Jumat, 7 November 2025

OTT KPK di Riau

Gubernur Riau Abdul Wahid Tersangka "Japrem", Cak Imin: Jangan Sampai Terulang Lagi

Proyek jalan, uang rakyat, dan “jatah preman” untuk pejabat? Gubernur Riau ditahan KPK, dua elite PKB ikut terseret. Cak Imin angkat bicara.

Penulis: Igman Ibrahim
Tribunnews/Igman Ibrahim
Ketua Umum PKB sekaligus Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin saat menghadiri pemanggilan Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta, Minggu (31/8/2025). 
Ringkasan Berita:
  • Gubernur Riau ditangkap KPK atas dugaan pungutan liar berjaringan.
  • Cak Imin bicara tegas: semua harus belajar dari kasus ini.
  • PKB belum beri bantuan hukum, status keanggotaan tunggu proses internal.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sekaligus Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar atau Cak Imin merespons penetapan tersangka terhadap Gubernur Riau Abdul Wahid oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Ia menegaskan bahwa kasus dugaan pemerasan tersebut harus menjadi pelajaran agar tidak terulang di masa mendatang.

“Ya semua harus belajar dari pengalaman agar tidak terulang lagi,” kata Cak Imin di Istana Negara, Jakarta, Rabu (5/11/2025).

Cak Imin menyampaikan bahwa hingga saat ini pihaknya belum menerima permohonan bantuan hukum dari Abdul Wahid.

“Belum ada permintaan,” ujarnya saat ditanya apakah PKB akan memberikan pendampingan hukum kepada kadernya yang terjerat kasus hukum.

Terkait status keanggotaan Abdul Wahid di PKB, Cak Imin menyebut partai akan menunggu proses internal sebelum mengambil sikap.

“Ya pasti akan ada proses internal, ya,” pungkasnya.

Kronologi OTT dan Penetapan Tersangka

Sebelumnya, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Pekanbaru, Riau, pada Senin (3/11/2025).

Dalam operasi tersebut, sepuluh orang diamankan, terdiri dari pejabat Dinas PUPR, tenaga ahli gubernur, serta pihak swasta yang diduga terlibat dalam pengaturan anggaran proyek infrastruktur.

Barang bukti yang disita antara lain uang tunai berbagai mata uang sekitar Rp1,6 miliar, dokumen penganggaran, serta bukti komunikasi terkait dugaan pemerasan.

KPK menduga praktik tersebut dilakukan melalui pemotongan persentase dari penambahan anggaran proyek jalan dan jembatan, yang kemudian disetorkan kepada pihak-pihak tertentu di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau.

Mereka yang diamankan termasuk Gubernur Riau Abdul Wahid, Kepala Dinas PUPR Riau Muhammad Arief Setiawan, dan Tenaga Ahli Gubernur Dani M Nursalam.

Seluruhnya dibawa ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan intensif di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.

Baca juga: Abdul Wahid Jadi Gubernur Keempat di Riau yang Kena Kasus Korupsi, Siapa 3 Lainnya?

Setelah dilakukan pemeriksaan selama 1x24 jam, KPK menetapkan Abdul Wahid sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap para bawahannya di Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) Provinsi Riau.

Modus yang digunakan diduga menyerupai praktik “jatah preman” atau “Japrem”, yakni pungutan tidak sah dari bawahan kepada atasan, yang dilakukan secara sistematis dan berulang.

Abdul Wahid merupakan Gubernur Riau sekaligus Ketua DPW PKB Riau sekaligus, sementara Dani M Nursalam menjabat sebagai Tenaga Ahli Gubernur dan Wakil Ketua DPW PKB Riau.

Keduanya memiliki posisi strategis dalam partai dan pemerintahan daerah, yang memperkuat dugaan bahwa pola pemerasan dilakukan dalam lingkaran kekuasaan yang saling terhubung secara politik dan birokrasi.

“Kemudian ada semacam japrem (jatah preman) gitu ya, sekian persen begitu untuk kepala daerah. Nah itu modus-modusnya seperti itu,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa malam (4/11/2025).

Dijerat Pasal Pemerasan dan Gratifikasi

PENETAPAN TERSANGKA - Gubernur Riau Abdul Wahid (tengah) bersama Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) Provinsi Riau M. Arief Setiawan (kanan) dan Tenaga Ahli Gubernur Riau Dani M. Nursalam (kiri) mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (5/11/2025). KPK resmi menahan Gubernur Riau Abdul Wahid bersama dua tersangka lainnya dan mengamankan barang bukti berupa uang tunai sejumlah Rp 1,6 miliar dalam operasi tangkap tangan (OTT) terkait kasus dugaan pemerasan dan suap dalam penganggaran proyek infrastruktur di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPRPKPP) Provinsi Riau. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
PENETAPAN TERSANGKA - Gubernur Riau Abdul Wahid (tengah) bersama Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) Provinsi Riau M. Arief Setiawan (kanan) dan Tenaga Ahli Gubernur Riau Dani M. Nursalam (kiri) mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (5/11/2025). KPK resmi menahan Gubernur Riau Abdul Wahid bersama dua tersangka lainnya dan mengamankan barang bukti berupa uang tunai sejumlah Rp 1,6 miliar dalam operasi tangkap tangan (OTT) terkait kasus dugaan pemerasan dan suap dalam penganggaran proyek infrastruktur di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPRPKPP) Provinsi Riau. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 12e, 12f, dan 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Pasal-pasal tersebut mengatur tentang:

  • Pemerasan oleh pejabat publik (Pasal 12e): Memaksa bawahan memberikan uang atau potongan secara melawan hukum.
  • Penyalahgunaan jabatan untuk keuntungan pribadi (Pasal 12f): Mempengaruhi atau menekan pihak lain agar memberikan sesuatu yang bukan haknya.
  • Penerimaan gratifikasi (Pasal 12B): Menerima hadiah atau uang karena jabatan, yang bertentangan dengan kewajiban dan tugasnya.
  • Penyertaan dalam tindak pidana (Pasal 55 KUHP): Melakukan, menyuruh, atau turut serta dalam kejahatan secara bersama-sama.

KPK menilai bahwa praktik pemerasan ini dilakukan secara sistematis dan terstruktur, dengan pola pemotongan dana proyek yang disetorkan kepada pejabat daerah. Dugaan ini diperkuat oleh posisi para tersangka yang saling terkait secara politik dan birokrasi.

Penetapan tersangka dilakukan setelah KPK menemukan bukti permulaan yang cukup, termasuk aliran dana, pola pemungutan, dan kesaksian dari sejumlah kepala unit teknis di Dinas PUPR. Lembaga antirasuah itu menegaskan bahwa praktik semacam ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga menciptakan budaya birokrasi yang koruptif dan tidak sehat, yang berdampak langsung pada kualitas pelayanan publik dan efisiensi pembangunan daerah.

Abdul Wahid Cs Ditahan

Setelah penetapan tersangka, KPK resmi menahan Abdul Wahid, M Arief Setiawan, dan Dani M Nursalam untuk masa penahanan awal selama 20 hari, terhitung sejak Selasa, 4 November hingga Sabtu, 23 November 2025.

“Dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama yang terhitung sejak hari Selasa, 4 November 2025 sampai dengan 23 November 2025,” ujar Wakil Ketua KPK Johanis Tanak.

Ketiganya ditahan di Rutan KPK Gedung ACLC, Jakarta, untuk memudahkan proses penyidikan lanjutan.

Kasus ini menjadi pengingat bahwa integritas bukan sekadar slogan birokrasi, melainkan fondasi kepercayaan publik yang tak boleh dikorbankan demi kepentingan pribadi.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved