masyarakat, polusi yang berkurang, waktu tempuh yang lebih cepat, di situlah keuntungan sosial yang didapatkan dari pembangunan transportasi massal. Kalau ada subsidi, itu adalah investasi, bukan kerugian,” jelas Jokowi lagi, dilansir TribunSolo.com. 

Jokowi lantas mencontohkan, MRT Jakarta yang disubsidi Rp800 miliar per tahun dan bakal naik hingga Rp4,5 triliun ketika semua rute selesai. 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved