Senin, 3 November 2025

Prada Lucky Namo Meninggal

Urgensi Reformasi Peradilan Militer, Al Araf Singgung Kasus Kematian Prada Lucky

Al Araf menyoroti kasus kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo akibat kekerasan di lingkungan satuan TNI. 

Kolase: POS-KUPANG.COM/HO
ANGGOTA TNI TEWAS - (Kiri) Foto Prada Lucky Namo (23), anggota Batalyon Infanteri Teritorial Pembangunan 834/Wakanga Mere (Yonif TP 834/WM) yang tewas karena penganiayaan. 

Ringkasan Berita:
  • Kasus kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo akibat kekerasan di lingkungan satuan TNI menjadi sorotan banyak pihak.
  • Al Araf menyebut perlunya dilakukan reformasi peradilan militer.
  • Ia menyebut keluarga korban yang merupakan anggota militer aktif pun mengalami kesulitan memperoleh keadilan. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Badan Pengurus Centra Initiative, Al Araf menyoroti kasus kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo akibat kekerasan di lingkungan satuan TNI

Di mana, kasus ini baru terbongkar setelah mendapat perhatian media. 

Al Araf, mantan Direktur Eksekutif Imparsial, selama ini dikenal sebagai aktivis hak asasi manusia yang dikenal kritis terhadap kebijakan keamanan dan reformasi sektor pertahanan di Indonesia.

Dia pun menekankan bahwa pihak keluarga korban yang merupakan anggota militer aktif pun mengalami kesulitan memperoleh keadilan. 

Sehingga, menurutnya, perlunya reformasi peradilan militer.

Hal itu disampaikan Al Araf saat diskusi publik bertajuk ‘Urgensi Reformasi Peradilan Militer: Ketidakadilan Peradilan Militer dari Medan Hingga Papua’ di Jakarta, pada Kamis (30/10/2025).

“Reformasi peradilan militer bukan hanya penting bagi warga sipil, tetapi juga bagi anggota TNI sendiri,” kata Al Araf.

Menurutnya, Mahkamah Konstitusi (MK) perlu lebih sensitif mendengarkan suara korban dalam perkara terkait peradilan militer, termasuk dengan menghapus Pasal 74 (UU TNI) yang tengah digugat masyarakat sipil.

Disitu ditekankan, kata Al Araf, agar anggota militer dan warga sipil dapat memperoleh keadilan di peradilan umum dalam kasus tindak pidana umum. 

Dia juga menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum, sehingga asas kesetaraan di hadapan hukum harus dijunjung.

“Mekanisme peradilan militer saat ini tidak memenuhi prinsip fair trial karena seluruh aktor penegaknya berasal dari institusi yang sama—terdakwa, hakim, dan jaksa sama-sama militer,” jelasnya.

Al Araf juga mengkritik lambannya pemerintah menjalankan mandat reformasi peradilan militer sebagaimana amanat reformasi.

Sementara publik justru teralihkan oleh isu tidak relevan seperti usulan penetapan Soeharto sebagai pahlawan nasional.

“Padahal rezim tersebut meninggalkan jejak pelanggaran HAM berat, termasuk tragedi 1965 dan Reformasi 1998,” terangnya.

Dia menegaskan bahwa jika pemerintah tidak menjalankan kewajibannya, maka jalur konstitusional melalui Mahkamah Konstitusi menjadi pilihan yang harus diperkuat. 

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved