Proyek Kereta Cepat
Profesor Kampus Singapura Sebut Tak Mungkin Jokowi Tidak Beri Jaminan ke China soal Proyek Whoosh
Profesof kampus di Singapura, NTU, Sulfikar Amir, mempertanyakan jaminan apakah yang diberikan pemerintah era Jokowi kepada China terkait Whoosh.
Atas hal itu, Sulfikar pun meyakini, tak mungkin jika pemerintah di era Joko Widodo (Jokowi), tak memberikan jaminan kepada China.
Sebagai informasi, kerja sama proyek Whoosh disepakati Indonesia-China pada 2015, ketika pemerintahan Indonesia berada di bawah kepemimpinan Jokowi.
"Ketika (China) masuk ke Indonesia, tidak mungkin tidak ada jaminan pemerintah diberikan kepada pemerintah Tiongkok. Tidak sepenuhnya B2B sebenarnya, selalu ada jaminan," kata dia.
Sulfikar pun menilai, kesepakatan kerja sama antara Indonesia-China soal proyek Whoosh yang B2B, justru membuat perencanaan tidak matang dan terkesan terburu-buru.
Ia berpendapat, tidak adanya manfaat jangka panjang dan keberlanjutan finansial dalam proyek Whoosh, menjadi salah satu masalah buntut kesepakatan tersebut.
"Salahnya adalah ketika kita memberi jaminan seperti itu, seakan-akan seluruh biaya bersifat B2B. Pada akhirnya kita melihat perencanaan yang dilakukan itu sangat tidak matang dan sangat buru-buru."
"Pada akhirnya seperti yang kita lihat sekarang, dan kemudian lebih banyak didorong oleh ambisi-ambisi menyelesaikan proyek ini secepat mungkin, tapi manfaat jangka panjang, keberlanjutan finansial dari proyek ini, menjadi korban dari perencanaan yang tidak mendalam," tutur Sulfikar.
Baca juga: Pertanyakan Kerja Sama Whoosh Beralih ke China, Profesor NTU: Xi Bawa Proyek yang Diinginkan Jokowi
Mahfud MD Juga Bahas
Soal dugaan jaminan pemerintah Indonesia ke China terkait proyek Whoosh, juga sempat dibahas mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD.
Mahfud kemudian menyinggung studi publikasi dari Deustche Welle, Jerman, pada 31 Maret 2021, tentang 142 perjanjian kontak China dengan 24 negara berkembang.
Publikasi itu membahas isi perjanjian kontrak China yang paling utama adalah kerahasiaan isi kontrak.
Selain itu, negara yang berutang pada China, harus memberikan agunan.
Agunan adalah aset berharga yang dijadikan jaminan oleh peminjam (debitur) kepada pemberi pinjaman (kreditur) untuk memastikan pembayaran pinjaman.
"Ada satu studi yang dilakukan Deutsche Welle di Jerman, terhadap 142 kontrak yang dilakukan China bersama 24 negara lain," ujar Mahfud MD, dikutip dari tayangan yang diunggah di kanal YouTube Forum Keadilan TV pada Kamis (31/10/2025).
"Isinya, yang paling penting itu kerahasiaannya. Utang negara peminjam terhadap China itu adalah utang rakyat, sehingga rakyat tidak boleh minta pemberhentian bayar, karena misalnya pemerintahnya dianggap curang."
"Lalu, ada satu lagi klausul; setiap negara peminjam menyerahkan agunan, jaminan, yang bersifat rahasia dan dokumen-dokumen jaminan itu hanya disimpan oleh China," imbuh dia.
Proyek Kereta Cepat
| Profesor NTU Singapura Sebut Eksekusi Proyek Whoosh Ceroboh: China Buru-buru, Tak Ada Studi Mendalam |
|---|
| Jokowi Sebut Proyek Whoosh Investasi Sosial, Anggota DPR: Tapi Ini Rugi, Siapa yang Mau Bayar? |
|---|
| Diduga Ada Mark Up, Legislator Demokrat Desak BPK Audit Proyek Kereta Whoosh |
|---|
| Demokrat Sebut Proyek Whoosh Rugi Rp 2 T per Tahun, Pemerintah Harus Putuskan Siapa yang Tanggung |
|---|
| Whoosh Disebut Bukan Cari Untung, Politisi PDIP Kaget: Gimana Dulu Jokowi Bisa Rayu Xi Jinping? |
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.