Sabtu, 1 November 2025

Redefinisi Hubungan Sipil-Militer, Perkuat Pertahanan Negara

Uji materi UU TNI di MK soroti batas keterlibatan prajurit aktif dalam jabatan sipil dan sinergi sipil-militer.

Penulis: Erik S
Editor: Glery Lazuardi
ISTIMEWA
Margarito Kamis saat menjadi narasumber dalam diskusi publik bertajuk “Redefinisi Hubungan Sipil-Militer Menuju Indonesia Kuat dan Berdaulat” yang digelar Partai Negoro di Kantor SinKos Indonesia, Jakarta, Kamis (30/10/2025). 

Ringkasan Berita:
  • Militer dan sipil saling berinteraksi dan tidak bisa sepenuhnya dipisahkan
  • Sinergi antara militer dan masyarakat sipil menjadi kunci dalam menjaga stabilitas
  • Penempatan personel TNI di posisi sipil sebaiknya dilakukan atas dasar kebutuhan 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Keterlibatan TNI dalam jabatan sipil masih terus diperdebatkan. Hal itu juga tampak dalam uji materi sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) di Mahkamah Konstitusi (MK).

Hubungan sipil-militer dinilai seharusnya diperkuat. Karenanya, diskursus perlunya redefinisi peran militer dewasa ini merupakan sesuatu yang tidak boleh dipandang secara kaku, hitam-putih, atau akan mengancam supremasi sipil.

Dalam praktiknya, militer dan sipil saling berinteraksi dan tidak bisa sepenuhnya dipisahkan, seperti dalam penanggulangan bencana, keamanan dalam negeri, dan lain-lain. Dikotomi yang terlalu kaku dinilai bisa menghambat koordinasi nasional dan mengabaikan kenyataan bahwa militer juga bagian dari masyarakat sipil.

Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis mengatakan di negara-negara eropa hubungan sipil dan militer diperkuat alih-alih dibikin sekat baru.

“Di luar negeri, khususnya di negara-negara Eropa, hubungan sipil dan militer justru semakin kuat dan harmonis melalui konsep Civil-Military Cooperation (CIMIC). Jadi, yang dibangun adalah sinergi, bukan sekat-sekat baru,” ujar Margarito saat menjadi narasumber dalam diskusi publik bertajuk “Redefinisi Hubungan Sipil-Militer Menuju Indonesia Kuat dan Berdaulat” yang digelar Partai Negoro di Kantor SinKos Indonesia, Jakarta, Kamis (30/10/2025).

Selain Margarito, hadir pula sejumlah narasumber lain, antara lain pemerhati militer dan intelijen Kolonel (Purn) Sri Rajasa, dosen dan analis politik Eduardus Lemanto, pengamat militer sekaligus dosen komunikasi politik Selamat Ginting, pakar sosial politik Massa Djafar, serta inisiator Aliansi Mahasiswa Nusantara Muhammad Fadil.

Margarito mengatakan hubungan sipil dan militer harusnya dipandang sebagai satu kesatuan.

“Militer dan sipil seharusnya dipandang sebagai satu kesatuan yang berkolaborasi untuk mencapai tujuan nasional,” ujarnya.

Menurut Margarito, sinergi antara militer dan masyarakat sipil menjadi kunci dalam menjaga stabilitas sekaligus mendorong kemajuan bangsa.

“Kolaborasi yang baik akan memperkuat pertahanan negara dan mendukung pembangunan masyarakat secara menyeluruh,” katanya.

Pandangan senada disampaikan Muhammad Fadil. Ia menilai, keterlibatan personel TNI dalam jabatan sipil dimungkinkan sepanjang sesuai dengan regulasi yang berlaku. 

“Hal itu sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI,” ujar Fadil.

Namun, Fadil mengakui bahwa pengaturan tersebut masih menimbulkan perdebatan karena kekhawatiran akan munculnya kembali konsep dwifungsi ABRI dan potensi tumpang tindih antara kontrol sipil dan militer.  

“Saya setuju militer harus kembali ke barak, tetapi saya juga tidak sepakat jika mereka sama sekali dilarang menduduki jabatan sipil,” ujarnya.

Fadil menekankan, penempatan personel TNI di posisi sipil sebaiknya dilakukan atas dasar kebutuhan dan permintaan dari kementerian atau lembaga terkait, bukan atas inisiatif TNI sendiri.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved