Kamis, 6 November 2025

Redefinisi Hubungan Sipil-Militer, Perkuat Pertahanan Negara

Uji materi UU TNI di MK soroti batas keterlibatan prajurit aktif dalam jabatan sipil dan sinergi sipil-militer.

Penulis: Erik S
Editor: Glery Lazuardi
ISTIMEWA
Margarito Kamis saat menjadi narasumber dalam diskusi publik bertajuk “Redefinisi Hubungan Sipil-Militer Menuju Indonesia Kuat dan Berdaulat” yang digelar Partai Negoro di Kantor SinKos Indonesia, Jakarta, Kamis (30/10/2025). 

“Yang paling penting, mereka harus melalui seleksi kompetensi yang ketat, bukan karena faktor kedekatan politis,” pungkas Fadil.

Baca juga: Urgensi Reformasi Peradilan Militer, Al Araf Singgung Kasus Kematian Prada Lucky

DPR dan Pemerintah Sebut UU TNI Batasi Pengisian Jabatan Sipil oleh Prajurit TNI

Aturan mengenai pengisian jabatan sipil oleh prajurit TNI sebagaimana diatur dalam Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) UU TNI. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) menentukan batasan limitatif terhadap pengisian jabatan sipil oleh prajurit TNI aktif yang berfungsi sebagai mekanisme pembatasan, bukan sebagai peluang membuka seluas-luasnya pengisian jabatan sipil oleh TNI.

“Sekali lagi, mekanisme pembatasan, bukan sebagai peluang membuka seluas-luasnya pengisian jabatan sipil oleh TNI,” ucap Anggota Komisi III DPR Utut Adianto yang mewakili DPR menyampaikan keterangan dalam sidang lanjutan uji UU TNI dikutip dari situs MK, Kamis (9/10/2025). 

Sidang keempat dengan agenda mendengarkan keterangan DPR dan Presiden/Pemerintah ini digelar untuk tiga perkara sekaligus, yakni Perkara Nomor 68/PUU-XXIII/2025 yang dimohonkan oleh Prabu Sutisna (Pemohon I), Haerul Kusuma (Pemohon II), Noverianus Samosir (Pemohon III), Christian Adrianus Sihite (Pemohon IV), Fachri Rasyidin (Pemohon V), dan Chandra Jakaria (Pemohon VI); Perkara Nomor 82/PUU-XXIII/2025 yang dimohonkan oleh Muhammad Imam Maulana (Pemohon I), Mariana Sri Rahayu Yohana Silaban (Pemohon II), Nathan Radot Zudika Parasian Sidabutar (Pemohon III), dan Ursula Lara Pagitta Tarigan (Pemohon IV); dan Perkara Nomor 92/PUU-XXIII/2025 yang diajukan oleh mahasiswa Universitas Singaperbangsa Karawang, Tri Prasetio Putra Mumpuni.

Lebih lanjut, Utut menyebut hal ini sebagaimana ditetapkan juga pada 14 instansi pemerintah pusat yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif, yakni instansi yang memiliki karakteristik tugas yang membutuhkan keahlian sesuai dengan latar belakang militer.

“Ketentuan ini juga selaras dengan Pasal 19 UU ASN yang memperbolehkan jabatan ASN tertentu diisi oleh prajurit TNI atau anggota Polri,” ucap Utut.

Selain itu, Utut menyampaikan dalam praktik internasional, pembatasan ini berlaku di negara demokrasi seperti Amerika, India, Prancis, dan Singapura yang juga membatasi peran militer di ranah sipil melalui regulasi khusus.

Dengan demikian, DPR menilai bahwa ketentuan Pasal 47 UU TNI menempatkan Indonesia sejajar dengan praktik negara demokrasi lainnya, sekaligus memastikan partisipasi militer dalam ranah sipil tetap terkendali dan sesuai dengan standar hukum.

Hal senada juga diungkapkan oleh  Wakil Menteri Hukum Eddy Omar Sharif Hiariej yang mewakili Pemerintah. Ia menyebut Pasal 47 ayat (1) UU TNI bertujuan untuk membatasi penugasan prajurit TNI aktif di luar struktur organisasi TNI dan penugasan prajurit aktif di Kementerian/Lembaga sebagaimana disebutkan dalam Pasal 47 ayat (1) UU TNI.

Penugasan prajurit TNI pada Kementerian/Lembaga tidak hanya berdasarkan keahlian yang dimiliki oleh Prajurit TNI, tetapi juga terkait dengan sarana dan prasarana yang hanya dimiliki dan didayagunakan oleh prajurit TNI aktif berdasarkan permintaan dari Kementerian/ Lembaga yang dalam melaksanakan tugas fungsinya sebagian tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh Kementerian/Lembaga tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

“Apabila ketentuan Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) UU 3/2025 dimaknai agar dapat menduduki jabatan pada Kementerian/Lembaga atau jabatan sipil lain, maka prajurit TNI harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan sebagaimana petitum Para Pemohon 68/PUU- XXIII/2025, justru akan menimbulkan ketidakpastian hukum karena memperlakukan sama jabatan pada kementerian/lembaga dalam Pasal 47 ayat (1) UU 3/2025 yang memang sejalan dengan tugas pokok TNI dengan jabatan pada kementerian/lembaga lain yang tidak menjalankan tugas yang dapat dilaksanakan oleh prajurit TNI,” terang Eddy.

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved