OTT KPK di Riau
Gubernur Riau Tersangka Korupsi, Bima Arya Singgung Evaluasi Mulai dari Rekrutmen Kepala Daerah
Bima Arya Sugiarto mengingatkan kepala daerah untuk tidak melakukan hal-hal yang berkaitan dengan praktik korupsi.
Hasil pertemuan itu kemudian dilaporkan Ferry kepada M Arief selaku Kepala Dinas.
Namun, M Arief yang disebut sebagai representatif Gubernur Abdul Wahid, justru meminta fee yang lebih besar.
“Tersangka MAS (M Arief Setiawan) justru meminta sebesar 5 persen atau sebesar Rp 7 miliar,” kata Tanak.
Permintaan tersebut disertai ancaman.
"Bagi yang tidak menuruti perintah tersebut diancam dengan pencopotan ataupun mutasi dari jabatannya. Di kalangan Dinas PUPR PKPP Riaupermintaan ini dikenal dengan istilah jatah preman," lanjut Tanak.
Menghadapi ancaman tersebut, seluruh kepala UPT wilayah beserta sekretaris dinas PUPR PKPP Riauakhirnya menggelar pertemuan kembali.
Mereka menyepakati besaran fee untuk Gubernur AW sebesar 5 persen atau Rp 7 miliar.
"Hasil pertemuan tersebut kemudian dilaporkan kepada kepala dinas PUPR PKPP Riau dengan menggunakan bahasa kode '7 batang'," ucap Tanak.
KPK memerinci, uang tersebut kemudian diberikan kepada Abdul Wahid dalam beberapa tahap.
Pada Juni 2025, ia diduga menerima Rp 1 miliar melalui Dani M Nursalam, orang kepercayaannya.
Selanjutnya, pada November ini, Abdul Wahid kembali mendapat setoran Rp 450 juta melalui M Arief.
"Serta diduga mengalir Rp 800 juta yang diberikan langsung kepada AW," beber Tanak.
Total uang yang telah diterima Abdul Wahid mencapai Rp 2,25 miliar dari total permintaan fee sebesar Rp 7 miliar.
Akibat perbuatannya, para tersangka disangka melanggar Pasal 12e dan/atau Pasal 12f dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.