Senin, 10 November 2025

Gelar Pahlawan Nasional

Usulan Gelar Pahlawan untuk Soeharto, Koalisi Masyarakat Sipil: Amnesti Terhadap Kejahatan Masa Lalu

Bhatara pun menilai, pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto sama artinya dengan memberikan amnesti terhadap kejahatan negara di masa lalu.

|
AGUS LOLONG / AFP FILES / AFP
GELAR PAHLAWAN - File foto tertanggal 22 Mei 1998 ini menunjukkan mantan Presiden Indonesia Soeharto memberi hormat kepada para pengawal dan staf saat meninggalkan Istana Kepresidenan di Jakarta tak lama setelah mengumumkan pengunduran dirinya pada 21 Mei. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai bahwa usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden kedua RI, Soeharto sebagai bentuk upaya pemutihan dosa rezim Orde Baru (Orba). 

 

Ringkasan Berita:
  • Usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto sebagai bentuk upaya pemutihan dosa rezim Orde Baru
  • Rezim Orde Baru melakukan pelanggaran hukum dan tindak pidana korupsi
  • Sudah ada keputusan TAP MPR berkaitan dengan KKN Soeharto

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai bahwa usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden kedua RI, Soeharto sebagai bentuk upaya pemutihan dosa rezim Orde Baru (Orba).

Perwakilan koalisi sekaligus Direktur Eksekutif De Jure, Bhatara Ibnu Reza menilai usulan pemberian gelar tersebut bukanlah hal baru.

Baca juga: Fadli Zon Bela Soeharto Soal Gelar Pahlawan Nasional: Beliau Pimpin Operasi Pembebasan Irian Barat

Namun, menurutnya mendapatkan momentum pada masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. 

"Kali ini pemerintahan saat ini dengan usulan yang sangat keji dan jelas mencoba untuk menghapus sejarah itu," kata Bhatara dalam diskusi publik di Jakarta, Rabu (5/11/2025).

Baca juga: Tolak Gelar Pahlawan untuk Soeharto, Koalisi Sipil: Tidak Semua Presiden Layak Jadi Pahlawan

Dia pun mengulas soal rezim Orde Baru berkuasa selama 32 tahun, dimana pemerintah saat itu pelanggaran hukum dan melakukan tindak pidana korupsi. 

Bahkan, kata dia, Negara sendiri telah mengakui adanya masalah itu melalui TAP MPR yang menyinggung praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) di era Orde Baru.

"Tetapi sudah ada keputusan TAP MPR berkaitan dengan KKN Soeharto. Nah ini sudah artinya negara mengakui bahwa ada permasalahan selama 32 tahun pemerintahan (Soeharto)," terangnya. 

Bhatara pun menilai, pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto sama artinya dengan memberikan amnesti terhadap kejahatan negara di masa lalu. 

Padahal, lanjut dia, banyak kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang terjadi selama masa pemerintahan tersebut. 

“Apakah ini bukan suatu impunitas Apakah rekonsiliasi ini tidak lebih dari sebenarnya sebuah amnesti yang tidak resmi,” jelasnya.

Lebih lanjut, dia juga menyebut pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto merupakan bentuk kontradiksi. 

Soeharto merupakan bagian dari negara sekaligus presiden, sehingga tidak logis apabila negara memaafkan dirinya sendiri atas pelanggaran yang dilakukan terhadap rakyat.

"Orang yang secara logika hukum cacat ketika negara melakukan pelanggaran Kemudian memaafkan dirinya sendiri terhadap pelanggaran yang dilakukan terhadap warga negaranya," tandasnya.

Baca juga: Soal Wacana Gelar Pahlawan untuk Soeharto, Menko Yusril: Semua Keputusan di Tangan Prabowo

Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional

Menteri Kebudayaan RI sekaligus Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK), Fadli Zon, menegaskan bahwa nama Presiden ke-2 RI Soeharto memenuhi syarat sebagai calon Pahlawan Nasional. 

Hal itu disampaikan Fadli usai melaporkan hasil seleksi calon penerima gelar pahlawan kepada Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta, Rabu (5/11/2025).

Fadli menjelaskan, pengusulan gelar pahlawan nasional berasal dari masyarakat dan melewati proses penilaian berlapis mulai dari tingkat kabupaten/kota, provinsi, hingga Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) di Kementerian Sosial sebelum dibahas di Dewan GTK.

“Semua 49 nama ini memenuhi syarat. Perjuangannya jelas, latar belakangnya, riwayat hidupnya sudah diuji secara akademik, secara ilmiah, melalui beberapa tahap,” kata Fadli.

Menurut Fadli, nama Soeharto merupakan salah satu tokoh yang telah beberapa kali diusulkan dan dinilai memiliki rekam jasa perjuangan yang signifikan. Termasuk, kepemimpinannya dalam Serangan Umum 1 Maret 1949.

“Termasuk nama Presiden Soeharto itu sudah tiga kali bahkan diusulkan. Beliau memimpin Serangan Umum 1 Maret yang menjadi tonggak Indonesia bisa diakui eksistensinya oleh dunia,” ujarnya.

Saat ditanya soal kritik publik terkait dugaan pelanggaran HAM dan tuduhan genosida yang kerap diarahkan kepada Soeharto, Fadli mengatakan tidak terdapat pembuktian historis maupun hukum atas tuduhan tersebut.

“Enggak pernah ada buktinya kan. Enggak pernah terbukti. Pelaku genosida apa? Enggak ada. Saya kira enggak ada itu,” kata Fadli.

Lebih lanjut, Fadli menegaskan penilaian gelar pahlawan dilakukan berdasarkan fakta sejarah dan jasa, bukan opini politik.

“Kita bicara sejarah, fakta, dan data. Semua yang diusulkan ini datangnya dari masyarakat dan sudah ada kajian berlapis. Jadi soal memenuhi syarat, itu sudah memenuhi syarat,” ucapnya.

Dewan GTK menyampaikan terdapat 49 nama yang masuk dalam daftar kajian tahun ini. Dari jumlah itu, ada 24 nama diprioritaskan untuk disampaikan ke Presiden Prabowo.

Jumlah akhir penerima gelar pahlawan nasional akan ditetapkan Presiden melalui Keputusan Presiden (Keppres) jelang peringatan Hari Pahlawan, 10 November 2025.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved